Sumber Google. |
[Cernak ini dimuat di Satelit Post, Senin 20 Maret 2017]
Kazuhana El Ratna Mida
Ita
merasa ikut sedih, ketika melihat Nana yang hampir menangis. Tadi, Nana
terlihat ingin ikut bermain. Tapi tidak
ada satu pun yang mau bermain
dengannya. Mereka malah saling berbisik, sambil menunjuk-nunjuk pada Nana. Ita
ingin melakukan sesuatu.
Hari
ini lapangan dekat rumah Ita ramai.
Maklum hari Minggu. Dari banyak anak-anak yang bermain, di sana ada Santi,
Lia, Cici, dan dirinya. Mereka adalah
teman sekelas Nana. Juga tetangga baru yang suka bermain di
lapangan. Mereka membuat janji untuk bermain
bersama. Melihat teman-temannya bermain, Ita yakin Nana juga ingin ikut
bermain. Namun dengan cepat Santi melarangnya.
Bahkan Santi juga membujuk Lia, Cici dan dirinya untuk tidak mau mengajak Nana.
“Hai,
kalian jangan pernah main dengan Nana. Dia itu berkutu,” ucap Santi agak
berbisik. Membuat Ita, Lia dan Cici berpandangan. Mereka antar percaya dan
tidak dengan ucapan Santi.
“Benarkah?”
tanya Ita.
Santi
langsung mengangguk. “Tentu saja benar. Pokoknya jangan dekat-dekat dengan dia.
Nanti kita ketularan punya kutu.” Santi menunjukkan wajah ketakutan. Lalu
diikuti Lia dan Cici. Mereka tidak mau memiliki kutu.
“Aku
tidak akan main dengannya,” Lia dan Cici berucap bersamaan.
Ita
menatap Santi yang terlihat menang. Lalu berpaling melihat Nana. Temannya itu
menunduk mendengar ucapan Santi yang menjelek-jelekkannya. Dianggap bisa
menularkan kutu. Ita bisa merasakan dari sikap Nana yang terlihat sangat sedih, mendengar komentar Santi.
Kenapa Santi
berperasangka buruk pada Nana? Kenapa Santi
membenci Nana? Itulah berbagai pertanyaan yang berada di kepala Ita.
Gadis kecil yang baru duduk di kelas empat itu tidak paham. Apa salah Nana pada
Santi?
“Tapi
setahuku Nana tidak seperti itu,” bela Ita setelah lama terdiam.
“Ya
sudah kalau kamu tidak percaya. Sana main dengan Nana, biar ketularan kutu.
Tapi aku tidak akan mengajakmu bermain dengan kami lagi,” ucap Santi galak.
“Yah,
sana main sama Nana,” Lia mengikuti ucapan Santi.
“Jangan
salahkan kami kalau nanti ketularan kutu,” ejek Cici.
“Sudah, ah.
Tidak usah membahas Nana. Kita mulai main saja.” Santi mengajak Cici dan Lia
yang selalu menurut pada Santi.
“Kamu boleh
pilih mau main dengan siapa, Ta.” Santi berucap lagi menunggu pilihan Ita.
Ita sungguh
bingung. Dia tidak ingin menjauhi Nana. Tapi dia juga tidak ingin menjauhi
Santi. Semua adalah temannya. Pasti akan menyenangkan jika bermain
bersama-sama. Tidak ada prasangka dan permusuhan.
Ita ingat pesan dari guru agamanya, Bu
Intan. Sesama teman tidak boleh berburuk
sangka dan membeda-bedakan teman. Bu
Intan juga pernah bilang tidak baik sesama teman itu tidak rukun.
~*~
Pada akhirnya,
Ita tetap memilih bermain dengan Nana.
Sejak pindah di SD Permata, Ita
tidak melihat tanda-tanda Nana memiliki kutu. Teman yang suka mengepang
rambutnya itu, sangat pintar dan baik hati.
Hanya Santi, Lia,
dan Cici yang tidak terlalu suka dengan Nana.
Tapi dua hari
kemudian ada yang aneh dengan Santi. Ita
dan Nana melihat Santi hanya duduk sendirian di bangkunya. Wajahnya terlihat sedih.
“Kamu kenapa,
San?” tanya Nana.
“Iya, biasanya
kamu selalu dengan Lia dan Cici.” Ita ikut penasaran.
“Mereka tidak
mau bermain denganku lagi,” ucap Santi sedih.
Lalu tanpa
diminta, Santi mulai bercerita kenapa Lia dan Cici menjauhinya. Semua gara-gara kutu. Santi tidak tahu,
kenapa dia tiba-tiba memiliki kutu. Padahal selama ini dia selalu keramas dan
merawat rambutnya yang panjang. Kecuali
kebiasannya yang mengikat rambut saat masih basah. Padahal ibunya selalu
melarang Santi melakukannya. Karena memang tidak baik untuk kesehatan rambut.
Karena kejadian ini, sekarang Santi tahu
bagaimana perasaan Nana.
“Maafkan aku,
ya, Na.” Santi berucap dengan sungguh-sungguh. “Maaf juga, ya, Ta.”
“Aku sudah
memaafkan, kamu, kok San,” ucap Nana dengan tersenyum. “Aku juga,” Ita ikut
bersuara.
Santi sangat
senang mendengarnya. Apalagi ketika Nana memberitahunya cara cepat
menghilangkan kutu. Sepertinya
Santi mendapat karma, karena telah memfitnah
Nana. Santi berjanji mulai sekarang
tidak akan jahat lagi. Dia tidak akan berburuk sangka dan tidak akan membenci
Nana yang lebih pintar dari dirinya.
Santi baru sadar, damai itu lebih indah daripada permusuhan.
Srobyong, 24
Oktober 2016
Kecil-kecil kok udah pintar main bully-an, hhhee
ReplyDeleteini siapa yg ngajarin, adek???
Kereenn mbak, ceritanya, simple tapi pesannya 'dapet' hheee
Kenytaan saat ini anak-anak memang sudah seperti itu Rohma. Miris. Sepertinya karena kadang anak menontotn televisi tanpa pendamping orangtua. Karena tahu sendiri banyak sinetron yang belum cocok dibaca semua usia.
Delete