Judul : Janadriyah; Sebuah Perjalanan
Penulis : Achi TM & Febrian Rahmatulloh
Penerbit : Emir, Imprint Penerbit Erlangga
Cetakan : Pertama, 2017
Tebal : 504 halaman
ISBN : 978-602-0935-73-7
Apa
yang harus kita lakukan ketika iman dan prinsip menjadi taruhan dalam
pilihan hidup kita? Harusnya kita memilih mempertahankan iman dan prinsip namun
berakhir dengan keadaan memprihatikan atau menjual iman dan prinsip untuk
memperoleh kemenangan sementara? “Kalau
kamu tidak ikhlas untuk hal kecil, Allah akan memaksamu untuk ikhlas kehilangan
hal yang lebih besar.” (hal 482).
Membaca
novel ini kita akan dihadapkan pada berbagai kecamuk rasa. Ada sedih, senang,
lucu, mengharukan juga menegangkan. Pokoknya ada paket lengkap yang bisa kita dapat. Belum lagi nilai-nilai
kehidupan dan motivasi hidup juga tumpah ruah di sini. Sebuah buku yang menarik
dan menginspirasi. Sangat sayang jika dilewatkan.
Yang lebih menarik, buku ini sendiri
diambil dari kisah nyata penulis sendiri—Febrian Rahmatulloh—yang mana dalam
novel ini penulis menamai dirinya Rahmat, dengan sedikit bumbu-bumbu fiksi agar
lebih asyik untuk dibaca. Secara keseluruhan novel ini menceritakan
tentang perjalanan Rahmat dalam berjuang meraih mimpinya. Dimulai dari masa
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas hingga masa
kuliah. Meski terlahir dari keluarga sederhana, Rahmat tidak pernah takut
bermimpi. Karena selalu ada jalan bagi orang yang berusaha.
Terlihat sederhana memang jika
membayangkan cerita ini akan dipaparkan dengan alur maju. Namun di sini bersama
Achi TM—penulis yang sudah tidak diragukan lagi dalam karyanya, membuat kisah
perjalanan Rahmat lebih menarik dan membuat penasaran. Di sini kedua penulis tersebut memakai alur maju
mudur, membuat cerita menarik. Kita akan disuguhi juplikan-juplikan hidup
Rahmat yang penuh intrik namun juga penuh pembelajaran hidup.
Rahmat sangat beruntung memilih Abah
yang selalu membimbing Rahmat dengan keras namun penuh kasih sayang. dari
Abahnya banyak petuah-petuah yang bisa kita petik pelajaran juga.
“Belajar yang rajin, jangan lupa mengaji. Emak nggak bisa
ngasih harta dan warisan, cuma bisa ngasih ilmu karena Emak yakin ilmu pengetahuan
bisa mengubah masa depan.” (hal 10) .
“Hakikat
belajar itu bukan dari peringkat. Tapi dipraktikkan. Ilmu yang lo punya juga
disebarkan, lebih bermanfaat.” (hal 82).
“Masa
Remaja, memang penuh dengan gejolak. Abah memahami hal itu, tapi pemuda yang
paling baik adalah pemuda yang mampu menahan hawa nafsunya dari perbuatan
sia-sia dan maksiat. Hati-hati dengan semua godaan masa muda. Bahagia bukanlah
melanggar perintah-Nya. Bahagia adalah bertakwa.” (hal 110).
Selanjutnya, yang saya suka dari novel ini adalah tokoh-tokoh
yang berperan dalam cerita begitu apa adanya. Sebagaimana manusia pada umunya
mereka acap kali melakukan kesalahan-kesalahan—terperosok—namun berani bangkit
untuk berubah.
Kisah ini sendiri dibukan dengan
keadaan Rahmat yang sedang dalam ujung tanduk. Dia pikir kepindahannya ke
Janadriyah, Riyadh akan membawa perbuaha besar dalam kehidupannya—dalam artia
hidup yang lebih baik untuk keluarganya. Namun ternyata prediksi Rahmat salah. Ketika
di sana berbagai cobaan malah mulai menghampirinya. Dia harus dihadapkan
pilihan. Haruskah dia menjual iman dan prinspinya untuk meraih kesuksesan atau
memilih mundur, yang berarti dia tidak dapat apa-apa?
Bahkan sang istri—Mai—panggilan sayang
yang diberikan Rahmat—mulai gelisah. Mai merasa menyesal telah mengikuti keputusan
Rahmat. Hal itulah yang akhirnya memancing berdepatan mereka. Hingga akhirnya
berefek pada keadaan Mai. Wanita tersebut mengalami kontraksi (hal 4). Di sinilah kesabaran Rahmat diuji. Keadaan Mai yang belum ada kejelasan, juga
masalah kantor yang memuakkan, hingga usaha pencarianya pada Dessy—yang telah
menipunya. Semua membuat pikiran Rahmat kusut.
Setelah kita dihadapkan pada keadaan
yang serba menegangkan itu, perlahan-lahan kita akan ditarik pada masa lalu
Rahmat yang tidak kalah seru. Tentang bagaimana kenakalan Rahmat, perjuangan
Rahmat dalam menyelesaikan sekolah dengan uang pas-pasa, usaha kerasnya dalam
berusaha mewujudkan impian orangtua, juga kerja keras Rahmat dan membiayai
sekolah adiknya. Semua dipaparkan dengan
gaya bahasa yang renyah dan empuk.
“Hiduplah seperti air, halangan apa pun yang menghalangi
tujuannya akan dilewati dengan baik. Air mengalir hingga ke lautan. Tapi
berjuanglah seperti ikan, ia hidup melawan arus sungi. Jangan seperti batang
kayu yang hanyut, tak punya tujuan, hanya ikut ke mana air pergi. Hiduplah
seperti gunung. Kokoh berdiri sendiri, mandiri.” (hal 15).
Yang tidak boleh terlewatkaan adalah
tentang bagimana perjuangan Rahmat hingga akhirnya berhasil menyunting istrinya. Karena kisahnya benar-benar tidak terduga dan
mengejutkan. Benar apa kata pepatah. Jika sudah jodoh, maka tidak akan lari ke
mana. Inilah yang bisa saya lihat dari perjalanan Rahmat sampai ke pelaminan. Tidak kalah menarik adalah ending yang dipilih
dua penulis ini. Karena ini benar-benar
mengejutkan.
Namun tentu saja tidak ada gading
yang tidak retak. Dalam novel ini masih ada beberapa kesalahan tulis misalnya
saja :
·
“Emang
lo mau pacaran sampe berapa tahun?, tanya Rahmat penasaran è “Emang lo mau pacaran sampe berapa tahun?” tanya Rahmat penasaran. (hal 137).
·
Sudah
dua minggu ini Rahmat dan ( ) ikut KKN è () sepertinya kurang. Mungkin maksudnya Ridho. (hal 243).
·
“Kamu
itu lugu apa dungu ? è
Tanda baca ? harusnya tidak ada spasi. (hal 370).
Lalu ada beberapa bagian yang terasa
lambat. Dan saya juga agak kurang sreg dengan beberapa dialek daerah yang tidak
ada terjemahannya. Kalau diberi terjemahnya pasti lebih enak. Karena kadang
tidak setiap orang bisaa bahasa dialek daerah atau kadang meski ada kata yang
sama kadang setiap daerah memiliki berbedaan dalam mengartikan. Namun begitu, kekurangan yang ada tidak
mengurangi isi dari buku ini.
Saya banyak belajar tentang arti
ikhlas, sabar dan tidak mudah menyerah dari
novel ini. “Memancing itu berarti belajar sabar, strategi, dan kebesaran
hati. Waktu tidak akan kembali berputar terbalik, Mat. Waktu akan terus maju ke
depan, sama seperti memancing kau tidak akan tahu berapa ikan yang akan kau
dapat. Begitu juga masa depan, kau tak akan tahu ada apa di depan sana.
Kesuksesan atau kegagalan. . Tapi jika tahu strategi memancing yang baik, maka
waktu yang akan dihabiskan untuk memancing kemungkinan akan menghasilkan
tangkapan banyak. Sebaliknya, jika memancing tanpa ilmu besar kemungminan besar
kau tak akan dapat ikan apa pun.” (hal 151).
Srobyong, 29 September 2017
Perjalanan apalagi merantau pasti banyak kisah yang seru yang ngga bisa dilupain ya, mba
ReplyDeleteIya Mbak, pastinya sangat berkesan
DeleteIya Mbak, pastinya sangat berkesan
Delete