Judul : Game of Hearts ; Love in Las
Vegas
Penulis :
Silvarani
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, September 2017
Tebal :
225 halaman
ISBN : 978-602-03-6634-0
“Hidup adalah meyakini
ketentuan Allah. Jika ingin mendapatkan, selalu berusaha, sebaliknya jika tak
dapat, ikhlaskan dan tetap berprasangka baik kepada Allah.” (hal 214).
Dibuka dengan prolog yang tegang dan
menarik, hal ini sudah menjadi nilai kelebihan dari novel ini. Karena sudah
pasti pembaca akan langsung penasaran dan ingin membaca kisah ini hingga
selesai. Tidak jauh-jauh dari cinta,
namun dipadukan dengan tema yang tidak biasa, membuat novel ini memiliki
kelebihan sendiri. Yah, kali ini penulis memasukan unsur perjudian yang saya
pikir jarang digarap para novelis Indonesia. Kemudian disatu padukan pula dengan masalah
keluarga dan dendam hingga membuat novel ini semakin berwarna.
“Hati-hatilah kepada gadis yang
sakit hati. Caranya balas dendam selalu tidak disangka-sangka.” (hal 28).
Aldhan Prasetya Aridipta adalah pewaris
dari kekayaan milik keluarganya, Aridiptha Group. Keberadaannya saat ini
menjadi tumpuan dan harapan untuk semua orang dalam hal kesejahteraan dan
perubahan dan perusahaan yang saat ini dia pimpin. Lalu suatu hari sebuah proyek Las Vegas membuat Aldhan
terkejut, pasalnya ternyata dialah yang ditujuk untuk melakukan bisnis ke sana.
Dan yang lebih membuat Aldhan terkejut adalah alasan sebenarnya di balik proyek
tersebut. Di mana jika dia tidak mau
melakukan proyek ini bisa jadi banyak investor yang akan menarik diri dari
bisnis Aridipta dan bahkan nyawa sang ayah akan berada dalam bahaya (hal 42).
Aldhan meski kadang marah kepada
sang ayah, pada kenyataannya di lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih
sangat menyayangi ayahnya. Meski sejak krisis moneter 1997 kehidupan ayahnya
berubah dan keluarga mereka berantakan. Ayah dan ibunya bercerai. Sang ibu
menikah kali dan sudah bahagia dengan keluarga barunya. Sedang dia dan adiknya,
Renald, hanya dimanja dengan harta berlimpah namun minim kasih sayang. Hal inilah yang membuat adiknya sering
membuat ulah untuk menarik perhatian. Sayangnya cara itu tidak berhasil, kedua
orangtuanya masih sibuk dengan dunia masing-masing. Dan Aldhan lebih fokus pada karir dan
bermain-main dengan wanita. Membawa wanita dengan bebas keluar masuk di rumah
bukanlah perkara asing.
Kepergiannya ke Las Vegas ini akhirnya membuat dia mengenal Ryker Preston,
pemilik Rotten Pumkin. Dan dari pria itu, Aldhan diajari untuk bermain judi dan
dikenalkan dengan Reika Matilda—yang ternyata adalah lulusan Nevada
University yang menulis tesis tentang
cara memenangi permainan judi berdasarkan perhitungan matematika.
Membaca novel ini seperti menikmati
film-film luar yang penuh dengan permainan-permainan judi. Kita diajak melihat
dan menikmati keseruan juga ketakutan tatkala tengah mengadu nasib dengan
permainan judi. Karena jika tidak pintar, maka sudah pasti kita akan menjadi
pecundang, karena selalu kalah secara berulang.
Selain mengajak kita menikmati dunia
gemerlap kasino di Las Vegas, Aldhan
juga harus menerima teror dari Love—wanita yang pernah menemani malam-malam
panjangnya yang tidak terima ditinggal begitu saja. Gadis itu masih mencinta
Aldhan dan tidak ingin diputus begitu saja. Oleh karenya Love berusaha menyusul
Aldhan.
Sedang Aldhan sendiri setelah
menginjakkan kaki di Las Vegas, lebih fokus pada urusan utang ayahnya dan
berusaha melunasi secepatnya. Dia tidak tertarik dengan urusan wanita, sebelum
dia bertemu Reika Matilda yang entah kenapa membuat dia tertarik. Namun yang mengejutkan adalah tentang sebuah
titik rahasia yang Reika simpan. Tentang dia yang tidak percaya cinta juga
tentang kenyataan lain yang tidak pernah Aldhan duga. Ada apa sebenarnya?
“Begitulah hidup.
Terkadang apa yang kamu inginkan sulit sekali digenggam. Justru yang tak
terlalu kamu inginkan mengemis untuk dimiliki.” (hal 109).
Diceritakan dengan gaya bahasa yang
mudah dicerna dan tidak jlimet, membuat buku ini asyik dibaca. Suka dengan pengambilan tema yang tidak biasa
dan keberanian penulis dalam memasukkan unsur judi, yang terasa begitu nyata. Jadi
penasaran apa penulisnya juga jago judi, eh xixii. Habis eksekusinya mantap. Jika
divisualisaikan pasti memang lebih seru.
Keunggulan lainnya adalah tentang
kepiawaian penulis dalam menyimpan misteri ending hingga akhir. Membuat kita
penasaran apa yang sebenarnya telah terjadi? Bernarkan tebakan-tebakan yang
kita buat sejak awal membaca kisah ini benar? Nah, jadi secara tidak langsung
sejak awal membaca kita juga diajak bermain hati. Hhehh. Karena kita selalu
menebak-nebak akhir kisah. Benarkah? Atau salahkah?
Dan yang saya sukai lagi adalah
selipan-selipan motivasi keagamaan yang terasa kental dari sosok Jack—sopir pribadi
Aldhan yang sudah seperti sahabat sendiri.
“Cinta adalah
kebebasan yang berkomitmen , hasrat yang bertanggung jawab, dan kasih yang tak
mengenal pamrih.” (hal 16).
“Membentuk keluarga
adalah ibadah dan menyempurnakan iman.” (hal 22).
“Nikahilah gadis
salihah agar keturunanmu diajarinya berbagai hal yang baik. Indah” (hal 22).
Kita banyak diajarkan
tentang hubungan antara manusia dan Tuhan. Tentang keimanan dan banyak lagi. Semisal
tentang kebiasaan Jack yang selalu berusaha mengingatkan Aldhan untuk selalu menjalankan salat lima
waktu.
Hanya saja dari kisah
ini ada beberapa bagian yang bagi saya terasa lambat. Lalu tentang keberadaan
Love yang manurut saya kurang dieksplore lebih. Karena tokoh ini tiba-tiba
hilang. Padahal jika Love dimasukkan lebih dalam cerita pasti akan lebih
menarik. Misalnya dia jadi ke Las Vegas dan akhirnya bertemu Reika dan Aldhan,
pastinya bakal seru. Kira-kira bagaimana hubungan mereka?
Namun lepas dari
kekurangannya, secara keseluruhan novel ini tetap asyik dinikmati. Dari novel
ini kita bisa belajar bahwa dendam hanya akan merugikan diri sendiri dan
membuat hidup tidak tenang. Lalu kita juga diingatkan dalam mendidik anak yang
terpenting itu bukan hanya pemberian
materi yang berlimpah, tapi juga kasih sayang. Temukan juga quote-quote inspiratifnya yang bikin kita ternyuh dan berpikir kembali.
“Cinta itu bukan
tergantung pada pasang atau surutnya hubungan dengan seseorang, tapi perasaan
cinta itu ada di hati itu sendiri.” (hal162).
Srobyong, 26 November
2017
No comments:
Post a Comment