Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 2 Desember 2018
Judul : Di Surga, Kita Dilarang
Bersedih
Penulis : Umar Affiq
Penerbit : Basabasi
Cetakan : Pertama, Agustus 2018
Tebal : 312 halaman
ISBN : 978-602-5783-21-0
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Mitos merupakan sebuah kisah tentang masa lalu yang
berhubungan dengan kehidupan dewa serta kisah tentang pahlawan pada zaman
dahulu. Di mana kisah tersebut memiliki hubungan erat dengan sebuah asal usul
sebuah tempat dan biasanya bersifat gaib.
Legenda adalah cerita-cerita yang dipercayai penduduk di suatu tempat
sebagai kisah nyata. Sedangkan mimpi adalah pengalaman dibawah sadar yang
membuat kita bisa melihat, mendengarkan atau merasakan hal-hal lain secara cepat dan singkat.
Memadukan tiga unsur tersebut dalam sebuah
cerita, buku kumpulan cerpen ini cukup
menarik untuk kita baca. Terdiri dari 28 cerita, kita akan diajak berpetualang
dengan berbagai mitos, legenda serta mimpi-mimpi, yang mungkin sangat dekat
dalam keseharian kita. Tidak hanya itu, melalui kisah-kisah ini kita juga bisa
mengambil nilai-nilai pembelajaran yang bisa kita jadikan bahan renungan.
Sebut saja kisah berjudul “Orang-Orang Karang
Maling”. Kisah ini menceritakan tentang sebuah desa, yang dihuni oleh para
maling. Dalam tradisi desa tersebut,
mereka tidak mempercayai bahwa manusia tertua yang pernah ada di jawa adalah Meganthropus
Palaejojavanicus. Karena di pojok
Desa Karang Maling terdapat kompleks pemakaman yang amat luas yang di
tengah-tengahnya ada cungkup panjang yang mengayomi makan yang dipercaya
sebagai orang Karang Maling pertama bernama Mada Maling (hal 13).
Cerita ini pun diteruskan dari satu generasi ke
generasi lain. Anak-anak selalu diajarkan untuk tidak mudah percaya dengan
berita-berita yang ada. Karena bisa jadi kisah itu adalah kisah bohongan.
Hingga cerita ini sampai pada Kunthari Kampret yang memiliki pemikiran kritis.
Mengambil latar kisah tentang kedatangan Nabi Adam
ke bumi, kisah ini cukup menggelitik.
Belum lagi pilihan ending yang ternyata sangat menjebak. Melalui kisah ini kita diingatkan tentang
pentingnya berpikir kritis dan haus akan pengetahuan baru (hal 11).
Ada pula kisah berjudul “Sungai Darah” yang
menceritakan tentang kekagetan tokoh aku, ketika tiba-tiba dia melihat sebuah
sungai berdarah. Di mana air dari sungai itu benar-benar anyir, asin dan amis.
Di sana tokoh aku bertemu dengan seorang perempuan, yang mengungkapkan tentang
alasan kenapa sungai itu bisa tercipta.
“Sungai ini akan terus mengalir selama lelaki itu
dan orang-orang sepertinya terus mengorbankan orang-orang di sekitarnya demi
menambah kekayaan. Lalu orang-orang yang
dikorbankan akan terlarung dari liang roh sampai ke sini, sedang raganya telah
dikuburkan atau barangkali dikremasi
oleh keluarga yang ditinggalkan.” (hal 39-40).
Si tokoh aku itu pun antara percaya dan tidak
percaya. Namun ketika sosok perempuan menyebut sebuah nama, tiba-tiba dia
merasakan sensasi aneh yang tidak pernah dia duga. Kali ini memadukan antara mimpi, desas-desus
pesugihan dan mitos sungai merah dari mesir kuno—yang berhubungan dengan masa
Nabi Musa, penulis menghadirkan kisah yang menarik. Meski bagian akhir cukup
mudah ditebak, saya suka dengan pesan tersirat yang terdapat dalam kisah ini.
Melalui kisah ini kita diingatkan tentang betapa
berbahaya sikap rakus dan tamak. Karena
sikap itu akan membuat kita menjadi
pribadi yang berani menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan tidak
segan untuk mengorbankan nyawa orang lain.
Selain dua kisah tersebut, kisah lainnya pun tidak
kalah seru dan memikat. Dari semua cerita yang ada, saya paling terkesan dengan
cerita Mayat Tergeletek di Tengah Jalan,
Seekor Ular yang Menggigit Ekornya Sendiri dan Bocah Rebo Wekasan. Kisahnya
sederhana tapi sangat menarik dan menggelitik.
Diceritakan dengan gaya bahasa yang lugas dan mudah
dipahami, buku ini menarik untuk dibaca. Hanya saja ada beberapa bagian cerita
yang menurut saya kurang terasa hidup dan datar. Namun lepas dari kekurangan
yang ada, penulis telah berhasil menghadirkan sebuah buku yang menghibur juga
memberi banyak nilai pembelajaran. Di antaranya kita diingatkan untuk tidak
saling mengunjing atau berbuat ghibah, jangan diperbudah hawa nafsu dan banyak
lagi.
Srobyong, 20 September 2018
No comments:
Post a Comment