Tuesday, 26 April 2016

[Review] Tentang Sebuah Kepercayaan dan Cinta

Judul               : Love In Adelaide
Penulis             : Arumi E
Editor              : Donna Widjajanto
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, 2015
Halaman          : vi + 230 hal
ISBN               : 978-602-03-2545-3

“Nggak ada yang nggak mungkin jika Allah berkehendak.” (hal. 176)

Tidak ada yang tahu masa depan itu akan seperti apa. Begitulah yang dipercayai Aleska. Cinta memang tidak tahu kapan akan datang dan pada siapa cinta itu akan tertambat.  Dan manusia hanya bisa berencana untuk ketentuan hanya Tuhan yang bisa menetapkan.

Novel ini menceritakan tentang sebuah kehidupan yang penuh kejutan dan kadang memang tidak bisa diprekdisikan oleh manusia.  Seperti halnya dengan kehidupan yang tengah dialami Aleska. Siapa yang menyangka di usia 45 tahun, ibunya—Marinata  memutuskan menikah lagi.  Lebih mengejutkan lagi sang ibu tidak memilih seorang pribumi saja, tapi seorang bule Ausralia—Pak Abe.

“Jodoh itu memang nggak bisa ditebak.” (hal. 8)  Aleska akhirnya sepakat dengan pendapat ibunya.  Hal inilah yang kemudian membuat dia harus rela meningglakan Bandung dan tinggal di  Adelaide. Bagaimana pun dia memang sangat sayang dengan ibunya.

Di tempat yang baru itu, Aleska menyadari untuk harus mempraktikkan pepatah, “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.” (hal. 20) Yang terpenting tidak melanggar ketentuan agama.  

Kepindahannya ke Adelaide membuatnya mengenal Zach Mayers—anak Pak Abe—yang berarti saudara tirinya yang dalam pandangan Aleska cukup menyebalkan karena terlalu protektif.  Lalu ada juga Sarah yang lebih membuatnya tidak nyaman karena tidak pernah bersikap manis.

Selama di Adelaide Aleska memutuskan bekerja dan kebetulan diterima  di sebuah restoran bernama Asian Taste. Di sanalah dia mengenal sosok Neil. Seorang lelaki yang entah kenapa membuat Aleska merasa nyaman. Neil sangat baik dan tidak segan menolong siapa pun.

Sayangnya kedekatan Aleska dan Neil dinilai buruk oleh Zach. Lelaki itu  merasa tidak sepantasnya Aleska bergaul dengan Neil. “Kamu itu muslimah, tentunya tahu batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Apalagi kamu berhijab. Kamu harus menjaga nama baik muslimah.”(hal. 90)

“Berteman boleh, tapi jangan lebih dari itu. Ingat ya, jangan melakukan hal yang bisa membuat menimbulkan fitnah.” (hal. 93)

Tapi Aleska tidak pernah mengindahkan sikap Zach yang dianggapnya terlalu protektif itu.  Siapa yang peduli. Dia yang berteman dengan Neil, kenapa Zach yang harus repot? Harusnya Zach lebih peduli pada Sarah, adik kandungnya sendiri. Begitulah yang Aleska katakan pada Zach.  Aleska pun tetap menjalin hubungan dengan Neil—Lelaki berdarah Ingris—Aborigin.  Tapi benarkan sebuah kedekatan antara lelaki dan wanita dewasa itu murni sebuah jalinan pertemanan?

Sayangnya tidak. Baik Neil dan Aleska menyadari ada sesuatu yang berbeda yang membuat mereka selalu ingin bersama. Meski mereka tahu ada jurang dalam yang harus mereka lalui. Tentang kepercayaan dan cinta.  Belum lagi Sarah yang tiba-tiba ikut masuk mericuh dalam hubungan mereka. Lalu Aleska memutuskan pulang dan entah kenapa  Zach malah datang ke Bandung.

Novel ini selain mengangkat teman percintaan dengan berbagai perbedaan. Dari budaya, hingga kepercayaan, juga mengakat teman keluarga. Tentang bagaimana nasib anak dari korban broken home seperti yang dialami Sarah.

Selain itu ada juga selipan-selipan budaya kental bersangkutan dengan setting novel ini.  Misalnya tentang diskriminasi pada kaum Aborigin dari beberapa kulit putih yang berpandangan sempit. Mereka yang pendatang merampas hak-hak kaum Aborigin di tanah mereka sendiri.  (hal. 60) Disinggung juga tentang didgeridoo yang merupakan alaat musik asli dari Aborigin, yang disinyalir sebagai alat musik tertua di dunia. (hal. 83)

Diceritakan dengan gaya bahasa yang mengalir dan lembut, sehingga asyik untuk diikuti. Dan banyak kejutan yang membuat semakin pensaran dengan jalannya cerita ini. Dan bakal ada kejutan di akhir cerita.

Novel ini juga kental dengan suasana religi. Hanya saja, agak tidak terlalu suka dengan sikap Aleska, dilihat dari sisi Islam dan hijabnya. Sebagaimana yang dikhawatirkan Zach, tentang batas-batas pergaulan lelaki dan perempuan, tapi Aleska tetap melanggarnya. Dia tetap pergi berduaan dengan Neil.  Padahal seharusnya dia tahu lelaki dan perempuan tidak boleh berduaan saja, kan sama saja khalwat. Di sini sering terjadi mereka suka bepergian bareng.

Lepas dari itu  kisah ini tetap asyik buat dibaca. Karena banyak pesan yang bisa diambil dari novel ini. Semisal tentang keharusan untuk saling menghormati antar suku. Lalu pendidikan yang baik itu bukan dilakukan dengan kekerasan saja, tapi juga perlu dengan kasih sayang. Dan pastinya menjaga pergulan yang baik antara lelaki dan perempuan. Sebuah bacaan segar yang recomended.

Dan satu lagi bertebaran quote yang keren dalam novel ini. Di antaranya :

Tiap orang itu unik. Satu manusia pasti berbeda dengan manusia lainnya. (hal. 21)

Pacaran itu nggak baik. (hal.  35)

Jangan meremahkan imaji. Terkadang  tanpa kita sadari apa yang kita khayalkan bisa menjadi doa yang suatu saat nanti bisa terkabul.  (hal. 51)

Hanya Allah yang berhak menentukan kamu berdosa atau tidak, kamu diampuni atau tidak. Selama kamu masih diberi hidup, itu artinya kamu diberi kesempatan menembus kesalahanmu dan berubah perlahan menjadi lebih baik.  (hal. 193)

5 comments:

  1. Tumben enggak panjang ngupasnya? Maksudku biar tambah tahu aku isinya. Hehe. Aku jadi ingat, punya naskah yang agak mirip. Muslimah berjilbab, tapi bebas bergaul. Apakah itu menyebabkan kobtroversi? Sedang cerita sebenarnya based on true story.

    ReplyDelete
  2. Tumben enggak panjang ngupasnya? Maksudku biar tambah tahu aku isinya. Hehe. Aku jadi ingat, punya naskah yang agak mirip. Muslimah berjilbab, tapi bebas bergaul. Apakah itu menyebabkan kobtroversi? Sedang cerita sebenarnya based on true story.

    ReplyDelete
  3. Wah ada Mbak Kayla. Kurang panjang tah kupasannya, biar Mbak Kayla penasaran wes hehhh. Iya masih suka agak riskan melihat muslimah yang terlalu akrba sama bukan mahramnya, boleh sih sejatinya tapi rasanya kudu ana pihak lain biar tak terlihat khalwat karena berduan mulu, hehh.

    ReplyDelete
  4. Wah ada Mbak Kayla. Kurang panjang tah kupasannya, biar Mbak Kayla penasaran wes hehhh. Iya masih suka agak riskan melihat muslimah yang terlalu akrba sama bukan mahramnya, boleh sih sejatinya tapi rasanya kudu ana pihak lain biar tak terlihat khalwat karena berduan mulu, hehh.

    ReplyDelete