Dimuat di Tribun Jateng, Minggu 24 September 2017
Judul : Irish
Penulis : Kamal Agusta
Penerbit : de Teens
Cetakan : Pertama, Mei 2017
Tebal : 220 halaman
ISBN :
978-602-391-405-0
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama,
Jepara.
Naskah ini merupakan naskah asli, sebelum ada pemotongan dari redaksi. :)
Mengambil tema dunia remaja, novel
ini berkisah tentang sekelompok anak yang ditantang untuk menyelesaikan
masalah. Bagaimana mereka berjuang mempertahankan klub musik yang mereka
cintai, juga bagaimana mereka harus berdamai dengan masalah pribadi. Karena
disadari atau tidak, masa remaja adalah
masa transisi. Di mana pada masa ini,
anak-anak sedang berusaha mencari jati diri. Mereka tidak ingin dikekang atau diatur.
Mereka hanya ingin diakui, bukan digurui.
Ada Irish yang tengah sedih, ketika tahu klub musik sekolah terancam dibubarkan, kalau dia dan
teman-temannya—Fairus, Agung, Bayu, Nurdin dan Mia—tidak bisa menunjukkan
prestasi. Langkah pertama yang dilakukan
Irish untuk mencegah pembubaran klub adalah meminta pendapat Bu Dewi, sebagai
guru pembimbing. Namun betapa kagetnya
Irish, ketika Bu Dewi meminta dia untuk mengajak Alvaro untuk bergabung, agar
bisa membantu untuk menyelamatkan klub itu.
Di sinilah tantangn Irish, apakah
dia mau dan mampu melakukannya? Karena seluruh sekolah tahu, Alvaro adalah ada
baru yang terkenal sombong dan troublemaker.
Namun di sisi lain, Irish juga tahu jika dia tidak mengajak Alvaro, masalah
klub tidak akan selesai, bahkan bisa berakhir menyedihkan. Dan Irish tidak mau
itu terjadi, dia harus menunjukkan pada sekolah bahwa dia dan teman-temannya
mampu berprestasi lewat musik.
Beda lagi dengan Alvaro, sejak
kepergian ibunya, dia memilih menutup diri. Dia melupakan semua mimpi yang
pernah dia angankan, dan memilih terpuruk.
Tidak hanya itu, Alvaro juga menyalahkan ayahnya atas kematian sang ibu.
Hingga akhirnya dia memilih tidak mau bersosialisasi. Hal itu yang pada
akhirnya membuat Alvaro tidak mengindahkan ajakan Irish. Padahal dulu musik adalah hidupnya. Tapi kegigihan
Irish, akhirnya meruntuhkan tembok tinggi yang dia bangun.
“Kehilangan memang selalu menyakitkan. Sangat
menyakitkan lagi jika itu orang yang paling terdekat dan kita sayangi. Tapi,
kita nggak boleh larut dalam kesedihan. Kehidupan masih terus berlanjut. Kita
harus menerima kehilangan itu.”
(hal 160-161).
Namun masalah tidak selesai sampai
di sana. Karena setelah Alvaro bergabung, masalah lain juga timbul. Agung dan
Bayu ternyata tidak menyukai Alvaro. Mereka menganggap Alvaro terlalu mengatur
dan tidak memiliki empati. “Aku nggak sanggup main sama orang seperti dia.
Mending aku keluar.” (hal 124 -125). Padahal Agung dan Bayu adalah gitaris
handal dalam grup mereka. Dan klub
mereka tidak mungkin bisa berjalan lancar tanpa adanya Agung dan Bayu.
Lalu ada juga cinta segi tiga yang
runyam. Di mana Irish harus memilih antara Alvaro atau sahabatnya—Naufal yang
tiba-tiba mengungkapkan cinta. Selain itu, yang lebih menegangkan adalah
kompetisi band yang mereka ikuti, terancam gagal. Berbagai masalah dunia remaja tumpah ruah di
sana. Dan mereka—para tokoh, berjuang untuk mengatasi dan menghadapi dengan cara mereka.
Sebuah buku yang menarik. Meski
masih ada beberapa kekurangan yang saya rasakan ketiaka membaca. Namun
kekurangan tersebut tidak mengurangi kenikmatan dalam membacaa. Di sini kita
dapat mengambil pelajaran bahwa hidup memang selalu akan ada masalah. Tinggal
bagaimana kita menyikapi. Selain itu kita juga dapat pelajaran, bahwa tidak ada
yang tidak mungkin, jika kita mau berusaha dan berdoa.
Srobyong, 15 Juli 2017
No comments:
Post a Comment