Thursday 27 November 2014

[Cerpen Horor] Kejutan Sepulang Kerja




Judul :Kejutan Sepulang Kerja
Genre : Horor
Oleh :Kazuhana El Ratna Mida/ Ratna Hana Matsura

Aku melirik jam dinding toko tempat kerja. Sudah jam sepuluh malam ternyata. Segera deh bergegas pulang. Mentang–mentang rumahku dekat, hampir setiap hari selalu dapat jatah lembur dan pulang larut malam.

Memang nasib. Pulang selarut ini sendirian menapaki gang kecil yang selalu gelap gulita. Tapi ya, sudahlah.

Segera aku raih jaket dan kurekatkan erat pada tubuh ini. Dingin! Maklum musim hujan sudah mulai menyapa.

“Sudah mau pulang, Na?” tanya bosku—Mbak Indah yang masih menghitung berdiam di ruang kasir.

“Iya, Mbak. Aku duluan, sudah larut soalnya. Dan hari ini aku tak dapat jemputan,” ucapku nyengir.

“Oke, deh. Hati-hati di jalan,” pesannya.

Kalau masalah hati-hati, aku sudah sangat teliti. Maklum memang tipe seorang yang tidak grusa-grusu.

Kulangkahkan kaki mulai menapaki malam sendiri. udara dingin sangat menusuk sukma. Malam ini dinginnya luar biasa. Aku semakin merekatkan jaket. Hujan yang turun tadi, meninggalkan jejak yang masih tersisa di sini. becek. Banyak petilasan air yang menggenang di sana-sini.

Aku jadi, harus super lambat untuk menghindari lubang itu, kalau tidak ingin terjerembab. Tumben sekali, jalan-jalan terlihat sepi. Biasanya banyak pemuda-pemudi yang nongkrong ngobrol sana-sini.

Peduli amat. Itu malah membuat aku sedikit lega, karena tak ada yang menggoda tiap melewati jalan itu.

****

 “Na! Baru pulang?” suara yang aku kenal membuatku menghentikan langkah. Aku berbalik melihat sosok suara berasal.

“Iya, Mbak. Tadi lembur soalnya,” jelasku dengan riang.

“Lho, Mbak Ros sendiri dari mana?Kkok tumben keliaran sendiri di sini?” tanyaku bingung. Tumben setahuku dia itu cewek penakut yang suka mengurung diri.

“hehehe, aku mencari udara segar saja,” jelasnya dengan senyam-senyum.

“Terus sudah dapat angin segar belum?” tanyaku menggoda.

“Pastinya sudah, makanya ini aku mau pulang, eh malah lihat kamu,”lagi-lagi dia memamerkan senyum manisnya.

“Okelah, kalau gitu kita pulang bareng. Toh rumah kita berdempetan,” ucapku senang. Hitung-hitung ada teman perjalanan. Sebentar lagi kami akan memasuki gang kecil menuju rumah. di sana terkenal angker dengan segala mitos yang ada.

Kadang aku harus berperang melawan takut juga jika terpaksa pulang sendirian. Untung malam ini aku bertemu Mbak Ros. Jadi paling tidak bisa sedikit melegakan hati. kalaupun ada hantu kan bisa lari berdua.

Dalam perjalanan kami mengobrol sana-sini. Entah tentang pendidikan atau pekerjaan. Aku kadang iri dengan dia yang begitu berkecukupan. Setelah lulus SMA bisa langsung masuk kuliah. Beda dengan aku, mesti kerja dulu, mengumpulkan tabungan baru bisa sekolah. Ya, aku rencana baru mau kuliah tahun depan. Mumpung bertemu jadi sekalian tanya-tanya.

“Jadi, kamu mau kuliah nih ceritanya?” tanyanya dengan ramah.

“Iya, Mbak. Ibu juga sudah mengizinkan. Mbak Indah juga boleh. Bisa kerja sambil kuliah, jadi kenapa tidak aku coba,” aku menjelaskan.

“Oke, nanti kalau sudah ada info aku kabari ya,” ucap mbak Ros.

***

Dari tadi berjalan, rasanya lama sekali. Padahal biasanya lima belas menit aku bisa sampai rumah. Tapi kenapa kali ini berbeda? Aku mengernyitkan kening. Kulirik jam tangan. Sudah jam sebelas? Apa tidak salah? atau jamnya mati. Entahlah aku lupa. Seingatku tadi di toko masih menyala.

“Kenapa, Na? kok pucat gitu,” tepukan halus mbak Ros cukup mengagetkan aku.

“Ngak mbak, cuma aneh saja. Jam tanganku masak iya mati? Aku pulang dari toko kan jam sepuluh, tapi jamku sekarang sudah jam sebelas. Tidak mungkinkan kita berjalan satu jam lamanya hanya untuk sampai rumah?” tanyaku bingung.

“Jam kamu mati mungkin, Na,” ucapnya ikut memperhatikan jamtanganku.

“Ya, sudah. Ayo lanjutkan perjalanan lagi,” ucapku kembali ceria. Melangkan kaki dengan riang.

**** “Na! Kamu mau ke mana?” aku kembali mendengar suara yang tak asing di telinga. Malam ini kenapa banyak kebetulan yang terjadi,ya?

“Lho, Mas Fatih? Katanya tidak bisa menjemput aku?” tanyaku bingung.

“Mas juga baru pulang, Na. Kamu ngapain keluyuran ke sini malam-malam sendirian?” tanya mas Fatih.

“Aku ngak sendirian kali, Mas. Aku bareng mbak Ros, tuh orangnya,” aku menuding ke arah tadi mbak Ros berdiri. Kok tidak ada? Aku yakin tadi dia di sana.

“Jangan ngawur deh kamu, Na. Mbak Ros sedang menginap Semarang. Masak kamu lupa?” benar juga. Aku baru ingat, lalu siapa yang sedari tadi bersamaku? Aku merinding.

“Dan lagi apakah kamu lupa jalan pulang ke rumah?” Mas Fatih menatapku.

“Maksud, Mas, apa sih. Aku tidak mengerti. Bukankah setelah belokan ini kita akan sampai rumah?” aku masih berdebat dengannya.

“Na, lihat dengan jelas, apa yang ada di belakangmu deh. Kenapa sih dengan penglihatanmu?” Mas Fatih menyuruhku berbalik.

Dan kulihat berjejer makam tepat dihadapanku. Aku mundur beberapa langakah. kugenggam erat tangan Mas Fatih.

“Lho, kok aku bisa di sini, Mas?” tanyaku tidak paham.

“Mana Mas tahu. Tadi aku ke toko, katanya kamu sudah pulang. Aku tunggu dipertigaan tidak muncul juga. Aku kan jadi cemas, adik Mas ini ke mana malam-malam?” ucapnya panjang lebar.

Aku memantung, melihat mbak Ros yang ini melambai padaku. Bukan dengan sosok sebagai mbal Ros, tapi sosok asli. Nyaring suara tawnya berbunyi. Aku memeluk erat punggung Mas Fatih.

“Ayo, Mas. Pulang sekarang!” ucapku dengan ngeri. Baru aku ingat ini malam jumaat. Malam para demit berkeliaran di mana-mana.
Ini namanya kejutan sepulang kerja bisa ngobrol bareng sama mbak kunti.

“Hihihihihi.”

---The End---
Srobyong, 24 November 2014.

No comments:

Post a Comment