Wednesday, 12 April 2017

[Resensi] Belajar Menjaga Hati Melalui Novel

Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu 26 Maret 2017 

Judul               : Cinta dalam Semangkuk Sop Kaki Kambing 
Penulis             : Ifa Avianty
Penerbit           : Indiva
Cetakan           : Pertama, Oktober 2016
Tebal               : 176 hlm
ISBN               : 978-602-6334-03-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama. Jepara.

Membaca novel ini selain disuguhi kisah cerita yang lucu dan unik, penulis juga menyisipkan sisi historis yang berhubungan dengan perbedaan ideologi masa pergerakan nasioanal.  Di sini disinggung juga perihal masalah kultur daerah yang membuat novel ini terasa berbeda dengan kebanyakan novel lainnya. Penulis memiliki keunikan tersendiri dalam menghadirkan kisah yang tidak pasaran.

Mengisahkan tentang cinta segitiga yang dikemas renyah dan tidak terduga. Ada Stepanie si Putri Ketimun yang sering patah hati, Awy sang Pangeran Naga yang dimabuk asmara serta Gadhi si jejaka nerdy.

Awy dan Gadhi adalah sahabat kental. Mereka mulai dekat ketika masuk SMA,  karena sama-sama  nerd. Jadi dengan sendirinya mereka pun menjadi cocok (hal 16) Dan Stephanie adalah teman Awy semasa zaman TK dulu.  Mereka sempat berpisah karena berbeda sekolah sampai akhirnya bertemu lagi di resto Gadhi saat makan Sop Kaki Kambing.

Di sinilah, entah dapat gagasan dari mana, tiba-tiba Awy ingin menjodohkan Gadhi dengan Stephanie. Menurutnya mereka sangat cocok. Bahkan Awy sudah merencakan untuk mempertemukan mereka. Hanya saja, mendadak Awy berubah pikiran. Diam-diam dia juga mengharapkan bisa memiliki Stephanie. Hingga akhirnya dia membernikan diri mengutarakan perasaannya. Dan di sinilah masalah dimulai. Di sisi lain, Stephanie merasa bimbang. Benarkah dia telah melakukan hal yang benar dengan menerima Awy?

Beralih ke Gadhi, akhirnya dia berkesempatan melihat Stephanie yang selalu dibanggakan Awy sebagai calon istrinya. Yang ternyata pertemuan itu ternyata memberi efek yang tidak terduga. Baik bagi Gadhi juga bagi Stephanie. Dan tiba-tiba dia merasa menyesal mengiyakan tawaran Awy (hal 55).

Dan masalah semakin rumit, ketika orangtua Stephanie menawarkan perjodohan dan Awy dihadapkan pada sebuah tradisi yang membuatnya tidak tenang. Dan lebih mengejutkan Babe Awy ternyata mengenal tentang keluarga Stephanie yang semakin membuatnya dilarang menikahinya. Ada misteri apa?

Setelah bagian ini pembaca akan diajak menyelami side story di masa lampau yang masih mendarah daging. Sejarah yang berhubungan dengan keluarga Awy juga Stephanie.  Setting waktu pun berubah di zaman masa penjajahan  tahun 1908-1924. Petualangan baru yang menegangkan akan membuat kita tersihir.

Dipaparkan dengan sudut pandang masing-masing tokoh membuat para tokoh terasa hidup. Sejak awal novel ini cukup sulit ditebak endingnya. Membuat penasaran penuh kejutan. gaya bahasanya pun renyah dan lugas. Asyik untuk diikuti.  Dan lagi ada sisi religi yang kental dalam novel ini.  Meski memang pada beberapa bagian ada yang terasa lambat dan ada ketidakkonsistenan dalam pemakaian pov aku (hal 43-44). Tapi lepas dari kekurangannya novel ini sangat recomended dibaca.
Kekuatan lain dalam novel ini adalah banyaknya selipan nasihat yang menginspirasi bisa dijadikan pembelajaran dan renungan. Misalnya di  sini kita diajari bagaimana cara menjaga hati, memanage cinta yang baik agar mendapat rahmat-Nya. Kita juga dianjurkan untuk tidak membiasakan berpikir positif karena pikiran positif memiliki energi yang positif juga. “Kalau kamu pikir tidak bahagia, maka kamu kemungkinan memang tidak bahagia.” (hal 63).

Lalu kita juga dilarang berpikir pendek dan negatif. “Jangan berpikiran negatif terhadap sesuatu yang belum terjadi.” (hal 78). Dan mengajarkan agar ikhlas dalam setiap cobaan yang menerpa, berdamai dengan masa lalu.

Srobyong, 25 Februari 2017 

6 comments:

  1. Nasehat-nasehatnya bagus. Jika kita berpikiran positif, maka energi-energi yang ada di sekitar kita akan menjadi positif. Jika kita berfikir bahagia maka ... ^_^

    ReplyDelete
  2. Kita juga dianjurkan untuk tidak membiasakan berpikir positif karena pikiran positif memiliki energi yang positif juga. “Kalau kamu pikir tidak bahagia, maka kamu kemungkinan memang tidak bahagia.” (hal 63).
    .
    .
    .
    ini kata2nya begitu ambigu mbak, hhee
    kita dianjurkan utk berpikir positif, maka kita akan dampaknya, begitu pun sebaliknya, kira2 kayak gitu kan ya mbak, hheee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhheh, sepertinya ada yang kelebihan kata atau ada yang harus ditambah. hehh Rohma jeli banget :) Masukan diterima :)

      Delete
  3. Berarti ini pake alur flashback yah, Mbak Ratna?
    aku jadi penasaran, ada konflik apa sih sma keluarga Awy sama Stephanie? heheee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tepatnya sih alurnya campuran Rohma, kisahnya sederhana tapi dikemas dengan tidak biasa, jadi seru :D

      Delete