Judul : Rumah Tanpa Jendela
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : Republika
Cetakan : Pertama, Oktober 2017
Tebal : vi + 215 halaman
ISBN : 978-602-0822-8-53
“Allah pasti mengabulkan setiap doa. Tapi kadang ada
doa-doa lebih penting yang harus didahulukan.”
(hal 40).
Setiap orang berhak memiliki harapan. Karena dengan
adanya harapan kita akan memiliki semangat untuk berjuang. Novel ini
menceritakan tentang mimpi seorang gadis kecil, bernama Rara. Dia tinggal di
kompleks kumuh, di pinggiran Jakarta bersama keluargnya. Meski hidup sederhana, Rara merasa bahagia.
Dia merasa tidak kekurangan apa pun. Bapak, ibu dan neneknya pun sangat
menyayangi Rara. Mereka jarang memarahi Rara seperti bapak-ibu teman-temannya.
Rara memiliki hobi menggambar seperti anak-anak
lainnya. Di mana dia sering menggambar
bangunan segi empat dari tripleks tipis berwarna cokelat. Rumah dengan
satu pintu, tanpa jendela (hal 16).
Hingga suatu hari, dia bersama teman-temannya—Rafi, Akbar dan Yati,
tanpa sengaja melawati serbuah rumah besar yang indah. Di sana Rara melihat
jajaran pot-pot cantik yang ditaruh di depan jendela-jendela.
Maka sejak itu, dia
sangat ingin memiliki jendela yang nantinya bisa dia pasang di rumah
tripleknya. Di mana dengan memiliki
jendela, dia bisa melihat bentang alam ciptaan Allah yang indah. Sejak bermimpi memiliki jendela, kebiasan Rara
jadi berubah. Ketika bersama bapak-ibu dia akan selalu bercerita tentang
keuntungan memiliki jendela, begitu pula ketika
berkumpul dengan teman-temannya. Bahkan kebiasaan menggambarnya juga
berubah. Dia tidak lagi menggambar
bangunan reyot segi empat berwana cokelat dengan satu pintu, melainkan dilengkapi
dua jendela besar dengan pot bunga yang cantik.
Dan untuk meraih harapannya itu, Rara rela
mengumpulkan sedikit demi sedikit uang hasil mengamen, mengojek payung,
mengelap mobil atau dari Bude-nya. Namun ketika harapannya sudah tinggal
sedikit lagi bisa dia dapat, Rara tidak tega melihat teman-temannya yang ingin
menikmati makanan di restoran pandang. Hingga akhirnya dia memilih mentraktir
teman-temannya, dan nanti akan mulai menabung lagi.
Meski begitu, Rara tidak pernah menyerah dalam
usahanya meraih harapannya. Dengan terperinci Rara mencatat kira-kira berapa
biaya yang dia butuhkan untuk membeli jendela. Kegigihan Rara ternyata
ditangkap oleh bapak-nya, membuat pria tersebut bisa membantu mewujudkan
harapan putri tunggalnya.
Namun ternyata Tuhan berkehendak lain, ketika
bapaknya hampir berhasil mewujudkan impian Rara, sebuah kecelakan tidak terduga
terjadi. Kebakaran terjadi di kompleks
perumahan kumuh tersebut. Karena
berusaha menyelamatkan Simbok—nenek Rara, bapak tidak terselamatkan dan simbok
terluka. Rara sangat sedih dan terpukul.
Dia merasa bersalah pada bapaknya, karena demi dirinya bapaknya bekerja keras
untuk membuatkannya jendela. Namun begitu, gadis kecil itu tetap tegar dan
sabar. Dia mencoba mengikhlaskan segalanya.
“Manusia
lemah, tapi Allah Maha Kuat, Kita tak mampu, tetapi ada yang mustahil bagi
Allah. Selain ikhtiar, manusia hanya tinggal meminta.”
(hal 185).
Diceritakan dengan alur maju menudur, novel ini cukup membuat kita penasaran dengan akhir
ceritanya. Asma Nadia punya ciri khas gaya bahasa dan gaya bercerita yang bisa membuat pembaca
penasaran. Meski pada beberapa bagian
kisah ini masih terasa datar dan biasa. Namun lepas dari kekurangannya, novel
ini sangat menginspirasi. Novel ini
penuh dengann nilai-nilai spiritual
dan nilai agama yang patut kita renungkan.
Novel bertema
keluarga dan persahabatan ini, menghadirkan keluguan anak dalam bermimpi.
Selain itu, kita diajarkan arti penting
tentang kesabaran, keikhlasan dan rasa syukur. Bahwa meski berkali-kali diberi
cobaan, kita harus sabar dan kuat. Kita tidak boleh mengeluh. Kita harus
mensyukuri apa yang diberikan Allah. Kita
harus yakin bahwa Allah akan memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan seorang
hamba.
Srobyong, 21 April 2018
No comments:
Post a Comment