Dimuat di Kabar Madura, Selasa 26 Juni 2018
Judul : Kami Yang Tersesat pada Seribu
Pulau
Penulis : Andaru Intan
Penerbit : Basabasi
Cetakan : Pertama, Mei 2018
Tebal : 184 halaman
ISBN : 978-602-5783-09-8
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Cinta bisa tumbuh di mana saja dan kapan saja.
Karena cinta memang selalu banyak kejutan yang tidak pernah terduga. Namun
bagaimana ketika cinta itu membuat kita
harus memilih? Tetap mempertahankan cinta, atau memilih mengerjar mimpi
dan bakti pada orangtua?
Berbeda dari novel sebelumnya, “33 Senja di
Halmahera” yang mengkat isu adat, budaya, dan agama, kali ini Andaru Intan
kembali menyapa dengan novel apik yang membahas tentang masalah keluarga.
Uniknya jika kebanyakan penulis lebih dominan memilih membahas masalah dengan
ibu, maka tidak dengan penulis yang juga merupakan seorang dokter ini. Dia
memilih membahas hubungan antara seorang anak perempuan dan ayah, yang kemudian
dipadukan dengan masalah cinta juga sebuah mimpi.
Tia terlahir sebagai anak piatu. Ibunya sudah
meninggal ketika melahirkan dirinya. Dengan alasan itu, dia kemudian dirawat
oleh nenek dari pihak ibu. Meski diberi limpahan kasih sayang oleh
neneknya, namun Tia merasa bukan menjadi
dirinya sendiri. Karena neneknya hanya
melihat sosoknya sebagai memori dari
putrinya yang sudah meninggal. Hal itulah yang membuat Tia merasa sedih, karena
tidak bisa bebas.
Lalu suatu hari, ayahnya datang memberi tawaran
untuk tinggal bersama. Bagi Tia itu adalah kabar yang menyenangkan. Dia
akhirnya bisa hidup dengan ayah yang selama ini dia rindukan. Meski dia tidak
tahu bagaimana perangai sang ayah. Setidaknya dengan keluar dari rumah nenek,
dia bisa menjadi diri sendiri. Namun ternyata tinggal bersama ayahnya tidak
seindah yang dia bayangnya. Dia merasa ada sebuah jarak tak kasat mata yang
membentengi mereka.
Meski begitu, Tia tetaplah seorang anak yang
memiliki impain sederhana. Dia ingin membahagiaan ayahnya yang sudah bekerja
keras demi dirinya. Oleh karena itu dia belajar dengan sungguh-sungguh agar
bisa masuk ke sekolah favorit. Namun siapa sangka tamu bernama cinta itu
merusak segalanya. Bahkan hingga membuat Tia hampir melakukan kesalahan yang
fatal (hal 32).
Setelah kegagalannya
masuk perguruan tinggi, menyebarangi pulau Jawa, menjadi pilihan Tia.
Untuk melupakan segala kesedihan hatinya dan persiapan tahun depan untuk ikut
seleksi perguruan tinggi, Tia diajak ayahnya untuk tinggal bersama di
Ternate. Di sinilah sebuah kisah terduga
itu dimulai. Pertemuan tidak sengaja dengan Alang, membuat hidup Tia berubah.
Di sisi lain, di sana dia juga harus menerima kenyataan bahwa pelan-pelan
ayahnya diserang dimensia (hal 102).
Pada titik itu, Tia harus mengambil pilihan. Apakah
dia tetap berada di Ternate dan melanjutkan hubungannya dengan Alang, atau
kembali ke Surabaya untuk perawatan ayahnya dan persiapan masuk perguruan
tinggi.
Kisahnya sederhana dan tidak terlalu rumit. Gaya
bahasa penulis juga renyah dan lugas, membuat kita nyaman saat membaca. Membaca
novel ini kita akan diajak menjelajahi empat tempat. Dari Yogyakarta, Surabaya,
Papua hingga Ternate. Memang tidak semua dieksplore secara gamblang. Hanya
Ternate yang kemudian dipaparkan lebih detail, mulai dari tempat-tempat
liburan, hingga beberapa budayanya serta makanan khas daerah di sana.
Secara keseluruhan novel ini cukup menghibur. Hanya saja pilihan sudut pandang orang
pertama dalam bercerita, membuat kisah ini kurang hidup dan lebih terasa storytelling.
Namun lepas dari kekurangannya,
novel ini cukup menarik untuk dibaca. Melalui buku ini ada pelajaran tentang
pentingnya pola asuh yang baik pada anak, serta belajar arti kesabaran,
keikhlasan, tidak mudah menyerah dan bakti kepada orangtua.
Srobyong, 2 Juni 2018
No comments:
Post a Comment