Judul :
Love In Adelaide
Penulis : Arumi E
Editor :
Donna Widjajanto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, 2015
Halaman : vi + 230 hal
ISBN : 978-602-03-2545-3
“Nggak ada yang nggak mungkin jika Allah berkehendak.” (hal. 176)
Tidak ada yang tahu masa depan itu
akan seperti apa. Begitulah yang dipercayai Aleska. Cinta memang tidak tahu
kapan akan datang dan pada siapa cinta itu akan tertambat. Dan manusia hanya bisa berencana untuk
ketentuan hanya Tuhan yang bisa menetapkan.
Novel ini menceritakan tentang
sebuah kehidupan yang penuh kejutan dan kadang memang tidak bisa diprekdisikan
oleh manusia. Seperti halnya dengan
kehidupan yang tengah dialami Aleska. Siapa yang menyangka di usia 45 tahun,
ibunya—Marinata memutuskan menikah lagi.
Lebih mengejutkan lagi sang ibu tidak
memilih seorang pribumi saja, tapi seorang bule Ausralia—Pak Abe.
“Jodoh itu memang nggak bisa ditebak.” (hal. 8) Aleska akhirnya sepakat dengan pendapat ibunya. Hal inilah yang kemudian membuat dia harus rela meningglakan Bandung dan tinggal di Adelaide. Bagaimana pun dia memang sangat sayang dengan ibunya.
“Jodoh itu memang nggak bisa ditebak.” (hal. 8) Aleska akhirnya sepakat dengan pendapat ibunya. Hal inilah yang kemudian membuat dia harus rela meningglakan Bandung dan tinggal di Adelaide. Bagaimana pun dia memang sangat sayang dengan ibunya.
Di tempat yang baru itu, Aleska menyadari
untuk harus mempraktikkan pepatah, “di mana bumi dipijak di situ langit
dijunjung.” (hal. 20) Yang terpenting tidak melanggar ketentuan agama.
Kepindahannya ke Adelaide membuatnya
mengenal Zach Mayers—anak Pak Abe—yang berarti saudara tirinya yang dalam
pandangan Aleska cukup menyebalkan karena terlalu protektif. Lalu ada juga Sarah yang lebih membuatnya
tidak nyaman karena tidak pernah bersikap manis.
Selama di Adelaide Aleska memutuskan
bekerja dan kebetulan diterima di sebuah
restoran bernama Asian Taste. Di sanalah dia mengenal sosok Neil. Seorang lelaki
yang entah kenapa membuat Aleska merasa nyaman. Neil sangat baik dan tidak
segan menolong siapa pun.
Sayangnya kedekatan Aleska dan Neil
dinilai buruk oleh Zach. Lelaki itu merasa
tidak sepantasnya Aleska bergaul dengan Neil. “Kamu itu muslimah, tentunya
tahu batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Apalagi
kamu berhijab. Kamu harus menjaga nama baik muslimah.”(hal. 90)
“Berteman boleh, tapi jangan lebih
dari itu. Ingat ya, jangan melakukan hal yang bisa membuat menimbulkan fitnah.” (hal. 93)
Tapi Aleska tidak pernah
mengindahkan sikap Zach yang dianggapnya terlalu protektif itu. Siapa yang peduli. Dia yang berteman dengan
Neil, kenapa Zach yang harus repot? Harusnya Zach lebih peduli pada Sarah, adik
kandungnya sendiri. Begitulah yang Aleska katakan pada Zach. Aleska pun tetap menjalin hubungan dengan Neil—Lelaki
berdarah Ingris—Aborigin. Tapi benarkan
sebuah kedekatan antara lelaki dan wanita dewasa itu murni sebuah jalinan
pertemanan?
Sayangnya tidak. Baik Neil dan
Aleska menyadari ada sesuatu yang berbeda yang membuat mereka selalu ingin
bersama. Meski mereka tahu ada jurang dalam yang harus mereka lalui. Tentang kepercayaan
dan cinta. Belum lagi Sarah yang
tiba-tiba ikut masuk mericuh dalam hubungan mereka. Lalu Aleska memutuskan
pulang dan entah kenapa Zach malah datang ke Bandung.
Novel ini selain mengangkat teman
percintaan dengan berbagai perbedaan. Dari budaya, hingga kepercayaan, juga
mengakat teman keluarga. Tentang bagaimana nasib anak dari korban broken
home seperti yang dialami Sarah.
Selain itu ada juga selipan-selipan
budaya kental bersangkutan dengan setting novel ini. Misalnya tentang diskriminasi pada kaum
Aborigin dari beberapa kulit putih yang berpandangan sempit. Mereka yang
pendatang merampas hak-hak kaum Aborigin di tanah mereka sendiri. (hal. 60) Disinggung juga tentang
didgeridoo yang merupakan alaat musik asli dari Aborigin, yang disinyalir
sebagai alat musik tertua di dunia. (hal. 83)
Diceritakan dengan gaya bahasa yang
mengalir dan lembut, sehingga asyik untuk diikuti. Dan banyak kejutan yang
membuat semakin pensaran dengan jalannya cerita ini. Dan bakal ada kejutan di
akhir cerita.
Novel ini juga kental dengan suasana
religi. Hanya saja, agak tidak terlalu suka dengan sikap Aleska, dilihat dari
sisi Islam dan hijabnya. Sebagaimana yang dikhawatirkan Zach, tentang
batas-batas pergaulan lelaki dan perempuan, tapi Aleska tetap melanggarnya. Dia
tetap pergi berduaan dengan Neil. Padahal
seharusnya dia tahu lelaki dan perempuan tidak boleh berduaan saja, kan sama
saja khalwat. Di sini sering terjadi mereka suka bepergian bareng.
Lepas dari itu kisah ini tetap asyik buat dibaca. Karena banyak
pesan yang bisa diambil dari novel ini. Semisal tentang keharusan untuk saling
menghormati antar suku. Lalu pendidikan yang baik itu bukan dilakukan dengan
kekerasan saja, tapi juga perlu dengan kasih sayang. Dan pastinya menjaga
pergulan yang baik antara lelaki dan perempuan. Sebuah bacaan segar yang
recomended.
Dan satu lagi bertebaran quote yang
keren dalam novel ini. Di antaranya :
Tiap orang itu unik. Satu manusia
pasti berbeda dengan manusia lainnya. (hal. 21)
Pacaran itu nggak baik. (hal. 35)
Jangan meremahkan imaji. Terkadang tanpa kita sadari apa yang kita khayalkan bisa
menjadi doa yang suatu saat nanti bisa terkabul. (hal. 51)
Hanya Allah yang berhak menentukan
kamu berdosa atau tidak, kamu diampuni atau tidak. Selama kamu masih diberi
hidup, itu artinya kamu diberi kesempatan menembus kesalahanmu dan berubah
perlahan menjadi lebih baik. (hal. 193)
Tumben enggak panjang ngupasnya? Maksudku biar tambah tahu aku isinya. Hehe. Aku jadi ingat, punya naskah yang agak mirip. Muslimah berjilbab, tapi bebas bergaul. Apakah itu menyebabkan kobtroversi? Sedang cerita sebenarnya based on true story.
ReplyDeleteTumben enggak panjang ngupasnya? Maksudku biar tambah tahu aku isinya. Hehe. Aku jadi ingat, punya naskah yang agak mirip. Muslimah berjilbab, tapi bebas bergaul. Apakah itu menyebabkan kobtroversi? Sedang cerita sebenarnya based on true story.
ReplyDeleteWah ada Mbak Kayla. Kurang panjang tah kupasannya, biar Mbak Kayla penasaran wes hehhh. Iya masih suka agak riskan melihat muslimah yang terlalu akrba sama bukan mahramnya, boleh sih sejatinya tapi rasanya kudu ana pihak lain biar tak terlihat khalwat karena berduan mulu, hehh.
ReplyDeleteKalau kepanjangan takut spoiler Mbak ^_^
ReplyDeleteWah ada Mbak Kayla. Kurang panjang tah kupasannya, biar Mbak Kayla penasaran wes hehhh. Iya masih suka agak riskan melihat muslimah yang terlalu akrba sama bukan mahramnya, boleh sih sejatinya tapi rasanya kudu ana pihak lain biar tak terlihat khalwat karena berduan mulu, hehh.
ReplyDelete