Friday, 27 July 2018

[CERNAK] Belajar Hidup Rukun

Dimuat di Lampung Post, Minggu 15 Juli 2018


Ratnani Latifah

            Sejak pagi Salma terlihat tidak tenang. Sesekali dia menatap keluar kelas. Dan sesekali dia menatap sebuah buku yang halamannya sobek.  Salma benar-benar bingung bagaimana dia bersikap pada Sifa.

            “Kira-kira, Sifa marah tidak, ya?” ucap Salma pelan, sambil sesekali melirik ke luar kelas.
            Dua hari lalu, Salma  meminjam buku cerita Sifa. Sifa pun meminjamkannya. Sifa berpesan, agar Salma menjaga dan merawat buku itu.

            “Wah ... bukunya bagus Sif. Boleh pinjam, kan?” tanya Salma ketika Sifa menunjukkan buku koleksinya yang dibawa ke sekolah.

            “Boleh, dong. Seperti biasa ... bukunya dijaga, ya. Jangan sampai lecek atau rusak.” Sifa memberikan buku ensiklopedia tumbuhan kepada Salma.

            Sifa dan Salma, memang sudah bersahabat sejak lama. Dan selama ini, Sifa memang kerap meminjamkan buku kepada Salma. Sifa tahu, Salma sangat suka membaca. Tapi karena masalah biaya, Salma tidak bisa membeli buku yang harganya relatif mahal. Oleh karena itu, Sifa yang kebetulan  punya perpustakaan pribadi yang disiapkan ibunya, dengan suka rela meminjamkan buku pada Salma.

            “Siap. Terima kasih, ya, Sif. Aku pasti akan menjaganya dengan baik.” Salma tersenyum riang. Begitu pula Sifa.

 Tapi, ternyata Salma  lalai. Dia lupa merapikan buku itu setelah dibaca, karena dipanggil ibunya untuk membantu berjualan di warung. Dan kebetulan  adiknya yang masih kecil, tanpa sengaja melihat buku itu dan  merobek sebagian buku tersebut, untuk bermain-main.

Salma menarik napas dan menunduk. Dia semakin gelisah ketika mendengar suara Salma yang menyapanya dengan riang.

“Lho, kamu kenapa pucat, Sal?” tanya Sifa setelah duduk di bangkunya.

“Kamu sakit, kok masuk sekolah.”

“Bu-bu-kan, Sif.” Salma terlihat gugup. Dia menimbang-nimbang, apakah dia akan mengatakan sekarang atau nanti.

Lalu dengan sedikit takut, Salma akhirnya memilih jujur. “Maaf, Sif, aku sungguh tidak sengaja.” Salma menunduk.

            “Kamu mau memaafkanku, kan, Sif?” ucap Salma penuh harap.

            “Nggak mau. Kamu jahat. Kamu sudah merusak bukuku.” Tolak Sifa.  Dia menatap buku barunya yang sudah rusak itu.

“Mulai sekarang aku tidak mau bermain dengan kamu lagi. Aku juga tidak akan meminjamkan buku-buku padamu lagi.” Imbuh Sifa.

            “Aku janji lain kali tidak akan ceroboh lagi, Sif, aku boleh ya, pinjam buku lagi?” Salma  memohon.

            “Kalau nanti aku punya uang, aku akan  ganti buku kamu. Bagaimana?” bujuk Salma lagi.

“Mulai sekarang aku akan menabung uang jajanku untuk membelinya.”  Salma menjelaskan.

“Kelamaan. Aku maunya kamu ganti sekarang, kamu bisa?” ucap Sifa menantang. Mendengar itu, Salma semakin menunduk.

            “Ada apa ini?  Pagi-pagi, kok sudah ribut-tibut?” tanya Bu Mila.

            Ternyata, pertengkaran mereka didengar juga oleh Bu Mila, wali kelas mereka.  Sifa dan Salma tidak sadar, kalau sejak tadi bel masuk sudah berbunyi. Dan mereka masih terus bertengkar.

Sifa dan Salma pun dipanggil Bu Mila, ke ruang guru, untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.  Padahal biasanya mereka selalu akur dan rukun. Mereka adalah dua sahabat yang selalu kompak.

“Ini salah Salma, Bu.” Tunjuk Sifa. “Dia merusak buku saya.” 

“Iya, Bu saya yang salah. Saya merusak buku Sifa tanpa sengaja, karena itu, saya ingin meminta maaf.”

“Tapi saya tidak mau memaafkannya, Bu. Saya sebal sama Salma.”

Mendengar ucapan Sifa, Bu Mila langsung menasihati Sifa.

“Tidak boleh begitu, Sifa. Kalau ada teman yang meminta maaf, maka kita harus memaafkannya.Teman yang meminta maaf itu, tandanya dia menyesal dan mau berubah.

“Dan tadi, kamu  sadar tidak ..., kalau kamu juga  sudah menyakiti perasaan Salma?” lanjut Bu Mila.

            Sifa menggeleng. Dia merasa Salma-lah yang sudah jahat padanya. Namun ketika Bu Mila mengingatkan kata kasar yang tadi sempat dia ucapkan, Sifa langsung menunduk malu. Ternyata kemarahan, bisa membuatnya bersikap jahat.

            “Maaf, Salma.” Ucap Sifa penuh penyesalan. Ternyata dia juga salah. Dia tidak bermaksud menghina keadaan Salma.  Dia sering diingatkan orangtuanya untuk tidak menghina kekurangan orang lain.
            “Tidak apa-apa, Sifa. Aku juga minta maaf.”

            Mereka akhirnya bersalaman dan berpelukan.

            “Nah ... kalau damai seperti ini, kan bagus. Mulai sekarang kalian harus selalu menjaga kerukunan. Karena sesama teman memang harus selalu rukun. Tidak boleh marahan dan dendam.” Pesan Bu Mila, yang langsung disetujui Sifa dan Salma dengan anggukan.

            Srobyong, 31 Mei 2018

5 comments:

  1. Wah cerita anak anak yang bagus bgt ni mendidik dan mengajarkan anak untuk memaafkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, terima kasih sudah berkanan mampir baca ^_^ Semoga suka ceritanya

      Delete
  2. Ide ceritanya bagus, Mbak Ratna.
    Hanya kalau boleh memberi masukan, lain kali usahakan jangan meminjam mulut orang dewasa untuk menyampaikan pesan. Termasuk konfliknya diselesaikan oleh tokoh dewasa. Jadi biarkan tokoh anaknya yang menyelesaikan masalahnya sendiri.

    Salam semangat menulis, Mbak Ratna.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap Mas Bambang. Terima kasih masukannya. Masih berlatih terus untuk menulis cerita anak tanpa campur tangan orang dewasa.

      Delete