Wednesday 19 November 2014

[Buku] Manajemen Hati Madrasah Jiwa Part 1 "Pendahuluan"





KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt.yang telah menberikan rahmat  dan inayah kepada kita, rahmat beragama islam dan menjadikannya umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Shalawar serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungn agung kita Nabi Muhammad saw. yang telah membawa rahmat bagi alam semesta dan member petunjuk jalan menuju keselamatan, juga kepada keluarga, sahabat,  dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya” (QS.as-Syams: 9-10)

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.”(QS.al-A’la: 14-15)

Sungguh beruntung orang yang mengembangkan jiwanya dan meninggikannya dengan takwa yang terbingkai dalam bentuk ilmu dan amal. Dengan itu ia mendapatkan segala yang diingankan dengan selamt dari segala keburukan. Dan sungguh rugi orang yang mengerogoti dan menyembunyikan jiwanya dengan kekejian yang terbingkai dalam bentuk kebodohan dan kefasikan.

Ketahuilah penyucian yang terpuji adalah membersihkan jiwa dari syirik, segala dosa dan maksiat. Dengan cara menambah takwa kepada Allah sang pencipta alam. Nabi saw pernah berdoa yang berbunyi
“Ya Allah berilah jiwaku takwanya, Engkau adalah sebaik Zat yang mensucikannya, Engkau adalah pemilik dan penguasanya.”

Hal yang mendorong penulis untuk membuat manajemen hati madrasah jiwa adalah melihat dari pola kehidupan modern saat ini yang lebih condong pada kehidupan yang hedonisme, yang lebih mementingkan kesenangan dunia. Jiwa mereka terobsesi dengan hingar bingar keindahan sementara dari dunia luar yang terekspos bebas di semua media.

Waktu mereka habis dengan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti, ketika kita tahu sebagian masyarakat lebih suka menghabiskan membaca Koran harian dari pada membaca Al-quran setiap harinya. Banyak yang lebih menyukai mendengakan music modern saat ini dari pada bershalawat nabi atau mendengarkan pengajian untuk mensucikan hati.

Saya tidak menyalahkan siapaun dalam pihak ini, karena saya sendiri masih proses belajar untuk memperbaiki diri, namun hal yang membuat saya miris adalah para pemuka agama saat ini juga belum bisa memberi tauladan yang baik untuk umatnya, ini bertolak belakang dari apa yang telah di dakwahkannya.

Saat ini hampir seluruh masyarakat lebih mementingkan kehidupan dunia dari pada akhirat. Mereka sibuk dengan ketamakan dan angan-angan semu yang tudak ada habisnya.

Kita disini hidup untuk saling mengingatkan, maka dari itu dalam pembuatan buku ini saya ingin sedikit memberi nasihat untuk kita semua agar bisa lebih memperbaiki diri mulai dari saat ini.

Terakhir, saya memohon kepada Alllah agar nantinya  kita semua mendapat petunjuk dari Nya dan ditunjukkan jalan lurus untuk selalu mendekat padaNya, Dia Zat yang paling mulia.

Mahasuci Engkau ya Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang, aku berserah diri pada Mu memohon ampun dari dosa-dosaku, juga memohon akan rahmat dan kasih Mu.

31 Desember 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................... ii
DARTAR ISI............................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN........................................ 1
A.    Hati Sebagai Tombak Menuju Cahaya............ 1
B.     Takut Kepada Allah........................................ 4
C.     Madrasah Jiwa................................................ 6
D.    Hati Sebagai Raja Bagi Manusia..................... 8
BAB 2 SIFAT-SIFAT JIWA..................................... 11
A.    Berubah-Ubah................................................. 11
B.     Tenang............................................................. 13
C.     Menyesali........................................................ 15
D.    Menyuruh Pada Kejahatan.............................. 16
E.     Membisikkan untuk Melakukan
Perbuatan Baik dan Buruk.............................. 16
F.      Menghiasi Perbuatan Buruk............................ 17
BAB 3 METODE MADRASAH JIWA.................... 19
A.    Ikhlas............................................................... 19
B.     Sabar............................................................... 17
C.     Tawakal........................................................... 23
D.    Intropeksi Diri................................................. 29
E.     Pengendalian Jiwa........................................... 33
F.      Metode-Metode Pendidikan Jiwa................... 35
BAB 4 MENSUCIKAN JIWA.................................. 43
A.    Membaca Al-Qur’an....................................... 43
B.     Zikir Kepada Allah......................................... 45
C.     Shalat Tahajud atau Qiyamul Lail................... 49
D.    Infak di Jalan Allah......................................... 51
E.     Zuhud dan Qana’ah........................................ 53
F.      Tawadhu’ atau Rendah Diri dan
Mengingat Mati............................................... 56
BAB 5 MANFAAT MADRASAH JIWA................. 61
A.    Membuat Akhlak Mulia.................................. 61
B.     Syukur dan Bahagia........................................ 62
C.     Ridha............................................................... 63
D.    Optimis dan Lapang Jiwa............................... 64
E.     Takut, Menyesal, Rindu.................................. 65
F.      Merasa Dekat dengan Allah Swt.................... 66
DAFTAR PUSTAKA................................................ 68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................. 70



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Hati Sebagai Tombak Menuju Cahaya
Hati ( al-qalb). Hati diperuntukkan untuk dua makna:
1.         Danging sanubari (liver) yang ada di sisi kiri dada. Pada bagian dalam daging tersebut terdapat lubang yang berisi darah yang berwarna hitam yang merupakan pusat dan tempat menetap ruh hewani.
2.         Cahaya lembut ketuhanan yang bersifat rohani (lathifah rabbaniyah ruhaniyah). Cahaya ini mempunyai kaitan benda dengan hati fisik, seperti hubungan antara sifat dengan zat dan sifat dengan yang disifati. Cahaya ini merupakan hakikat menusia yang mampu memahami, mengetahui, yang di khitab, dituntut, diganjar dan disiksa.[1]
Ketika Alquran dan Sunnah menyinggung kata hati, maka yang dimaksudkan adalah makna daya paham manusia terhadap segala hakikat perkara. Akal, terkadang disebut sebagai hati jasmani yang ada dalam dada. Sebab, antara hati jasmani dengan cahaya lembut yang mengandung daya paham tersebut memiliki hubungan khusus. Hubungan kelembutan dengan seluruh tubuh adalah melalui hati jasmani. Hati jasmani merupakan kerajaan, kendaraan dan sekaligus sebagi pusat bagi seluruh gerak dan langkah tubuh. Jadi, kaitan santara hati jasmani serta dada, dinisbatkan kepada manusia adalah ibarat nisbat ‘Arsy dan kursi dari Zat Allah.[2]
Kebahagiaan itu terletak pada hati, ketika ada rasa syukur dan ridha menerima keadaan yang ada kepada Ilahi Rabbi.
Hati orang yang beriman (qalb al-mu’min) itu adalah hati yang paling lemah lembut. Hati inilah yang menjadi tempat bersemayamnya Allah. Berkenaan dengan ini, Nabi saw bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ تَعاَلَي انِيَةً مِنْ اَهْلِ اْلاَرْضِ وَانِيَةُ رَبِّكُمْ قُلُوْبُ عِباَدِهِ الصّاَلِحِيْنَ وَاَحُبَّهاَ اِلَيْهِ اَلْيَنُهَا وَاَرَقَّهَا (روه الطبرني)
Sesungguhnya Allah mempunyai wadah yang berada pada penduduk bumi, wadah Rabb kalian adalah hati hamba-hamban-Nya yang saleh, dan diantara mereka yang paling disukai-Nya adalah yang paling lemah-lembut hatinya.[3]
Kita memang perlu menjaga hati ini agar nur Ilahi senantiasa masuk ke dalamnya. Hati jenis ini bagaikan radar yang mampu menangkap isyarat-isyarat ilaiyah yang terjadi baik yang bersumber dari peristiwa pribadi maupun peristiwa yang terjadi disekitarnya. Yang pada gilirannya, dirinya menjadi manusia yang terjaga dari perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah swt. Ia lebih menyukai mengkonsumsi makanan yang halal dan diridhoi oleh Allah swt. Meskipun sederhana, makanan itu sangat nikmat baginya. Dunia seisinya ini bagaikan berada dalam genggamannya. Berkenaan dengan ini, Nabi saw bersabda 
مَنْ آَصْبَحَ آمِنًا فِي سِرِّبِهِ, مُعَافًى فِى بَدَنِهِ, عِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ, فَكَآَ نَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا (روه الترمذي)
Barangsiapa yang damai hatinya, sehat badannya, ada makanan yang untuk dimakannya sehari itu, seakan-akan telah berkumpul pada tangnnya dunia seisinya. (HR. Tirmidzi)[4]

Nabi menempatkan kedamaian hati pada tingkat pertama untuk meraih kebahagiaan hidup. Jika hati kita kotor atau rusak, dapat dipastikan kegelisahan dan penderitaanlah yang akan kita alami.
Seperti syair-syair yang diungkapkan oleh Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) :
Bila hati kian bersih pikiran akan jernih
Semangat hidup kan gigih prestasi mudah diraih
Namun bila hati keruh batin selalu gemuruh
Seakan dikejar musuh dengan Allah kian jauh
Bila hati kian suci tak ada yang tersakiti
Pribadi menawan hati cirri mukmin sejati
Tapi bila hati busuk pikiran jahat merasuk
Akhlak kian terpuruk jadi makhluk terkutuk
Bila hati kian lapang hidup susah tetap tenang
Walau kesulitan dating dihadapi dengan tenang
Tapi bila hati sempit segalanya jadi rumit
Seakan hidup terhimpit lahir batin terasa sakit
Seakan hidup terhimpit lahir batin terasa sakit. 
        Hati itu memiliki dua tentara : tentara yang dapat dilihat dengan mata kepala dan tentara yang tidak dapat dilihat, kecuali dengan mata hati. Hati itu berkedudukan raja. Dan tentara itu berkedudukan pelayan dan pembantu. Inilah arti tentara.  [5]
        Adapun tentara yang dapat disaksikan dengan mata, ialah: tangan, kaki, mata, telinga, lidah dan anggota-angota tubuh lainnya yang zhahir dan yang batin. Ketika hati meminta mata terbuka niscaya mata akan terbuka. 
        Dan kendaraan hati adalah tubuh. Dan perbekalannya ilmu. Dan sesungguhnya sebab-sebab yang menyampaikannya kepada perbekalan dan yang menetapkannya dari perbekalan itu adalah amal salih.
B.     Takut Kepada Allah
Takut kepada Allah adalah perasaan dimana kita merasa Allah selalu mengawasi kita dimanapun kita berada. Kita merasa selalu bersama Allah  dan kita takut melakukan hal-hal yang buruk karena Allah mengawasi setiap getar hati atau langkah kemana kita pergi. Dalam berdoa atau beramal kita kadang takut amal kita tidak diterima oleh-Nya. Firman Allah dalam surat al mu’minun

dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka[6] ( Al-Mu’minin:40)
       
        Allah berfirman dalam surat An-Nazii’at ayat 40-41 :
 
dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).( An-Naazi’at: 40-41)[7]
        Maka Allah menyuruh supaya kita takut kepadaNya, mewajibkannya bahkan menjadikan rasa takut kepada Allah syarat iman, sebab tidak dibayangkan seorang mu’min terlepas dari rasa takut kepada Allah meskipun sekecil-kecilnya, sebab rasa takut itu sesuai dengan ma’rifat dan mengenalnya pada Allah dan ma’rifat itu berarti iman.[8]
        Nabi saw bersabda: “pokok dari semua hikmat(intisari dari ilmu) ialah takut kepada Allah.”

        Rasa takutlah yang menahan jiwa mereka dari hawa nafsu, dan ikut terus dalam peperangan melawannya untuk menhinakannya, serta mengalihkannya dari jiwa yang menyuruh pada keburukan (ammaarah bis-suu) kepada jiwa yang tenang (muthma’innah) dan jiwa yang menyesali perbuatan salah dan karena tidak banyak berbuat baik (lawwaamah).[9]
Tidak diragukan lagi bahwa generasi sahabat adalah manusia yang paling takut kepada Allah swt. Juga meraka paling baik dari kebaikan. Karena itu, Rasulullah memuji mereka. Mereka juga generasi yang paling mengetahui tentang metode madrasah jiwa, bagaimana mendidik jiwa agar slalu berada dalam jalan Allah swt.
C.    Madrasah Jiwa
Selain keharusan memanejemen hati, kita juga harus selalu mewaspadai nafs (jiwa). Karena jiwa yang tidak terawat bisa mempertebal hijab kita kepada Allah. Para penulis sufi menggunakan nafs merujuk pada sifat-sifat dan kecenderungan buruk kita. Kendati dikian, Allah mengilhamkan jiwa dengan kejelekan (fujur) dan ketakwaan (taqwa). [10]Firman Allah dalam surat Asy-Syams ayat 7-10 Artinya :


7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.[11]

Firman Allah ini mengandung pengertian bahwa manusia mempunyai kesempatan menentukan pilihannya: kebaikan atau kejelekan. Namun, semua pilihan ada risikonya.
Menurut visi Hazrat Inayat Khan, jiwa menusia datang dari sumber Ilahi, bagaikan sinar memancar dari matahari dan berkelana melewati lapisan-lapisan langit hingga  memanivestasi di atas bumi. 
Pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk belajar, sehingga sangat di perlukan adanya madrasah jiwa, agar manusia bisa mendidik jiwa tersebut agar tidakmemilih jalan yang salah, dalam madrasah jiwa kita bisa mencontoh pada masa tabi’in.
Madrasah pendidikan jiwa pada masa tabi’in dan orang-orang setelah mereka terus-menerus bersanding dengan madrasah-madrasah fiqih, bahasa, Al-Quran, dan As-Sunnah. Bahkan para imam dalam ilmu-ilmu ini adalah ahli ibadah dan orang zuhud pada zaman itu, karena mereka lulus dari madrasah-madrasah pendidikan jiwa.
Salah satu dasar utama yang disandarkan madrasah-madrasah itu, dari genrasi-generasi itu adalah menyakinkan bahwa Allah swt. tidak ,memerlukan sesuatu terhadap hamba-hambaNya. Firman Allah:
“ Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah-Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi maha terpuji.” (Faathir:15)
Dasar pendidikan ini adalah salah satu factor pendorong utama bagi generasi tabi’in untuk pendidikan jiwa dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam mendidik jiwa dan imannya.[12]
 
D.    Hati Sebagai Raja Bagi Manusia
Pernah disebutkan bahwa hati memiliki dua tentara, yaitu tentara yang  dapat dilihat dan tidak dapat dilihat kecuali dengan pandangan batin. Posisi hati sebagai raja, sedangkan pasukan-pasukannya adalah pembantu dan pendukung.
Pasukan yang dapat dilihat dengan mata indrawi antara lain tangan, kaki, telinga, mata dan lidah. Jumlah pasukan hati ini terangkum dalam tiga bagian:[13]
1)      Pasukan yang membangkitkan selera, seperti syahwat. Sementara ada pasukan yang menahan serangan berbahaya seperti amarah, dan pasukan pembangkit yang dinamai dengan kehendak.
2)      Pasukan yang menggerakkan anggota badan untuk meraih maksud-maksud tersebut. Nama untuk pasukan ini disebut dengan kekuasaan.
3)      Pasukan yang mampu memahami dan mengatahui segala sesuatu, seperti intelejen. Pasukan ini terdiri dari daya dengar, daya lihat, daya cium, daya raba dan daya sentuh.
Hati membutuhkan  pasukan-pasukanyang disebutkan tadi. Sebagai bentuk butuhnya hati kepada kendaraan dan bekal untuk mengarungi perjalanan menuju Allah, sekaligus melintasi berbagai maqam untuk bertemu denganNya, untuk tujuan ini hati diciptakan. Adapun kendaraan hati adalah badan, sementara ilmu adalah dan amal adalah bekalnya.
Maka dari itu, diperlukan madrasah jiwa, pendidikan jiwa dan hati agar bisa lebih dekat dengan Ilahi rabbi. Agar hati dan jiwa menjadi bersih, menjadi pribadi yang budi pekerti.
Tujuan saya menulis tentang madrasah hati dan jiwa adalah sebagai pengingat kembali dan untuk menjadi renungan bagi kita semua yang ingin memperbaiki diri dan mencoba mendekat pada Ilahi rabbi. Dan Allah adalah pemberi petunjuk kepada segala makhluk yangdikehendakiNya.


Menunggu Bab 2



No comments:

Post a Comment