Dimuat di Duta Masyarakat, Sabtu 8 Desember 2018
Judul : Jejak Sang Pencerah
Penulis : Didik L Hariri
Penerbit : Republika
Cetakan : Pertama, 1 Juni 2018
Tebal : iv + 187 halaman
ISBN : 978-602-573-429-8
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Selain dikenal sebagai tokoh pendiri ormas Islam di
Indonesia, Ahmad Dahlan juga dikenal
sebagai pahlawan nasional. Dia lahir
pada tanggal 1 Agustus 1868 dengan nama aslinyanya Muhammad Darwis. Namun dalam
perkembangannya, dia lebih dikenal dengan nama Ahmad Dahlan. Selama masa
perjuangan dan pembaharuan, banyak sumbangsih yang telah diberikan Ahmad Dahlan
untuk kemajuan bangsa Indonesia. Dengan
sikap teguh, luwes dan tidak mudah menyerah, dia berjuang demi kemaslahatan umat.
Ahmad Dahlan mencoba meluruskan pehamanan yang
kurang benar, yang banyak dianut oleh masyarakat Kauman. Misalnya tentang
kebiasaan melakukan sesajen di kuburan atau di pohon-pohon besar dan laku umat
yang masih meniru unsur kebiasaan lama adat Jawa. Karena takutnya, kebiasaan
itu bisa menyerat masyarakat kembali kepada kesyirikan. Semestinya umat Islam
harus selalu berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis.
“Inti sari Al-Quran adalah dorongan kepada umat
manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia
dan akhirat. Iman harus didasari ilmu yang benar,
karena kebodohan terhadap selubung
keimanan sangat membahayakan. Dan ditegaskan kembali bahwa iman yang taklid
tidak saha menurut beberapa ulama muhaqiqin.” (hal 37).
Selain itu, Ahmad Dahlan juga mencoba memperkenalkan
ilmu falak sebagai cara untuk mentapkan hari dimulainya puasa atau hari raya
dan juga tentang penetapan tata letak kiblat yang semestinya. Karena dari
beberapa mushala, langgar atau Masjid yang berada di Kauman, Dahlan melihat
penetapan kiblat belum tepat. Akan tetapi pemikiran Ahmad Dahlan ini banyak
ditentang oleh banyak tokoh-tokoh ulama di Kauman dan keraton, apalagi dari
Kanjeng Penghulu Muhammad Khalil Kamaludiningrat.
Ahmad Dahlan dianggap sudah sesat dan keluar dari
Islam. Bahkan Kanjeng Penghulu menghancurkan masjid yang dibangun Ahmad Dahlan,
agar tidak menyalahi adat yang sudah berlaku di Kauman sejak lama. Keadaan itu
sempat membuat Ahmad Dahlan marah dan meninggalkan tempat kelahirannya dan
berjuang di dearah lain. Namun setelah dibujuk istri dan sudara-saudaranya,
Ahmad Dahlan mencoba untuk lebih sabar dan berdakwah.
Bersamaan dengan itu, Ahmad Dahlan mulai tertarik
untuk ikut bergabung dengan organisasi “Boedi Oetomo” yang berpikiran moderen,
yang sekaligus membuka matanya dalam
melihat kondisi memprihatinkan masyarakat Jawa di tangan kolinial (hal 127).
Setelah bergabung dengan Boedi Oetomo, kemudian
Ahmad Dahlan mendirikan perserikatan Muhammadiyah yang bergerak dalam ranah agama dan
pendidikan. Dia menyuarakan tentang
pentingnya kembali pada Islam yang kaffah dan mendapat pendidikan. Hal itu pula yang
kemudian membuat Ahmad Dahlan membuat sebuah sekolah.
Namun tentu saja perjuangan Ahmad Dahlan tidak
berhenti di sana. Dalam jalan perjuangannya, masih banyak aral melintang yang
kerap menyapanya. Dia dicibir dan dihujat. Akan tetapi hal itu tidak membuat
Ahmad Dahlan menyerah. Dia tetap berjuang dengan jiwa yang kuat, hingga ajal menyemputnya.
Melalui kisah ini kita bisa melihat tentang
keteladan sosok Ahmad Dahlan yang sangat menginspirasi. Perjuangannya dalam
perbaharuan Islam dan mencerdaskan bangsa patut kita lanjutkan. Buku ini sangat
menarik dan banyak menambah wawasan sejarah bagi pembaca. Hanya saja buku ini
kurang lues dalam menceritakan kisah “Sang Pencerah”. Namun lepas dari
kekurangnnya buku ini sangat rekomended untuk dikenalkan pada khalayal
ramai. Perjalanan kisah hidup Ahmad
Dahlan, mengajarkan kepada kita tentang usaha keras dan tidak mudah menyerah
dalam berjuang, baik untuk memperbaiki tatatan Islam serta mencerdaskan bangsa.
“Problem
hidup baginya adalah pembelajaran diri.
Semakin tahun, popularitasnya semakin diuji, begitu pula dengan
kesabaran dan sikap tawakal terhadap hal-hal yang dia rencanakan, ia harap
semua menjadi amal sosial yang diridhai Allah swt.”
(hal 99).
Srobyong, 4 November 2018
No comments:
Post a Comment