Tuesday 18 November 2014

[Cerpen] Cinta Untuk Tia



Cinta Untuk Tia
Kazuhana El Ratna Mida 


#Event BerKaraya untuk Negeri
tema "Pencinta anak yatim" juara 3

            Hidup adalah pilihan sebagaimana Tia yang lebih suka mengabdi di sini, di panti asuhan cempaka di dekat rumahnya. Gadis manis dengan lesung pipi yang menawan. Hatinya begitu baik dan penyayang.
            Gadis berlesung pipi itu berjalan semangat dengan senyum mengembang, menyapa para murid yang telah menunggu datang.
            “Pagi, anak-anak,” sapanya ramah.
            Begitulah karena keramahan dari Tia—gadis berelesung pipi itu membuatnya mudah menarik hati anak-anak untuk mengikuti pelajaran. Gadis berlesung pipi selalu bisa membuat para murid tunduk akan perintah dan nasihatnya.
            Sejak berdirinya panti ini, gadis berelesung pipi inilah yang selalu menghandle segala urusan yang ada. Karena memang dialah yang menggagas ide pembangun panti asuhan. Gadis berlesung pipi merasa miris, melihat banyanya anak-anak yang tak memiliki orang tua yang terlantar di jalan-jalan.
            Hati itu terketuk hingga memutuskan untuk mengumpulkan para anak yang ditemui di jalan untuk diajak begabung untuk belajar. Dulu panti ini masih sangat kecil. Maklumlah semua modal ditanggung gadis berelesung pipi sendiri. Tabungannya dikuras habis untuk kelancaran rencan yang dibuat.
            Puji syukur terucap dalam kata, ketika panti ini semakin berkembang berjalannya waktu yang ada.  Semoga bia bermanfaat nanti.
****
            “Tia!” panggil ibu gadis berlesung pipi.
            Dengan tergopoh-gopoh karena baru pulang dari panti segera gadis berlesung pipi memenuhi panggilan ibunya.
            “Iya, Bu, ada apa?” tanya gadis berlesung pipi sopan.
            “Sini, duduklah, Ibu mau menanyakan sesuatu pada kamu,” terang ibunya.
            Dengan sabar gadis berlesung pipi mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir ibunya.
            “Menikah?” gadis berlesung pipi memastikan.
            “Iya, sayang, kamu sudah cukup dewasa untuk membangun rumah tangga, nanti ibu kenalkan dengan seseorang pasti kamu suka,” jelas ibunya.
            “Tapi, Bu bagaimana dengan anak asuhku? Aku belum siap, Ibu,” jelas gadis berlesung pipi.
            Ya, selama ini gadis berlesung pipi belum pernah memikirkan masa depannya lagi, setelah kejadia satu tahun silam. Gadis berlesung pipi, akhirnya memilik focus pada panti hingga sekarang, dan hampir membuatnya lupa bahwa dia juga wanita.
            Sebernaya ada ketakutan  yang kadang menyergap jiwanya, karena  tak semua orang suka berurusan dengan anak panti—para yatim. Pengalamannya dulu ketika gadis berlesung pipi pernah menjalin hubungan dan hampir menikah tapi kandas di tengah jalan, karena kecintaannya pada hal ini.  Dan itu tidak satu kali, yang paling sakit adalah ketika gadis berlesung pipi harus rela melepas Arhan seseorang yang sungguh dia sukai.
            Sejak itu, sedikit rasa trauma menggelayuti.
            “Dia tidak sama dengan Arhan, Tia,” Ibunya seolah bisa membaca pikiran gadis berlesung pipi.
            “Tapi, Bu, nanti Tia ikirkan lagi ya,”  pintanya penuh harap.
*****
Trauma sepertinya masih mengena di hati. gadis berlesung pipi itu masuk ke kamar dan sejenak mengistirahatkan diri. Mungkin ibunya benar, tapi dia juga butuh waktu untuk berpikir ulang.
Gadis berlesung pipi termangu di depan kaca riasanya. Sosok bayangan Arhan yang dulu memenuhi kalbunya. Gadis berelsung pipi tidak paham kenapa pria itu begitu membenci anak panti. Ketika ditanya  tak satu pun alasan keluar dari mulutnya.
“Mas, kenapa sih, nanti kita bisa saling bahu-membahu mengajar mereka,”
“Tapi, aku tidak suka Tia,”
“Memangnya apa alasana Mas tidak suka coba jelaskan!” pinta gadis berelesung pipi.
Yang ditanya hanya diam membungkam. Gadis berlesung pipi bingung tidak karuan. Tidak suka tapi, tak mau mengungkapkan alasannya.
“Mas, bagaimana kabarmu  sekarang?” Gadis berlesung pipi menerawang, banyangan kekasihnya itu ternyata belum pudar.
Sudahlah, gadis berelsung pipi menepis pikirannya sendiri. yang tidak dipahaminya, kenapa anak-anak panti selalu dianggap remeh dan dikucilkan?
Setahun lalu, ketika pagi menjelang, gadis berlesung pipi sudah siap kembali mengajar, tapi hari ini bukan di panti saatnya dia mengajar di sekolahan. Kan ada jadwal yang sudah disusun rapi, agar tidak bentrok antara pengabdian dan pekerjaan yang sesungguhnya digeluti. Meski itu sama-sama sebagai pegajar. Gadis itu sudah melangkah sap berangkat, namun langkah itu tertahan ketika melihat sosok yang tak diduga datang.
Pandangannya terkesiap ketika melihat siapa sosok yang kini menunggu dia di teras rumah. Sebuah undangan pernikahan diterima dengan masih menyisakan sakit di relung hatinya.
“Selamat ya, insya Allah aku akan datang,” ucap gadis berlesung pipi.
“Andai, dulu kamu tidak memilih mereka Tia,” ucap Arhan pelan, tapi masih bisa ditangkap gadis berlesung pipi.
“Mungkin memang kita belum berjodoh Arhan,” terang gadis berlesung pipi.
Kadang sebuah pilihan memang harus menyakitkan, tapi gadis berlesung pipi mencoba tegar. Keyakinan yang dimiliki bahwa menyayangi anak-anak panti bisa memiliki pahala lebih. Semua ada jalannya masing-masing.
*****
Sejak itulah ketika hatinya perih karena pilihannya, namun tak menyurutkan niat untuk terus peduli dan menyayangi anak-anak yatim yang tidak beruntung. Gadis berlesung pipi yakin dengan pilihannya.
Panggilan ibunya yang menyuruh  turun ke bawah membuyarkan lamunannya. Segera gadi berlesung pipi, memenuhi panggilan itu.
“Duduklah!” ibu menyuruhnya.
Gadis berlesung pipi duduk dengan segera, meski ada keanehan yang dirasakannya.
Ternyata dugaannya benar, lagi-lagi ibu membawa seseorang untuk menyuntingnya. Akankah rasa sakit kembali terulang?
“Aku malah salut dengan kamu Tia, seorang yang berjiwa mulia,” ucap Fatih memcahkan keheningan.
“Tapi, bukan hanya itu, ada alasan lain ketika aku memilih mengabdi dan menyayangi anak-anaka yatim di panti,” ucap gadis berlesung pipi pelan.
“Aku juga seorang yang sama yang merasakan diperlakukan tidak adil, karena keadaan. Beruntung ibu mau merawatku dengan kasih sayang, ya aku dulunya juga berasal dari panti,”
“Aku salut dengan kejujuranmu, Tia, dan itu malah membuatku aku yakin bahwa pilihanku tidak salah,” Fatih tersenyum, menatap gadis berlesung pipi dengan teduh. Bersama sebuah angin segar mengetuk hati yang telah lama dia kunci.
Akhirnya gadis berlesung pipi bisa berkata jujur alasan kenapa dia sangat menyayangi anak-anak panti. Karena dia juga sama. Selama ini dia belum sempat jujur karena begitu tahu dia mengabdi di panti, mereka sudah menjauhi.
Tapi, sekarang sebuah cinta tulus telah didapatkan. Seorang yatim juga pantas untuk bahagia.

Srobyong, 12 November 2014.



No comments:

Post a Comment