Friday 7 December 2018

[Resensi] Kisah Dokter Ahli Ginjal Meluruskan Takdir

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 3 Desember 2018

Judul               : Change Your Destiny
Penulis             : Rully Roesli
Penerbit           : Qanita
Cetakan           : Pertama, Agustus 2018
Tebal               : 200 halaman
ISBN               : 978-602-402-124-5
Peresensi         : Ratnani Latifah, Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Dalam melawan setiap tantangan, kita harus memiliki mental baja dan saraf besi! Artinya, kita benar-benar harus sangat yakin bisa menang dan siap berjuang luar biasa kerasnya. Pikiran dan keyakinan harus terus positif dan optimis. Dengan  sikap tersebut, badan kita secara alami akan menyesuaikan sehingga kemungkinan berhasil kita semakin tinggi.” (hal 14-15).

Takdir manusia memang sudah ditetapkan oleh Allah. Akan tetapi, takdir itu bisa kita rubah, jika kita mau berusaha. Sebagaimana kita ketahui takdir manusia dibagi dua. Pertama takdir mubram dan mualaq. Takdir mubram  adalah takdir yang tidak bisa dirubah, karena sudah ditentukan dan ditulis di Lauhul Mahfud. Seperti kematian dan kapan kita lahir. Sedangkan takdir muallaq adalah takdir yang bisa dirubah, jika kita berusaha. Seperti rezeki, sembuh dari sakit dan banyak lagi.

Buku ini dengan paparan yang lugas dan mudah dipahami, menjelaskan tentang bagaimana kita bisa meluruskan takdir. Di mana kisah ini merupakan kisah nyata dari seorang dokter ahli ginjal dalam menyikapi berbagai permasalahan hidupnya dengan bijak untuk meluruskan tadir.

Siapa yang menyangka bahwa  Roesli kecil yang sebelumnya tumbuh dengan sehat tiba-tiba, pada usianya yang kelima tahun,  kaki kirinya mengalami polio, sehingga tidak bisa digerakkan.  Keadaan itu tentu cukup mengejutkan. Berbagai alternatif pengobatan sudah dilakukan orangtua Roesli untuk menyembuhkan kakinya. Akan tetapi, ternyata Allah berkehendak lain.

Melihat keadaan itu, akhirnya orangtua Roesli memilih berupaya untuk menyelamatkan mental putranya. Dalam artian, mereka berusaha bersikap wajar dan tidak memperlakukan Roesli selayaknya orang cacat. Dan cara ini sepertinya sangat berhasil. Karena pada kenyataannya, meski terlahir dengan kekurangan, Roesli mampu bersaing dengan teman-temannya lainnya dan berhasil menjadi seorang dokter ahli ginjal. Bahkan dia berhasil mendirikan sebuah rumah sakit khusus ginjal.

Namun ternyata cobaan yang dialami Roesli tidak berhenti di sana saja.  Ketika dia tengah mengisi acara ilmiah di Bali, dia mengalami serangan stroke. Dari hasil CT Scan, para dokter berkesimpulan telah terjadi pendarahan otak pada dokter Roesli akibat hipertensi. Di mana menurut paparan istrinya, tekanan darahnya saat itu mencapai 198/125 mmHg (hal 176).

Berbagai upaya kembali dilakukan untuk memulihkan keadaan Roesli. Berbagai terapi rehabilitasi secara intensif telah dia lakukan. Dari Fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara ditambah tusuk jarum secara rutin. Bahkan dia juga menjalani terapi di kolam renang (hidroterapi) di Ciater Spa Resort, serta menjalani cara rehabilitasi stroke mutakhir yaitu TSM (Transcephalic Magnetic Stimulation) dan DSA  (Digital Subtraction Angiography). Semua ini dijalini Roeli dengan tekun, karena dia ingin sembuh (hal 180).

Hingga akhirnya kelumpuhan di lengan dan tungkainya lambat laun sudah membaik, meski memang tidak seratus persen.  Namun kesembuhan itu sangat disyukuri Roesli. Bahkan dia kembali membuka praktek, karena menurutnya dengan kembali beraktifitas dan bisa berguna bagi orang lain, juga merupakan cara pengobatan tersendiri bagi Roesli.  Tidak hanya itu, dia juga mendapat tawaran dari sahabatnya, dr. Augusta untuk menjadi pembicara ilmiah, meski dalam keadaan tidak sempurna dengan duduk di kursi roda.

Kisah yang dialami Roesli benar-benar sangat menginspirasi. Dengan segala keterbatasannya dia tetap berjuang untuk bangkit dan bisa berguna bagi orang lain. Menurut Roesli dalam menyikapi hidup dan agar bisa meluruskan takdir maka pertama-tama adalah  selalu berpikir positif. Kita harus mau berusaha dengan gigih dalam upaya meraih kesuksesan atau mimpi yang kita miliki. Tidak lupa kita harus berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah setelahnya kita harus bertawakal.  Kemudian ketika kita mengalami sebuah ujian, jangan jadikan hal itu menjadi alasan untuk menyerah. Namun jadikan kegagalan sebagai epifani untuk bangkit dan terus berusaha.

“Kadang kehidupan dapat   menumbangkan kita. Kitalah yang memutuskan untuk tetap jatuh atau kembali bangkit.” (hal 61).

Buku ini sangat patut kita baca dan renungkan. Dilengkapi dengan kisah-kisah ketaladan yang lain, serta pembasahan yang menggabungkan  pendekatakn ilmian dan kajian keagamaan, buku ini akan sangat membantu kita untuk membangunkan motivasi dan semangat untuk berjuang.

Srobyong, 16 November 2018

1 comment:

  1. Hello everybody, hdre every person is sharing these kinds of experience, therefore it's nice to read this website, and
    I used to visit this weblog every day.

    ReplyDelete