Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 5 November 2017
Judul : Percakapan Kunang-kunang
Penulis : Sam Edy
Penerbit : LovRinz Publishing
Cetakana : Pertama, Januari 2017
Tebal : x + 131 halaman
ISBN : 978-602-6526-40-3
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.
Selain tulisan-tulisaan semacam esai
atau pun artikel, cerpen—cerita pendek adalah salah satu sarana yang sering digunakan
sebagai wadah kritik dalam kehidupan sehari-hari—baik masalah sosial
kemasyarakan atau pun tentang tatana negara. Jadi selain memberi hiburan, cerpen juga
memiliki maksud atau tujuan lain yang sejatinya bisa dijadikan perenungan. Dan
karena cerpen diceritakan dengan gaya naratif fiktif, kesan kritik sosial yang
termaktub di dalamnya tidak selugas dalam esai atau artikel—namun terselip
rapi—bisa tersirat atau pun tersurat.
Itulah hal yang saya temukan dalam
buku “Percakapan Kunang-kunang”. Dalam
setiap kisah yang ditulis Sam Edy, selalu termaktub kritik-kritik sosial secara
halus. Namun selain kritik sosial, penulis juga menghadirkan tema cinta yang
menarik dan tidak biasa. Buku ini sendiri terdiri 17 cerpen. Di
antaranya ada yang sudah pernah dimuat di berbagai media ada pula
yang belum.
Sebut saja cerpen berjudul “Di Tepi Serayu” dengan bahasa yang mudah dipahami, penulis
memaparkan kisah percintaan khas remaja yang lancar. Pertemuan Theo dengan
Andhis, juga adanya Keyla yang diam-diam menaruh hati kepada Theo. Kisah tidak
anak manusia ini membuat kita meyakini bahwa kita tidak akan pernah tahu nasib
yang menunggu kita esok hari (hal 13).
Ada pula kisah berjudul “Kekasih
Rahasia” cerita ini cukup mengejutkan.
Karena kita akan digiring pada ranah cinta yang tidak biasa. Namun yang pasti
cerpen ini cukup menghibur dan membuat kita terbengong di akhir kisah. Haryanto
sangat mencintai Silivia, namun ternyata
gadis itu telah menodai kepercayaan Haryanto. Hal itu tentu saja membuatnya
sedih. akan tetapi dari kesedihan yang dirasakan Haryanto ada sosok lain yang
lebih sedih melihat kenyataan itu. Entah kenapa (hal 19).
Cerita lainnya yang tidak kalah menarik adalah
“Plagiator” sebagaimana judulnya cerpen ini mencoba menyindir pada pelaku
plagiasi yang masih marak terjadi dalam dunia literasi. “Kok ada ya, orang
yang ingin jadi penulis secara instan?” (hal 40). Andra
Gunawan adalah seorang penulis. Suatu hari
dia melihat ada sebuah cerpen yang dimuat koran nasional. Awalnya dia merasa kagum dengan cerita
tersebut, karena sangat menarik dilihat dari segi ide dan eksekusinya. Namun mendadak dia sadar kalau cerpen itu adalah
hasil plagiat dari salah satu sastrawan di Indonesia.
Cerpen “Negeri CCTV’ juga menarik.
Dalam cerpen ini secara halus penulis mengkritisi tentang sifat masyarakat saat
ini, yang terlalu meremahkan
masalah-masalah kecil. Mereka berpendapat tidak apa-apa melakukan sedikit
kesalahan, pasti mereka akan diampuni. Apalagi tidak ada bukti mereka pernah
melakukan kesalahan. Padahal setiap
kecil perbuatan manusia itu pasti akan mendapat balasan masing-masing.
Selanjutkan ada cerpen “Joki CPNS”
dari judulnya kita pasti bisa menebak, bahwa kisah yang dipaparkan penulis, tidak jauh-jauh dari masalah CPNS. Di sini dengan bahasa satire, penulis
mengkritisi proses CPNS yang kerapa kali dilakukan dengan tidak sehat. Karena ternyata banyak orang-orang yang rela
membeli pikiran orang lain untuk mengerjakan tes yang seharusnya dilakukan
sendiri (hal 101).
Selain cerpen-cerpen yang sudah
dipaparkan, tentu saja masih banyak cerpen-cerpen lain yang tidak kalah
menarik. seperti Aborsi, Honor Cerpen,
Ketika Aku Ingin Bunuh Diri, Liliana dan banyak lagi. Secara keseluruhan buku ini sangat asyik
dinikmati. Penulis memaparkan setiap cerita dengan bahasa lugas dan jelas,
sehingga enak dibaca. Hanya saja saya merasa cerpen-cerpen di sini terlalu
mudah ditebak pada bagian ending. Padahal pasti akan lebih seru jika ending itu
mengejutkan dan tidak terduga. Selain itu di sini masih cukup banyak kesalahan
tulis yang saya lihat. Namun lepas dari kekuranganyam buku ini tetap asyik untuk dibaca. Karena dari cerpen-cerpen
yang ada kita bisa merenungkan tentang pesan-pesan yang ingin disampaikan
penulis.
Srobyong, 1 Oktober 2017
No comments:
Post a Comment