Wednesday, 12 October 2016

[Resensi] Hijab: Antara Fashion dan Keyakinan


Judul               : My Hijab
Penulis             : Ifa Avianty
Penerbit           : Pastel Books, Penerbit Mizan
Cetakan           : Pertama, Mei 2016
Halaman          : 164 hlm
ISBN               : 978-602-0851-42-3
Peresensi           : Ratnani Latifah, Penikmat buku dan penyuka literasi. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Memakai hijab adalah sekian dari banyak perintah Allah kepada Muslimah. Keputusan untuk mengenakan (dan juga melepaskannya) adalah  pilihan. Hijab itu bukan sekadar pemanis belaka atau untuk mengikuti fashion yang ada. Namun sebuah usaha untuk menutup aurat menjalankan syariat agama. Mantapkan niat dan tujuan dalam berhijab agar tidak ada kecewa dalam pilihan yang kita buat. (hal. 6)

Dulu sekitar tahun 80-90-an, hijab lebih dikenal dengan sebutan jilbab. Kala itu belum banyak Muslimah Indonesia yang mengenakan hijab. Jika pun ada para pemakai hijab itu berasal dari kalangan anak pesantren.  Untuk anak di sekolah umum bisa dihitung jari. Banyak masyarakat yang memandang bahwa memakai jilbab itu aneh, apalagi jika itu hijab yang panjang.  Bahkan pada tahun 1991 ketika Surat Keputusan jilbab sudah resmi diberikan, masih banyak intimidasi terhadap akhwat yang berjilbab.  (hal. 30-31)

Masyarakat belum bisa menerima kehadiran Muslimah berhijab di ruang publik. Ada anggapan bahawa ketika berhijab akan membuat jodoh sulit datang, susah mendapat pekerjaan dan dianggap sebagai teroris. Miris sekali mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki penduduk pemeluk agama Islam  paling banyak di dunia.  

Padahal sudah dijelaskan dalam dalam surat Al-Ahzab ayat 59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya—ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Buku ini merupakan kisah nyata penulis dalam memperjuangkan pilihannya memakai hijab.  Dia menyampaikan bagaimana perjuangan para muslimah yang dulu ingin menunaikan kewajiban Allah yang penuh liku. Berbeda dengan sekarang, hijab sudah mulai diterima masyarakat luas. Bahkan hijab kini malah sudah menjadi fashion tersendiri yang tidak kalah menarik dengan fashion lainnya.

Hal ini bisa dilihat dari kemunculan berbagai jenis fashion hijab. Seperti Jilbab Jhoda Akbar—yang diadaptasi dari salah satu film India yang laris di Indonesia. Ada pula Jilbab  Hana—diambil dari salah satu film di Indonesia. Contoh lagi Jilbab Wolfis, Rawis, paris dan masih banyak lagi.

Melihat fenomena ini, penulis selain senang karena hijab sudah diterima, namun juga mulai resah. Karena melihat kenyataan hijab lebih pada digunakan untuk fashion saja, belum dipilih dari hati.  Padahal seyogyanya, ketika seorang Muslimah sudah memutuskan berhijab, ada baiknya juga mulai memperbaiki diri. Dimulai dari cara menjaga bicara, menjaga pandangan mata, menjaga agar selalu berperilaku baik dan sopan dan menjaga jilbab itu sendiri.  Memantapkan niat dan tujuan dalam berhijab.

Penulis juga menghimbau bagi para Muslimah yang berhijab, jangan khawatir untuk masalah jodoh atau karir. Jodoh adalah rahasia Allah, yang terpenting adalah terus memperbaiki diri dan tidak lupa berdoa pada Allah. Dan masalah karir, sekarang ini sudah terbukti meski berhijab kita tetap bisa berprestasi dalam membuka bisnis atau bekerja kantoran. Sebuah buku yang sangat inspiratif dan recomended untuk dibaca bagi perempuan. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang santai dan menyenangkan.


Srobyong, 7 September 2016

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 9 Oktober 2016


2 comments:

  1. Iya sedih juga klo liat muslimah hanya jadikan jilbab sbgai tremd fashion aja. Tapi alhamdulillahh stidaknya mereka udh mau patuh sma peraturan Alllah utk menutup aurat. Tingkaaha laku pemakai jga urusan mereka trsndiri sama Tuhaan. Hhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Belum lagi kadang jika bertingkah jelek, pemakai jilbab yang lain dicap jelek juga. Itu yang nggak enak. Padahal tidak semua muslimah berjilbab berbuat seperti itu (dalam artian minus) namun karena salah satu ada yang berbuat seperti itu, pemakai jilbab kena getahnya saja. hehh

      Delete