Judul : My Hijab
Penulis : Ifa Avianty
Penerbit : Pastel Books, Penerbit Mizan
Cetakan : Pertama, Mei 2016
Halaman : 164 hlm
ISBN : 978-602-0851-42-3
Peresensi : Ratnani Latifah, Penikmat buku dan penyuka literasi. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Memakai hijab adalah sekian dari
banyak perintah Allah kepada Muslimah. Keputusan untuk mengenakan (dan juga
melepaskannya) adalah pilihan. Hijab itu
bukan sekadar pemanis belaka atau untuk mengikuti fashion yang ada. Namun
sebuah usaha untuk menutup aurat menjalankan syariat agama. Mantapkan niat dan
tujuan dalam berhijab agar tidak ada kecewa dalam pilihan yang kita buat. (hal.
6)
Dulu sekitar tahun 80-90-an, hijab
lebih dikenal dengan sebutan jilbab. Kala itu belum banyak Muslimah Indonesia
yang mengenakan hijab. Jika pun ada para pemakai hijab itu berasal dari
kalangan anak pesantren. Untuk anak di
sekolah umum bisa dihitung jari. Banyak masyarakat yang memandang bahwa memakai
jilbab itu aneh, apalagi jika itu hijab yang panjang. Bahkan pada tahun 1991 ketika Surat Keputusan
jilbab sudah resmi diberikan, masih banyak intimidasi terhadap akhwat yang
berjilbab. (hal. 30-31)
Masyarakat belum bisa menerima
kehadiran Muslimah berhijab di ruang publik. Ada anggapan bahawa ketika
berhijab akan membuat jodoh sulit datang, susah mendapat pekerjaan dan dianggap
sebagai teroris. Miris sekali mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang
memiliki penduduk pemeluk agama Islam paling banyak di dunia.
Padahal sudah dijelaskan dalam dalam
surat Al-Ahzab ayat 59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya—ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Buku ini merupakan kisah nyata
penulis dalam memperjuangkan pilihannya memakai hijab. Dia menyampaikan bagaimana perjuangan para
muslimah yang dulu ingin menunaikan kewajiban Allah yang penuh liku. Berbeda
dengan sekarang, hijab sudah mulai diterima masyarakat luas. Bahkan hijab kini
malah sudah menjadi fashion tersendiri yang tidak kalah menarik dengan fashion
lainnya.
Hal ini bisa dilihat dari kemunculan
berbagai jenis fashion hijab. Seperti Jilbab Jhoda Akbar—yang diadaptasi
dari salah satu film India yang laris di Indonesia. Ada pula Jilbab Hana—diambil dari salah satu film di Indonesia.
Contoh lagi Jilbab Wolfis, Rawis, paris dan masih banyak lagi.
Melihat fenomena ini, penulis selain
senang karena hijab sudah diterima, namun juga mulai resah. Karena melihat
kenyataan hijab lebih pada digunakan untuk fashion saja, belum dipilih
dari hati. Padahal seyogyanya, ketika
seorang Muslimah sudah memutuskan berhijab, ada baiknya juga mulai memperbaiki
diri. Dimulai dari cara menjaga bicara, menjaga pandangan mata, menjaga agar
selalu berperilaku baik dan sopan dan menjaga jilbab itu sendiri. Memantapkan niat dan tujuan dalam berhijab.
Penulis juga menghimbau bagi para
Muslimah yang berhijab, jangan khawatir untuk masalah jodoh atau karir. Jodoh
adalah rahasia Allah, yang terpenting adalah terus memperbaiki diri dan tidak
lupa berdoa pada Allah. Dan masalah karir, sekarang ini sudah terbukti meski
berhijab kita tetap bisa berprestasi dalam membuka bisnis atau bekerja
kantoran. Sebuah buku yang sangat inspiratif dan recomended untuk dibaca
bagi perempuan. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang santai dan menyenangkan.
Srobyong, 7 September 2016
Dimuat di Jateng Pos, Minggu 9 Oktober 2016 |
Iya sedih juga klo liat muslimah hanya jadikan jilbab sbgai tremd fashion aja. Tapi alhamdulillahh stidaknya mereka udh mau patuh sma peraturan Alllah utk menutup aurat. Tingkaaha laku pemakai jga urusan mereka trsndiri sama Tuhaan. Hhee
ReplyDeleteIya. Belum lagi kadang jika bertingkah jelek, pemakai jilbab yang lain dicap jelek juga. Itu yang nggak enak. Padahal tidak semua muslimah berjilbab berbuat seperti itu (dalam artian minus) namun karena salah satu ada yang berbuat seperti itu, pemakai jilbab kena getahnya saja. hehh
Delete