Thursday, 6 April 2017

[Resensi] Mereguk Inspirasi dari Pemainan Kata dan Bahasa

Dimuat di Koran Pantura, Rabu 22 Februari 2017

Judul               : Drunken Mosnter
Penulis             : Pidi Baiq
Penerbit           : Pastel Books
Cetekan           : 1V, Agustus 2015
Halaman          : 292 hlm
ISBN               : 978-602-7870-67-3
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Sastra  bisa dikatakan sebagai seni berbahasa. Di mana penulis memiliki kekuatan untuk mengolah kata—dipanjangkan, dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, diperhalus atau diganjilkan. Semua tergantung pada gaya bahasa penulis masing-masing.

Ada penulis yang memakai gaya bahasa lugas dalam bercerita—langsung pada poinnya. Ada juga yang memakai gaya bahasa puitis dan berat. Maka berbeda dengan Pidi Baiq, dia adalah penulis yang memiliki gaya bahasa unik, ceplas-ceplos, tanpa struktur, bahkan kadang terasa sentilannya sepedan cabe rawit.  Namun tentu saja di balik gaya bahasanya yang bisa dibilang ‘semau gue’ dalam karya-karyanya, termaktub banyak inspirasi yang bisa diteguk.

Prof. Dr. Bambang Sugiharto berkata, “Ini buku berbahaya. Kalimatnya pendek-pendek tanpa struktur, selain merusak kesehatan bahasa Indonesia, juga kerap berlompatan, berletupan, bagai petasan cabe rawit, mudah menyengat dan merusak saraf-tawa.” (hal 5).

Drunken Moster, merupakan salah satu buku karya penulis yang sudah dicetak beberapa kali. Merupakan catatan harian Pidi Baiq yang diceritakan dengan gaya bahasa bebas dan kocak. Dalam kata pengantar yang dipaparkan Dr. Yasraf Amir Piliang “Selama ini, kebudayaan kita memingkirkan segala yang dianggap banal, tak-penting, tak-signifikan, tal-logis, buruk, janggal, atau sumbang. Semua dianggap sebagai “ekses kebudayaab” atau noise peradaban. Akan “terpingkirkan” dari kebudayaan itu—yang abnormal, tak-logis, jelek, chaotic, iseng, aneh dan buruk—justru adalah air mata dari pengalaman estestis yang baru.”  (hal 7).

Buku ini mengajak pembaca keluar dari normalitas kebudayaan. Sebagaimana dalam kisah bertajuk “Air Lembang Panas”. Penulis menawarkan kisah kocak yang membuat pembaca mengulum senyum. Namun di balik kekonyolan kisah itu ada pesan tersirat yang bisa diambil pelajaran. Bahwa sebagai manusia, kita tidak boleh melihat seseorang berdasarkan covernya saja (hal 37).

Atau dalam cerita “Drunken Moster” pembaca diingatkan tentang pentingnya komunikasi dalam sebuah hubungan rumah tangga. Tidak ketinggalan adalah pentingnya ucapan maaf jika memang melakukan kesalahan.  Tidak kalah menyentil adalah pesan tersirat  dalam cerita berjudul “Jalan ke Mana-Mana”. Betapa pentingnya sikap jujur dan selalu ingat Allah di mana pun berada (hal 69).

Lalu sebuah kisah bertajuk “Hari Senin.” Di sini penulis mengingatkan pada kita, bahwa dalam mewujudkan kebahagiaan itu bukan hanya soal materi, tapi juga perlu adanya kasih sayang yang cukup dari orangtua. “Ajak anak-anak main. Saya serius, nih? Anak-anakmu mungkin butuh uang, tapi anak-anakmu juga butuh ayah.” (hal 171).

Ada juga sindirian pada aparat kepolisian yang kadang suka memanfaatkan keadaan demi kepentingan sendiri.  Juga pembelajaran  tentang syukur. Masih banyak orang yang berjuang lebih keras dari kita. Lihat ke bawah agar selalu bersyukur dan  jangan melihat ke atas. Karena bisa membuat takabur.  “Dulu, saya kira mudah membawa becak, ternyatata saya salah. Apa Mang Ikun suka mengeluh?” (hal 184).

Kocak, tidak terduga, tapi sangat mengena dan mengajarkan banyak ilmu yang bisa diambil sebagai perenungan dan diambil inspirasinya. Begitulah kira-kira yang saya rasakan ketika membaca buku ini.  

Srobyong, 1 Desember 2016 

4 comments:

  1. Saya suka buku ini. Memang benar, gaya bahasa yang dipakai Pidi Baiq sangat unik. Bisa langsung bikin ketawa, bisa juga bikin mikir 'maksudnya apa'. Pokoknya baca buku ini terhibur dan tercerahkan, hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mas bahanya unik dan memikat. Dia memiliki gaya bahasa yang berbeda dari kebanyakan penulis.

      Delete
  2. Aku belum pernah baca tulisannya Pidi Baiq sama sekali. huhuhuuu
    Mbak Ratna garai penasarann...
    .
    .
    .
    yeps, anak2 itu ga cuma butuh materi, tapi juga kasih sayang,
    ahsekk hee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sok dibaca. Gaya bahasanya unik :D

      Iya Rahma, semua harus seimbang biar bisa memberi dampak baik :D

      Delete