Saturday, 4 November 2017

[Review Buku] Tentang Traveling, Cinta, Keyakinan hingga Masalah Keluarga



Judul               : Road to Your Heart ; Love in Ho Chi Minh
Penulis             : Arumi E
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, 2017
Tebal               : 252 halaman
ISBN               : 978-602-03-7180-1

“Yang membuatnya  senang melakukan perjalanan keluarga negeri itu, bukan untuk sok keren, tapi untuk membuka pikiran, menambah wawasan, bertemu orang baru dari berbagai  belahan dunia.” (hal 17).

Perjalanan selalu menyimpan kejutan. Kita tidak pernah tahu apa yang tengah menanti kita di tengah jalan. Apakah perjalanan itu akan lurus dan lancar saja, atau batu kerikil sebagai sandungan yang membuat kita menghadapi hal-hal tidak terduga.

Mengambil latar Ho Chi Minh, Vietnam, novel karya Arumi ini menceritakan tentang  kisah cinta yang menarik dan menggelitik. Karena di sana tidak hanya suguhan cinta yang akan menyapa kita, namun ada juga masalah keyakinan yang akan menjadi taruhan juga masalah keluarga yang cukup pelik, bagi masing-masing tokoh.  Di sisi lain traveling yang dipaparkan dalam cerita, menjadi oase yang akan membuat kita selayaknya ikut menikmati liburan nan indah ini.

Kevin Charles Wyler merupakan pria asal Los Angele yang memilih meninggalkan kota kelahirannya, karena suatu hal untuk melakukan penjelajahan di Asia Tenggara. Dan Vietnam menjadi tempat pertama yang dia datangi. Sedang Tatiana Rawnie adalah muslimah asa Lombok, Indonesia. Karena sebuah misi dia ingin mengunjungi Ho Chi Minh.  Selain untuk traveling, ada seseorang yang selama ini dia rindukan yang ingin dia tememui.

Dua anak manusia ini dengan masalah masing-masing  ini akhirnya tanpa sengaja bertemu di Ho Chi Minh dalam keadaan yang tidak terduga. Kala itu Tatiana yang awalnya pergi traveling dengan Nela dan Jenar—teman seperjalanan sebelum nantinya mereka akan pisah karena beda tujuan—tengah bersiap untuk melakukan penjelajahan ke Cu Chi Tunnel—terowongan peninggalan Vietkong—bersama para wisatawan lainnya. Nah, di sanalah sosok itu—Kevin tiba-tiba muncul dengan kaki dibebat perbang dan membawa kruk duduk di samping Tatiana.

Siapa sangka, kejadian itu kemudian malah membuat Kevin dan Tatiana menjadi dekat. Kevin yang senang dengan pembawaan Tatiana yang unik namun selalu ramah. Dan Tatiana sedang sebangku dengan pria asal Los Angeles, yang ternyata lulusan UCLA—tempat yang sangat ingin Tatiani datangi untuk belajar. Dia bisa banyak belajar dari Kevin.

Dan entah bagaimana, mereka kemudian memutuskan melakukan perjalanan bersama setelah Tatiana berpisah dari Nela dan Jenar.  “Kita sama-sama sendirian. Lebih baik  kalau jalan bersama, kan? Kita bisa saling membantu, saling menjaga, selama perjalanan.” (hal 33). Begitulah yang ditawarkan Kevin. Meski sempat bimbang, Tatiana akhirnya mengiyakan.  Maka perjalanan itu pun dimulai.

Mereka kemudian mengunjungi Mui Ne—sebuah padang pasir yang mirip padang pasir di Gurun Sahara. Lalu menuju  Dalat. Mereka mengunjungi Stasiun Kereta Api Dalat, lalu ke Pagoda Linh Phuoc kemudian ke Crazy House—yang konon katanya bangunan itu terinspirasi dari Hundertwasser House di Vienna (hal 69)

Selain itu, tentu saja masih banyak tempat-tempat menarik yang akan mereka kunjungi.  Seperti Hoi An, Hanoi, dan lain-lain.  Namun siapa sangka, sebuah kejadian yang tidak terduga membuat Tatiana sangat marah besar.   Dia langsung memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri. Tak ada traveling bersama. “Mulai detik ini, jangan ikuti aku lagi. Kita berpisah.” (hal 112).

Tatiana menyadari mungkin perjalanan bersama yang mereka lakukan adalah kesalahan. Seharusnya dia menolak ajakan itu. Bukankah kejadian yang sempat membuatnya syok kala di Cu Chi Tunnel adalah tanda berbahaya jika pergi dengan laki-laki asing? Tatiana merutuki dirinya sendiri yang tidak tegas sejak awal. Mungkina dia memang tertarik dengan Kevin. Tapi apakah rasa itu boleh? Dia sangat sadar, ada jurang dalam di antara mereka. Kevin yang nyaris tak percaya Tuhan dan dia yang selalu memegang teguh iman.

Dan  keadaan semakin runyam., ketika  Luce—mantan kekasih Kevin datang. Dia mengatakan sesuatu yang membuat perut Tatiana bergolak. Haruskan dia percaya dengan cerita Luce atau memercayai Kevin, meski pria itu sempat membuatnya kecewa? Selain harus mengurusi masalah hati yang membuat dilema, Tatiana juga harus berhadapan dengan masalah keluarga yang tidak kalah rumit. 

Lalu bagaimana akhir cerita ini? Siapa yang akan Tatiana percayai? Dan berhasilkah dia bertemu sosok yang tengah dicarinya di Ho Chi Minh? Selain itu kejadian apasih yang sampai membuat Tatiana marah dan alasan apa yang sampai membuat Kevin kabur dari Los Angeles?  Temukan semua jawabannya di sini.

Diceritakan dengan gaya bahasa yang renyah dan empuk, membuat kita tidak bosan menikmati cerita ini. Apalagi dengan suguhan traveling yang memikat. Setting benar-benar teras hidup dan tidak sekadar tempelan. Begitu pula dengan tokoh Kevin dan Tatiana.  Inilah yang menjadikan roh cerita jadi semakin menarik. Saya merasa semua  tokoh sudah mendapat porsi yang pas dalam cerita. Selain itu dengan banyaknya kejutan-kejutan yang dihadirkan Mbak Arumi, membuat cerita ini semakin menarik dan membuat penasaran.

Secara keseluruhan novel ini patut dibaca. Sangat menghibur dan juga memberi wawasan. Karena di sana pun kita jadi mengetahui beberapa sejarah Vietnam. Selain itu kita juga bisa belajar bagaimana menjadi diri sendiri di mana pun berada. Inilah yang saya tangkap dari sifat Tatiana. Dia tidak pernah malu untuk menjalankan ibadah, dan berani menegur jika ada  yang salah. 

“Apapun yang kamu makan dan minum, ingatlah jangan sampai berdampak buruk untuk orang lain dan dirimu sendiri.” (hal 131) 


Hanya saja, pada bagian-bagian akhir ada rasa kisah terlalu tergesa-gesa untuk diakhiri. Padahal menurutku itu adalah awal romansa yang lebih menggelitik. Mungkin saking sayangnya mau mengakhiri perjalanan baca novel ini. J Namun lepas dari kekurangan aku sangat menikmati kisah ini. Dan sayang banget buat dilewatkan.

Di antara quote yang aku suka adalah “Cobalah terus. Keberhasilan itu sering kali datang di usaha yang sudah lebih dari dua kali.”  (hal 150).  Di sini kita dingatkan untuk tidak mudah menyerah.




Srobyong, 4 November 2017 

2 comments: