Wednesday 19 November 2014

[Buku] Manajemen Hati Madrasah Jiwa Part 2 "Sifat-Sifat Jiwa"





BAB 2
SIFAT-SIFAT JIWA

Jiwa yang Allah titipkan pada kita memiliki banyak sifat yang harus kita ketahui, karena banyak sifat dari jiwa itu yang kadang berlawanan dengan sifat-sifat baik yang ada. Karena pada dasarnya sifat jiwa itu sering berubah-ubah dengan cepat, kadang menjadi pencerah diri, juga kadang bisa menjadi racun dan gelap sehingga menjerumuskan sang pemilik hati. Disini akan dibahas sedikit dari banyaknya sifat-sifat jiwa sebagai bahan renungan kita semua.
A.    Berubah-Ubah
Allah berfirman dalam surat As-Syams ayat 7-10 yang artinya: 
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”(As-Syams :7-10)
Ketahuilah kiranya, bahwa hati itu seolah-olah menjadi tujuan yang selalu mendapat bahaya dari semua penjuru. Maka apabila sesuatu menimpa kepada hati, yang membekas padanya, niscaya menimpa kepadanya dari segi lain sesuatu yang berlawanan dengan yang tadi.
Jiwa adalah bagian dari hati yang mempengaruhi satu sama lain atau saling berkaitan. Baik jiwa ataupun hati memiliki sifat berubah-ubah atau bolak-balik.
Sebagaimana firman Allah  dalam surat Al-An’am ayat 110
110. dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.( Al-An’am: 110)


Sabda Nabi saw:
يَامُقَلِّبَ الْقُلُبْ ثَبِتْ قَلْبِي عَلَى دِنِيْكَ.
Wahai Yang membolak balikkan hati! Tetapkanlah hatiku pada AgamaMu.

Nabi saw bersabda : “ Hati itu seperti bulu ayam pada tanah sahara, dibolak-baikkan oleh angin, muka belakang.[14]

Semua perbolak-balikan ini dan segala keajaiban perbuatan Allah Ta’ala pada membolak-balikannya, dimana ma’rifah tidak mendapat petunjuk kepadanya, maka ia tidak diketahui, selain oleh orang-orang yang bermuraqabah dan menjaga keadaannya serta Allah Ta’ala.
Sifat jiwa yang berubah-ubah pada dasarnya sudah ditetapak oleh Allah yang memberikan dua jalan atau pilihan yaitu untuk melakukan kebaikan atau keburukan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-balad yang artinya:
“ Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”[15]
Dua jalan yang dimaksud di sini adalah jalan kebaikan dan jalan kejahatan.
Jiwa yang tersembunyi di dalamnya bebagai bentuk persiapan. Risalah-risalah, arahan-arahan dan factor-faktor eksternal membangkitkan persiapan-persiapan dan menajamkannya serta mengarahkannya ke sini atau ke sana. Namun, ia tidak menciptakan suatu ciptaan, karena jiwa adalah ciptaan yang fitrah, ciptaan berbentuk alami, dan diberi ilham secara tersembunyi dari Sang Pencipta.
Karena itu, bohong jika ada kedustaan yang mengatakan mereka tidak bisa melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Manusia telah diberi hak untuk memilih antara yang baik dan buruk.
B.     Tenang
Allah swt berfirman, dalam surat al-Fajr 27-30 ;
 
27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
30. masuklah ke dalam syurga-Ku.

Imam al-Qurtubi berkata, “ Jiwa yang tenang adalah yang tenang dan yakin, yakin bahwa Allah Tuhannya dan tunduk untuk itu.”[16]
Ibnu Abbas berkata, “ Yaitu tenang dengan pahala-pahala dari Allah.”
Hasan al-Bashri berkata, “ Sesungguhnya Allah swt.Jika menghendaki menarik roh hambaNya yang mukmin, jiwanya tenang menuju Nya, dan tenang kepada jiwanya.”
Sayyid Quthb mengatakan tentang jiwa ini, “Tenang dalam kenahagiaan dan kesengsaraan, dalam keluasan dan kesempitan, dalam nikmat dan dalam ketidaadaan nikmat. Tenang, maka tidak ragu; tenang, maka tidak menyeleweng; tenang, maka tidak akan tersesat di jalan; dan tenang, maka tidak akan kebingungan di hari penuh keguncangan dan menakutkan (hari kiamat).[17]
Ketika manusia dalam masalah, dalam musibah, merasa ragu, takut, ataupun lalai, mereka tetap tenang dan tegar seperti batu karang, rasa tenang yang dimilikinya membuatnya menjadi seorang yang selalu kuat dan tegar dalam segala situasi.
C.     Menyesali 
“Tiadalah Allah mengetahui suatu penyesalan dari seorang hamba atas perbuatan dosanya kecuali Allah mengampuni sebelum ia meminta ampun (kepadaNya.)” (HR. Hakim melalui Aisyah r.a)[18]
Allah berfirman  al-Qiyamah ayat 2
 
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)
Maksudnya: bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan.
Berkata Qurrah bin Khalid, dari Hasan al-Bashri mengenai kandungan ayat ini, “ Sesungguhnya seorang muslim, demi Allah, kami tidak melihat, kecuali menyesali jiwanya. Aku tidak menginginkan denha makananmu. Aku tidak menginginkandengan pembicaraan jiwaku.
Imam Mujahid  menyifati jiwa ini, “Ia adalah yang mengecam dan menyesal apa yang telah lalu, maka jiwanya menyesal dengan keburukan yang telah dilakukannya, dan atas kebaikannya,kenapa tidak banyak dilakukan.”[19]
Asy-Syahid Sayyid Quthb rahimahullah berkata, “jiwa yang menyesal (lawwamah) yang bangkit, siaga, takut, siap menghadapi musuh-musuh dari nafsu syahwat yang mengintropeksi jiwanya, dan melihat sekelilingnya, sehingga tampak jelas hakikat hawa nafsunya, dan berhati-hati akan kelicikan jiwanya, ialah jiwa mulia yang mengikuti Allah. Sehingga, sampai mengingatkannya berbuat untuk hari kiamat.[20]
D.    Menyuruh Kepada Kejahatan
Sifat ini disebutkan Allah  dalam Al-Qur’an ketika menuturkan perkataan istri seorang menteri, Zulaikha.
“ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyeluruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesunguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 53)
Yaitu, “ Aku tidak menganggap suci jiwaku, dan tidak menganggap bersih dari perbuatan keji, karena manusia cenderung kepada nafsu dan syahwat.”[21]
Jiwa memang cenderung kepada syahwat, maka dari itu diperlukan pendidikan jiwa agar bisa memanaje jiwa itu sendiri menjadikan jiwa yang buruk menjadi jiwa yang baik.
E.     Membisikkan Untuk Melakukan Perbuatan Baik Atau Buruk
Mengetahui rekayasa setan, tampak dengan jelas bagi anda dengan cara mengetahui bisikan hati dan pembagiaannya. Mengenai pembagian bisikan hati, ketahuilah bahwa lintasan bisikan hati mempunyai pengaruh dalam hati seorang hamba dan membangkitkan untuk melakukan atau meninggalkan perbuatan, semua dating dari Allah karean Allah pencipta segalanya. Kalau dirinci, bisikan hati terbagi menjadi empat macam yaitu:[22]
v  Bisikan hati yang datang dari Allah sebagai sebagai bisikan awal, maka disebutlah Al-Khatir (pengusik).
v  Lintasan hati yang sesuai kareakteristik manusia yang disebut dengan an-Nafs (Jiwa).
v  Bisikan hati yang datang dari ajakan setan disebut dengan waswas.
v  Bisikan hati yang dating dari Allah yang disebut Ilham.
Pahamilah, bisikan yang datang dari Allah, pada awalnya berupa kebaikan, kemuliaan dan dukungan argumentasi. Tetapi, kadang-kadang berupa keburukan atau ujian.
Lintasan yang datang dari pemberian ilham tidak akan terjadi, kecuali mengandung amal baik, karena ia pemberi nasihat dan petunjuk. Sedangkan yang dating dari setan, tidak dating kecuali dengan  kejahatan.
F.      Menghiasi Perbuatan Buruk
Menghiasi atau mempercantik, maksudnya adalah jiwa menghiasi pemiliknya untuk melakukan kesalahan. Dan perhiasan diletakkan pada sesuatu sampai berubah dari gambaran sebenarnya, sehingga diterima oleh jiwa.[23] Allah berfirman:
Berkata Musa: "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) Hai Samiri? "Samiri menjawab: "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, Maka aku ambil segenggam dari jejak rasul,lalu aku melemparkannya, dan Demikianlah nafsuku membujukku". (Thaahaa:95-96)
Kata at-taswiil (memandang baik perbuatan buruk) tersebut dalam surat yusuf, tepatnya pada perkataan Ya’qub as.
Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku).( Yusuf:18)

Begitu  pula Ya’qub mengatakan hal yang sama ketika Yusuf menetapkan saudara kecilnya, Bunyamin, bersamanya, tidak ikut pulang bersama saudara-saudara yang lain.

 Menunggu Bab 3


No comments:

Post a Comment