Saturday, 22 December 2018

[Resensi] Perjuangan Ahmad Dahlan dalam Pembaharuan

Dimuat di Duta Masyarakat, Sabtu 8 Desember 2018


Judul               : Jejak Sang Pencerah
Penulis             : Didik L Hariri
Penerbit           : Republika
Cetakan           : Pertama, 1 Juni 2018
Tebal               : iv + 187 halaman
ISBN               : 978-602-573-429-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Selain dikenal sebagai tokoh pendiri ormas Islam di Indonesia,  Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai pahlawan nasional.  Dia lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 dengan nama aslinyanya Muhammad Darwis. Namun dalam perkembangannya, dia lebih dikenal dengan nama Ahmad Dahlan. Selama masa perjuangan dan pembaharuan, banyak sumbangsih yang telah diberikan Ahmad Dahlan untuk kemajuan bangsa Indonesia.  Dengan sikap teguh, luwes dan tidak mudah menyerah, dia  berjuang demi kemaslahatan umat.

Ahmad Dahlan mencoba meluruskan pehamanan yang kurang benar, yang banyak dianut oleh masyarakat Kauman. Misalnya tentang kebiasaan melakukan sesajen di kuburan atau di pohon-pohon besar dan laku umat yang masih meniru unsur kebiasaan lama adat Jawa. Karena takutnya, kebiasaan itu bisa menyerat masyarakat kembali kepada kesyirikan. Semestinya umat Islam harus selalu berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis.

“Inti sari Al-Quran adalah dorongan kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia dan akhirat. Iman harus didasari ilmu yang benar, karena  kebodohan terhadap selubung keimanan sangat membahayakan. Dan ditegaskan kembali bahwa iman yang taklid tidak saha menurut beberapa ulama muhaqiqin.” (hal 37).

Selain itu, Ahmad Dahlan juga mencoba memperkenalkan ilmu falak sebagai cara untuk mentapkan hari dimulainya puasa atau hari raya dan juga tentang penetapan tata letak kiblat yang semestinya. Karena dari beberapa mushala, langgar atau Masjid yang berada di Kauman, Dahlan melihat penetapan kiblat belum tepat. Akan tetapi pemikiran Ahmad Dahlan ini banyak ditentang oleh banyak tokoh-tokoh ulama di Kauman dan keraton, apalagi dari Kanjeng Penghulu Muhammad Khalil Kamaludiningrat.

Ahmad Dahlan dianggap sudah sesat dan keluar dari Islam. Bahkan Kanjeng Penghulu menghancurkan masjid yang dibangun Ahmad Dahlan, agar tidak menyalahi adat yang sudah berlaku di Kauman sejak lama. Keadaan itu sempat membuat Ahmad Dahlan marah dan meninggalkan tempat kelahirannya dan berjuang di dearah lain. Namun setelah dibujuk istri dan sudara-saudaranya, Ahmad Dahlan mencoba untuk lebih sabar dan berdakwah.

Bersamaan dengan itu, Ahmad Dahlan mulai tertarik untuk ikut bergabung dengan organisasi “Boedi Oetomo” yang berpikiran moderen, yang sekaligus membuka matanya  dalam melihat kondisi memprihatinkan masyarakat Jawa di tangan kolinial (hal 127).

Setelah bergabung dengan Boedi Oetomo, kemudian Ahmad Dahlan mendirikan perserikatan Muhammadiyah  yang bergerak dalam ranah agama dan pendidikan. Dia  menyuarakan tentang pentingnya kembali pada Islam yang kaffah dan  mendapat pendidikan. Hal itu pula yang kemudian membuat Ahmad Dahlan membuat sebuah sekolah.

Namun tentu saja perjuangan Ahmad Dahlan tidak berhenti di sana. Dalam jalan perjuangannya, masih banyak aral melintang yang kerap menyapanya. Dia dicibir dan dihujat. Akan tetapi hal itu tidak membuat Ahmad Dahlan menyerah. Dia tetap berjuang dengan  jiwa yang kuat, hingga ajal menyemputnya.

Melalui kisah ini kita bisa melihat tentang keteladan sosok Ahmad Dahlan yang sangat menginspirasi. Perjuangannya dalam perbaharuan Islam dan mencerdaskan bangsa patut kita lanjutkan. Buku ini sangat menarik dan banyak menambah wawasan sejarah bagi pembaca. Hanya saja buku ini kurang lues dalam menceritakan kisah “Sang Pencerah”. Namun lepas dari kekurangnnya buku ini sangat rekomended untuk dikenalkan pada khalayal ramai.  Perjalanan kisah hidup Ahmad Dahlan, mengajarkan kepada kita tentang usaha keras dan tidak mudah menyerah dalam berjuang, baik untuk memperbaiki tatatan Islam serta mencerdaskan bangsa.

 “Problem hidup baginya adalah pembelajaran diri.  Semakin tahun, popularitasnya semakin diuji, begitu pula dengan kesabaran dan sikap tawakal terhadap hal-hal yang dia rencanakan, ia harap semua menjadi amal sosial yang diridhai Allah swt.” (hal 99).

Srobyong, 4 November 2018

No comments:

Post a Comment