[Dimuat di Radar Sampit, Minggu 26 Maret 2017]
Judul : Love in Pompeii
Penulis : Indah Hanaco
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, November 2016
Tebal : 236 hlm
ISBN : 978-602-03-3452-3
Peresensi : Ratnani
Latifah. Alumni Universitas Islam
Nahdlatul Ulama, Jepara.
Setiap orang sudah pasti memiliki
masa lalu. Hanya saja pilihan untuk terkunkung dengan masa lalu atau bangkit—move
on menghadapi kenyataan, kembali pada pribadi masing-masing. Yang perlu digaris bawahi, masa lalu
bukanlah hantu yang harus dihindari, tapi sesuatu yang harus direngkuh, agar
bisa dijadikan kaca pembelajaran untuk berjalan maju menghadapi masa depan.
Sebagaimana novel pada umumnya,
penulis mengambil tema cinta. Namun jangan khawatir, selain kisah cinta penulis
juga memadukan dengan tema-tema pendukung yang unik dan seru. Apalagi dalam pemilihan setting yang
menjadi poin tambahan yang membuat novel ini memikat.
Novel ini berkisah tentang Gladys yang memilih membuang masa lalunya
dengan tinggal di Hampstead, London.
Sebuah masa lalu yang membuat Gladys menjadi sosok yang sangat waspada
kepada para pria. Di sana dia tinggal bersama Tantenya—Herra dan Lulu putri
kecilnya. Pada awalnya kehidupanya
terasa damai dan menyenangkan. Sampai kemudian ada tetangga baru yang membuat
kehidupan Gladys berubah dastris (hal 4).
Namanya Callum. Dia adalah seorang
pembalap formula one. Selama ini dia terkenal sebagai lady killer dan
selalu mengencani model-model cantik di sekelilingnya. Hanya saja Callum
sendiri tidak ingin memiliki komitmen dengan siapa pun. Karena banginya sebuah
komitmen itu akan mengingatkannya pada
masa lalu yang saat ini tengah ingin dia buang jauh-jauh.
Siapa sangka dua manusia yang
terkungkung dalam masa lalu ini kemudian dipertemukan pada kejadin yang tidak
terduga. Di perumahan tempat Gladys tinggal ada sebuah peraturan yang tidak
tertulis jika da tetangga baru, maka diharuskan menyambutnya dengan memberikan apple
pie (hal 15). Dan
itulah yang dilakukan Gladys. Hanya saja pertemuan pertama itu terjadi insiden
yang membuat Gladys tidak terlalu menyukai Callum.
Di sisi lain, jika Gladys tidak
ingin berhubungan dengan tetangganya, maka hal itu berbanding berbalik dengan
Lulu. Putri kesayangan Gladys malah sangat mengidolakan Callum. Lulu bahkan
dengan santai melekat dan meminta gendong pada Calllum. Lulu seolah menjadi jembatan yang kemudian
membuat Gladys dan Callum menjadi dekat.
Dan lambat laun, Gladys pun mulai
bisa menerima keberadaan Callum. Mereka bahkan pernah berbagi sedikit masa lalu
yang menjad momok bagi keduanya. Seperti alasan Gladys memilih tinggal di
London, hingga kepedihan lain yang harus Lulu lalui. Callum pun juga berkisah,
tentang masa kecilnya yang membuatnya kadang terlalu over protektif pada Lulu.
Karena dia tidak ingin Lulu tidak memiliki kasih sayang seperti dirinya. Tanpa
Callum sadari, dia sudah sangat jatuh cinta dengan kepolosan Lulu dan entah
mengapa dia merasa sangat nyaman dengan kedekatannya dengan Gladys.
Perasaan itu semakin Callum rasakan
ketika mereka sempat melakukan perjalanan liburan bersama ke Napoli. Menikmati
keindahan teluk Napoli, mengunjungi
Castle dell’ Ove, Pasilipo, Amalfi Coast
hingga Pompeii—kota zaman Romawi kuno yang pernah terkubur selama enam belas
abad, setelah letusan gunung Venesius di tahun 79 (hal 257).
Hanya saja ketika mereka kembali,
baik Gladys atau pun Callum dihadapkan kembali pada masa lalu yang masih
menjadi hantu bagi mereka. Entah apa
yang akan mereka pilih. Apalagi baik Gladys atau Callum menyadari, perihal
keyakinan mereka yang tidak sejalan. Dan
Gladys juga harus menelan keterkejutan tentang sebuah rahasia yang
selama ini tidak pernah dia ketahui tentang jati dirinya yang sebenarnya.
Dipaparkan dengan gaya bahasa yang
renyah dan gurih, membuat novel ini
asyik dinikmati. Memilih alur maju mundur memberi poin lebih pada novel
ini—membuat pembaca digelitik rasa penasaran hingga menamatkan kisah ini sampai
akhir. Banyak kejutan yang tidak terduga
yang mengesankan. Kelebihan lainnya
adalah dalam menghidupkan kisah dari pemaparan setting dan karakter tokoh yang
kuat dan minimnya kesalahan tulis.
Novel ini sarat makna. Di antara
kita diajarkan bagaimana mendidik anak. Bahwa
anak itu sejatinya tidak hanya butuh materi saja, namun kasih sayang dan
perhatian itu juga penting.
Selain itu dalam novel ini kita
diajak untuk mencoba berdamai dengan masa lalu. Jangan jadikan masa lalu
sebagai ketakutan dan menutup diri. tapi jadikan itu sebagai pelajara untuk
menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan terpaku dengan ucapan orang lain.
“Kau tidak perlu memikirkan opini
orang. Selalu ada kesalahan yang bisa dilihat seseorang di luar sana, meski kau
tidak melakukan apa-apa.” (hal 47).
Srobyong, 11 Februari 2017
Hhahaa... iya sedih banget, kalau dengerin perkataan orang lain
ReplyDeleteseakan2 adaa aja yg salah dari diri kita.
ngelakuin sesuatu atau pun nggak, dianggap ga bener,
so, usah gitu ya mbak, dengerin hal2 yg tak mengenakkan buat kita, hheee
Aku gagal fokus loh mbak, Lulu tak kirain itu anaknya tante Hera, ternyata anaknya Gladys, hhee
keknya gaya penulisannya Mbak Indah Hanaco itu meski temanya tentang 'cinta', tapi bisa dibalut dg bumbu2 yg menarik buat pembaca ya mbak, hehheee
Iya, bener banget mereka hanya menilai dari luarnya saja.
DeleteYup bener banget. Dan kisahnya seru-seru banget :D