Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 18 November 2018
Judul :
Turtles All The Way Down
Penulis : John Green
Penerjemah :
Prisca Primasari
Penerbit :
Qanita
Cetakan :
Pertama, April 2018
Tebal :
344 halaman
ISBN :
978-602-402-115-3
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Buku ini ditulis oleh John Green, penulis yang
sebelumnya telah melahirkan buku best seller “The Fault in Our Stars”
dan “Looking for Alasaka”. Sebagaimana buku sebelumnya, karya John
Green ini pun telah mendapat banyak perhatian dan telah dinanti-nantikan oleh
pembaca. Maka tidak salah jika kemudian buku terbarunya kembali mendulang
sukses. Bahkan buku ini telah menyabet beberapa penghargaan bergengsi. John
Green telah berhasil mengharu birukan para pembacanya lewat kisah yang
romantis, humanis dan filosifis. Lewat
buku ini secara tidak langsung juga telah menunjukkan, bahwa John Green identik
suka menulis kisah dengan latar tokoh yang berpenyakit.
Menceritakan tentang kehidupan Aza Holmes, gadis
yang jika terlihat dari luar nampak biasa dan tidak memiliki masalah. Akan
tetapi ketika kita mengenalnya lebih dekat, maka kita akan tahu, bahwa dia
memiliki kecenderungan suka gugup dan
khawatir. Dia memiliki penyakit OCD—obsessive compulsive disorder. Mengutip
dari artikel karya Novita Josep, di web
hello sehat, OCD adalah sebuah gangguan psikologi yang dapat mempengaruhi
pikiran (obsesif) dan perilaku (kompulsif) manusia. Kelainan ini akan menaganggu pikiran
penderitanya dengan menghasilkan rasa gelisah, cemas, khawatir, takut dan
menuntut hal yang sama berulang kali.
Aza selalu memiliki kekhawatiran berlebih, sehingga
sering kali memunculkan berbagai pikiran di kelapa seperti, berbahayanya
tentang gejala infeksi bakteri Clostridium difficile, yang bisa berakibat fatal pada dirinya,
mikroba manusia dan banyak lagi. Sehingga dia perlu membersihkan diri lagi dan
lagi. Meski berbeda, Aza tetaplah remaja
biasa yang tetap bersekolah dan bergaul, meski harus berperang dengan
pikirannya sendiri. Aza memiliki sahabat
terdekat bernama Daisy, yang telah mengenal berbagai tindakan aneh yang kerap
terjadi pada Aza.
Kehidupan dua remaja itu awalnya berjalan normal,
hingga suatau hari Daisy mengajak Aza untuk menyelidiki hilangnya seorang
miliarder—Russell Pickett—yang berhadiah seratus ribu dolar. Untuk itulah
mereka perlu mendekati putra sang miliarder untuk mengorek keterangan. Namun
siapa sangka, putra miliarder tersebut, ternyata teman lama Daisy di masa
kecilnya dulu, Davis Pickett.
Dan di sinilah masalahnya, dalam upaya menyelidiki
keberadaan Russell Pickett, Aza malah terjebak dalam zona cinta dengan Davis. Keadaan yang kemudian membuat Aza
kembali mengamali dilema berat terhadap pikirannya sendiri. Aza sangat
menyadari bagaimana takutnya dirinya jika harus berdekatan dengan orang lain,
saling bergesekan, jika di dalam pikirannya sering tumbuh ketakutan dan
kekhawatiran tentang bakteri yang
tiba-tiba bisa menyerang dirinya.
Meskipun Aza melakukan pengobatan dengan sesi konseling, hal itu tidak
mengurangi kekhawatiran dan ketakutan yang sering bersarang di kepalanya.
Belum lagi masalah lain yang muncul, yang membuat
Aza harus berpikir ulang dalam menetukan keputusan terbaik. Karena hal itu bisa memengaruhi
kehidupan orang lain. Fakta menarik yang tidak sengaja dia temukan, ternyata
bisa jadi akan menimbulkan kesengsaraan bagi Davis dan adiknya.
Membaca kisah ini, kita akan dihadapkan pada
petualangan gadis remaja yang cukup menarik. kecerdasan menganalisa situasi
patut untuk diacungi jempol. Dan lagi, meski Aza memiliki ketakutan tersendiri
dalam hidupnya, dia tetap berusaha menjalaninya dengan baik. Novel ini
menggagas tentang keuletan hidup yang dipadukan dengan kisah kekuatan
persahabatan serta ketulusan cinta. Membuat kita seperti melihat langsung kisah
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Hanya saja bagi saya sendiri, novel ini belum
sepenuhnya membuat saya jatuh cinta. Pada beberapa bagian, saya merasa ada alur cerita,
yang cukup membosankan. Saya juga kurang suka dengan gaya bahasa penulis
yang menurut hemat saya kurang lugas dan cukup sulit untuk dicerna. Memang
benar kesuksesan sebuah buku tidak menjamin sebuah buku bisa dibaca dan disukai
semua orang. Karena pada dasarnya semua kembali pada selera masing-masing
pembaca.
Namun lepas dari kekurangannya novel ini banyak mengajarkan
untuk berdamai dengan rasa takut. Bahwa kita harus berani menghadapi hidup.
Tidak apa-apa kadang kita jatuh dan sedih, namun kita harus kuat dna terus
melangkah.
Srobyong, 11 November 2018
No comments:
Post a Comment