Thursday, 6 December 2018

[Resensi] Nilai Pembelajaran dari Cerita Mitos dan Legenda

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 2 Desember 2018 



Judul               : Di Surga, Kita Dilarang Bersedih
Penulis             : Umar Affiq
Penerbit           : Basabasi
Cetakan           : Pertama, Agustus 2018
Tebal               : 312 halaman
ISBN               : 978-602-5783-21-0
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Mitos merupakan sebuah kisah tentang masa lalu yang berhubungan dengan kehidupan dewa serta kisah tentang pahlawan pada zaman dahulu. Di mana kisah tersebut memiliki hubungan erat dengan sebuah asal usul sebuah tempat dan biasanya bersifat gaib.  Legenda adalah cerita-cerita yang dipercayai penduduk di suatu tempat sebagai kisah nyata. Sedangkan mimpi adalah pengalaman dibawah sadar yang membuat kita bisa melihat, mendengarkan atau merasakan hal-hal  lain secara cepat dan singkat. 

Memadukan tiga unsur tersebut dalam sebuah cerita,  buku kumpulan cerpen ini cukup menarik untuk kita baca. Terdiri dari 28 cerita, kita akan diajak berpetualang dengan berbagai mitos, legenda serta mimpi-mimpi, yang mungkin sangat dekat dalam keseharian kita. Tidak hanya itu, melalui kisah-kisah ini kita juga bisa mengambil nilai-nilai pembelajaran yang bisa kita jadikan bahan renungan.

Sebut saja kisah berjudul “Orang-Orang Karang Maling”. Kisah ini menceritakan tentang sebuah desa, yang dihuni oleh para maling.  Dalam tradisi desa tersebut, mereka tidak mempercayai bahwa manusia tertua yang pernah ada di jawa adalah Meganthropus Palaejojavanicus.  Karena di pojok Desa Karang Maling terdapat kompleks pemakaman yang amat luas yang di tengah-tengahnya ada cungkup panjang yang mengayomi makan yang dipercaya sebagai orang Karang Maling pertama bernama Mada Maling (hal 13).

Cerita ini pun diteruskan dari satu generasi ke generasi lain. Anak-anak selalu diajarkan untuk tidak mudah percaya dengan berita-berita yang ada. Karena bisa jadi kisah itu adalah kisah bohongan. Hingga cerita ini sampai pada Kunthari Kampret yang memiliki pemikiran kritis.

Mengambil latar kisah tentang kedatangan Nabi Adam ke bumi, kisah ini cukup menggelitik.  Belum lagi pilihan ending yang ternyata sangat menjebak.  Melalui kisah ini kita diingatkan tentang pentingnya berpikir kritis dan haus akan pengetahuan baru (hal 11).

Ada pula kisah berjudul “Sungai Darah” yang menceritakan tentang kekagetan tokoh aku, ketika tiba-tiba dia melihat sebuah sungai berdarah. Di mana air dari sungai itu benar-benar anyir, asin dan amis. Di sana tokoh aku bertemu dengan seorang perempuan, yang mengungkapkan tentang alasan kenapa sungai itu bisa tercipta.

“Sungai ini akan terus mengalir selama lelaki itu dan orang-orang sepertinya terus mengorbankan orang-orang di sekitarnya demi menambah kekayaan. Lalu orang-orang  yang dikorbankan akan terlarung dari liang roh sampai ke sini, sedang raganya telah dikuburkan atau barangkali dikremasi  oleh keluarga yang ditinggalkan.” (hal 39-40).

Si tokoh aku itu pun antara percaya dan tidak percaya. Namun ketika sosok perempuan menyebut sebuah nama, tiba-tiba dia merasakan sensasi aneh yang tidak pernah dia duga.  Kali ini memadukan antara mimpi, desas-desus pesugihan dan mitos sungai merah dari mesir kuno—yang berhubungan dengan masa Nabi Musa, penulis menghadirkan kisah yang menarik. Meski bagian akhir cukup mudah ditebak, saya suka dengan pesan tersirat yang terdapat dalam kisah ini.

Melalui kisah ini kita diingatkan tentang betapa berbahaya sikap rakus dan tamak.  Karena sikap itu akan membuat  kita menjadi pribadi yang berani menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan tidak segan untuk mengorbankan nyawa orang lain.

Selain dua kisah tersebut, kisah lainnya pun tidak kalah seru dan memikat. Dari semua cerita yang ada, saya paling terkesan dengan cerita  Mayat Tergeletek di Tengah Jalan, Seekor Ular yang Menggigit Ekornya Sendiri dan Bocah Rebo Wekasan. Kisahnya sederhana tapi sangat menarik dan menggelitik.

Diceritakan dengan gaya bahasa yang lugas dan mudah dipahami, buku ini menarik untuk dibaca. Hanya saja ada beberapa bagian cerita yang menurut saya kurang terasa hidup dan datar. Namun lepas dari kekurangan yang ada, penulis telah berhasil menghadirkan sebuah buku yang menghibur juga memberi banyak nilai pembelajaran. Di antaranya kita diingatkan untuk tidak saling mengunjing atau berbuat ghibah, jangan diperbudah hawa nafsu dan banyak lagi.

Srobyong, 20 September 2018

No comments:

Post a Comment