Wednesday, 5 April 2017

[Resensi] Usaha Bangkit dari Kisah Kelam di Masa lalu

Dimuat di Koran Pantura, Selasa, 21 Februari 2017 

Judul               : Love in Sydney
Penulis             : Arumi E
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, Mei 2016
Halaman          : vi + 234 hlm
ISBN               :  978-602-03-2857-7
Peresensi           :  Ratnani Latifah, Penikmat buku dan penyuka literasi Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulam Jepara.

Hidup nggak bisa diulang. Yang sudah terlanjur terjadi nggak bisa kita batalkan. Kita yang harus memutuskan, mau bangkit atau diam saja membiarkan diri tenggelam. (hlm. 101)

Hidup itu memang tidak  mudah. Setiap orang sudah pasti akan mengalami pasang surut. Ada suka ada duka. Kadang berada di atas kadang juga dibawa. Hanya saja kuat atau tidak dalam menghadapi ujian semua kembali pada pribadi masing-masing. Novel Love in Sydney menceritakan tentang dua sosok—Zach Mayers dan Maura Tafana yang mencoba lari dari masalah hidup yang tengah menerpa hingga takdir mempertemukan mereka di Sydney.

Zach sebelumnya tinggal di Adelaide bersama keluarga barunya. Namun kemudian dia memilih Sydney sebagai pelarian setelah dia menerima kenyataan bahwa sosok yang entah sejak kapan sangat disukainya-Aleska—adik tirinya, ternyata lebih memilih lelaki lain. Zach kecewa dan dia butuh ketenangan untuk mencoba move on, sekaligus membuktikan pada ayahnya bahwa dia bisa mandiri.  Sedang Maura memilih meninggalkan nama besar dan kehidupan yang mapan di Indonesia untuk bersembunyi dari  ketakutan masa lalu dan trauma.

Siapa sangka persamaan nasib mempertemukan mereka. Mereka bertemu dalam sebuah perjalanan setelah hujan. Zach  menuju kantornya sedang Maura mengantar sepupunya Shanon untuk ke sekolah (hal. 5).  Di sanalah kisah keduanya dimulai. Setelah pertemuan yang tidak sengaja itu, Zach mulai dekat Maura. Apalagi sejak Maura diusir tantenya karena dianggap lalai dalam menjaga Shanon.
“Kamu sudah melanggar kepercayaan yang aku berikan padamu. Kamu  harus belajar bertanggung jawab, Maura. Menanggung akibat kesalahanmu.” (hal. 37)

Dan entah sejak kapan keberadaan Maura bisa membuat Zach tidak lagi mengingat Aleska. Gadis itu memiliki sesuatu yang membuat Zach tertarik. Meski Zach sadar ada sesuatu yang disembunyikan Maura dengan segala tingkahnya yang kadang-kadang suka aneh jika bertemu dengan orang Indonesia.   Namun Zach bertekad untuk bersabar agar bisa merengkuh gadis itu.

Sampai kemudian Zach melihat sosok Maura dalam tampilan yang berbeda. Zach tidak menyangka kalau Maura memiliki seorang kembaran. Mereka sungguh mirip hanya saja kembaran Maura—Maghali itu berjilbab dengan sifat yang berbeda dari Maura (107).   Entah siapa yang nantinya akan diperjuangkan Zach dan rahasia apa yang disimpan Maura.

Membaca novel ini, selain diajak menyelami kisah manis antara Maura, Zach dan Maghali, pembaca juga diajak menyelami kepingan-kepingan misteri hidup Maura. Apa alasan dia lari ke Sydney dan takut untuk kembali jatuh cinta. Semua dipaparkan dengan gaya bahasa yang apik oleh penulis.  Selain menyuguhkan kisah cinta yang manis, penulis juga mendukungnya dengan setting tempat yang indah. Jadi seperti diajak jalan-jalan ke Sydney. 

Keunikan lain dari novel ini adalah penulis membubuhkan sisi religi yang cukup kental.  Banyak hal yang bisa dipelajari setelah membaca kisah ini. Misalnya tentang masalah shalat. Bahwa di manapun berada baik di tempat mayoritas atau minoritas kita harus melakukan shalat. (hal. 74) Atau tentang masalah pilihan berhijab dan  etika pacaran.  Semua dikemas dengan gaya bahasa yang renyah sehingga tidak terkesan menggurui. Meski tidak ada sesuatu yang sempurna, beberapa kesalahan dalam kepenulisan tidak mengurangi kenikmatan dalam membaca.

Dari buku ini dapat dipetik pelajaran  untuk selalu bersyukur. “Bersyukurlah kepada Tuhan. Dan tetaplah penuh harapan. Jangan lagi khawatir  dengan masa depanmu.” (hal. 75)  Serta mengajarkan agar jangan menjadi pribadi yang mudah menyerah. Kita harus menjadi seorang yang penuh semangat dan selalu berjuang keras dengan memiliki pikiran yang positif.  Masa lalu itu bukan akhir dari segalanya. Namun awal untuk menjadi pribadi yang lebih baik.  “Kamu nggak akan maju kalau tetap berkubang dalam masa lalu.” (hal. 161) 

Srobyong, 27 September 2016 

No comments:

Post a Comment