Sunday, 12 November 2017

[Resensi] Jalan Dakwah Sunan Kalijaga di Tanah Jawa

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 5 November 2017 


Judul               : Islam Mencintai Nusantara : Jalan Dakwah Sunan Kalijaga
Penulis             : B. Wiwoho
Penerbit           : Pustaka Iman
Cetakan           : Pertama, Mei 2017
Tebal               : 306 halaman
ISBN               : 978-602- 8648-20-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara


Para sarjana berbeda pendapat mengenai kedatangan Islam di Indonesia. Kebanyakan sarjana Orientalis berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke -13 Masehi dari Gujarat (bukan dari Arab langsung). Sedangkan kebanyakan sarjana Muslim berpendapat bahwa Islam sudah sampai ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah—sekitar abad ke -7 sampai abad ke -8 Masehi, langsung dari Arab (hal 13).

Akan tetapi ada satu kenyataan yang disepakati bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Islam, dalam batas-batas tertentu, disebarkan oleh pedagang, bersama atau kemudian dilanjutkan oleh para guru dan pengembara sufi.  Kemudian terjadi perkawinan campuran antara penyebar agama dengan penduduk setempat yang merupakan anak bangsawan Indonesia, sehingga kedudukan sosial mereka meningkat lebih tinggi.

Setelah  para pedagang dan penyebar agama itu memiliki kedudukan yang  cukup kuat, mereka membangun pusat-pusat pendidikan yang lebih dikenal dengan sebutan pesantren. Di Tanah Jawa sendiri kedatangan Islam tidak bisa terpisah dengan sentuhan dari para wali yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Sanga (Wali Sembilan)—sebuah dewan wali yang memiliki otoritas tertinggi dalam keagamaan dan penyebaran agama pada zamannya. Sebagaimana sebutannya Wali Sanga itu terdiri dari sembilan wali. Mereka memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di nusantara.

Dan Sunan Kalijaga merupakan salah satu tokoh sentral dalam proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Dalam pendekatan untuk mengenalkan agama Islam, Sunan Kalijaga ini memiliki cara yang unik.  Sunan Kalijaga melihat bahwa masyarakat masih kental dengan tradisi Hindu, Budha dan kepercayaan-kepercayaan lama. Oleh karena itu dia mencoba menyerap budaya dan tradisi yang sudah ada untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam.   Menurut Sunan Kalijaga menyampaikan ajaran Islam perlu disesuaikan dengan keadaan setempat, sedikit demi sedikit. Kepercayaan, ada istiadat, dan kebudayaan lama tidak harus dihapus. Bahkan diisi dengan unsur dan roh keislamaan.

Salah satu pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga adalah menjadikan wayang kulit sebagai media pendidikan atau dakwah. Di mana dia menampilkan tokoh-tokoh favorit rakyat dalam kisah dialog tentang tasawuf dan akhlakul karimah. Selain itu Sunan Kalijaga juga mengenalkan Islam melalui puisi berbahasa jawa—yang biasanya disebut tembang macapat—yang sampai saat ini masih banyak dipelajari. Salah satunya adalah Suluk Kidung Kawedar, yang terdiri dari 46 bait. Keberadaan Suluk Kidung Kawedar ini, membuat masyarakat senang. Karena Sunan Kalijaga tidak mengecam kepercayaan sudah ada dalam masyarakat.

Misalnya saja dalam bait pertama Suluk Kidung Kawedar dipaparkan,  “Ana kidung rumeksa ing wengi/ teguh ayu luputa ing lara/ luputa bilahe kaleh/ jim setan datan purun/ peneluhan tan ana wani/ miwah penggawe ala/ guna ning wong luput, geni temahan tirta/ maling adoh tan wani ngarah ing mami/ tuju duduk pan sarah.”

Bait ini bermakna, “Ada tembang pujian menjaga malam/ membuat kita selamat dan jauh dari segala penyakit/ terbebas dari segala mara bahaya/ jin dan setan tidak berani/ guna-guna (atau teluh) tidak mempan/ juga perbuatan buruk, dari orang-orang jahat/  api menjadi dingin bagaikan air/ pencuri menjauh tiada yang berani mengincar saya/ segala mara bahaya sirna.” (hal 65-66).

Lalu pada bait-bait berikutnya Sunan Kalijaga mengenalkan tentang sejarah para nabi, sahabat dan keluarganya. Ada pula dipaparkan para malaikat yang mendampingi kita, pentingnya zikir, keutamaan surat Al-Ikhlas dan ayat kursi. Tidak ketinggalan dijelaskan juga tentang ulama-ulama  tasawuf  yang memiliki peran dalam mengislamkan jawa,  serta menganti sesajen dengan sedekah.

Namun dalam dakwahnya,  Sunan Kalijaga tidak langsung  mengecam dan membuang nilai-nilai agama dan kepercayaan lama yang sudah dianut masyarakat. Yang dilakukan Sunan  Kalijaga adalah menyusupkan nilai-niali baru ke dalam agama, kepercayaan dan tata cara dan adat kebiasaan hidup yang sudah ada sebelumnya. Dengan metode dakwah ini, maka Nusantara—khususnya pulau Jawa, diislamkan, sehingga sekarang  menjadi negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia (hal 80).

Buku ini membuktikan bahwa Islam merupakan rahmatan lil alamin dan berwajah ramah. Cara dakwah Sunan Kalijaga menunjukkan kalau tidak ada pertumpahan darah atau paksaan, namun dengan taktik modifiksi budaya yang tidak menyakiti siapapun.

Srobyong, 23 September 2017 

3 comments:

  1. Subhanallah indah sekali ya mbak jalan dakwah wali 9 ....tak seperti zaman now malah da,i nya saling mengkafirkan ...

    ReplyDelete
  2. Subhanallah indah sekali ya mbak jalan dakwah wali 9 ....tak seperti zaman now malah da,i nya saling mengkafirkan ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, perjuangan mereka, para wali sungguh luar biasa. :)

      Delete