Thursday 24 May 2018

[Resensi] Mengenal Kehidupan Bung Hatta yang Menginspirasi

Dimuat di Kabar Madura, Jumat 11 Mei 2018


Judul               : Hatta : Aku Datang Karena Sejarah
Penulis             : Sergius Susanto
Penerbit           : Qanita
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : 364 halaman
ISBN               : 978-602-402-096-5
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Univeritas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“..., setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja dan konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Segera, sesudah konstituante dilantik, saya akan meletakkan  jabatan itu secara resemi.” (hal 13).

Dibuka dengan prolog yang menarik, buku yang membahas tentang kehidupan salah satu proklamator Indonesia—Mohammad Hatta, buku ini sangat patut dibaca bagi semua kalangan. Sergius Susanto menghidupkan kisah perjalanan kehidupan Hatta lewat jalinan  kata yang lugas,  renyah dan aktual. Kita diajak mengenal lebih dekat sosok yang kerap disebut sebagai Gandhi of Indonesia, karena gaya berpolitik Hatta itu selalu mengedepankan perdamaian.

“Penderitaan seharusnya membukakan mata pada makna kemanusiaan. Tapi mengapa orang-orang istana justru gemar menciptakan kesakitan pada rakyat banyak?” (hal 23).

Sedari awal terjun dalam organisasi politik, Hatta sudah siap dengan berbagai konsekuensi yang akan dia dapat. Termasuk ketika dia dijebloskan di penjara Belanda. Lalu tidak berselang lama, dia dibuang di Digul, Banda Niera, Penjara Glodok hingga Pulau Bangka. Namun semua perlakuan jahat yang dilakukan Belanda, tidak membuat semangat juang Hatta surut. Dia malah semakin terpacu untuk melakukan pergerakan.

Bersama Syahrir, Hatta bahkan membangun sebuah organisasi yang diberi nama Pendidikan Nasional Indonesia—PNI  yang bertujuan mengumpulkan kekuatan baru  lewat pikiran dan mental anggotanya. Dia yakin dengan pendidikan akan mampu membukakan mata hati terhadap banyak aspek dalam kehidupan ini (hal 163).

 “Rakyat kita tertalu lama ‘dididik’ tentang cita-cita umum dan dendang persatuan. Cara didik yang keliru mengajarkan asas mana yang harus dipakai. Karenanya, kita wajib memajukan pendidikan baru dengan asas yang terang.” (hal  214).

Pandangan ini sangat berbeda dengan  Soekarno yang lebih mengedepankan pada mobilisasi masa.  Namun begitu, karena memiliki tujuan yang sama untuk lepas dari penjajah, mereka pun saling bahu membahu dalam pergerakan. Hingga akhirnya mereka berdiri bersama untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Mereka pun kemudian ditunjuk sebagai presiden—Soekarno dan wakil presiden—Mohammad Hatta.

Hanya saja, setelah  menjabat sebagai wakil presiden selama sebelas tahun, tiba-tiba Hatta memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Dia memilih menjadi rakyat biasa. Dia sudah tidak kuasa lagi melihat berbagai penyelewengan wewenang di istana.

“Kita selalu menggembar-gemborkan, bahwa negara kita berdasarkan pancasila, tetapi di mana keadilan, perikemanusiaan dan demokrasi yang sebenarnya. Apa  yang terjadi? Di masa lalu orang-orang pergerakan berjuang untuk mematahkan penindasan dan kezaliman kolonial Belanda. Kini, pemerintah yang merdeka justru mengunci ranah kekebesan rakyatnya. Adakah demokrasi, kalau orang merasa takut, harus tutup mulut, kritik tidak diperbolehkan, sehingga berbagai hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan berlaku leluasa?” (hal 296).

Membaca buku ini seperti memasuki langsung masa lalu, tentang perjalanan Bung Hatta selama masa pergerakan. Semangat juang Bung Hatta nampak jelas terpancar melalui kisah ini. Dialah sosok pahlawan yang bersahaja,  adil, peduli dengan pendidikan rakyatnya juga menghargai kedamaian. 
Buku ini secara tidak langung menjawab berbagai rasa penasaran saya tentang kehidupan Bung Hatta, yang memang dalam berbagai literatur jarang dibahas. Bahkan dalam buku materi sejarah. Berbanding terbalik dengan Soeharto yang mana sudah sangat banyak buku yang membahas kisah hidup, perjuangan juga pemikiran dari berbagai sisi.

Secara keseluruhan buku ini memang sangat asyik dinikmati. Bahasa renyah dan tidak sukar dipahami. Hanya saja saya merasa ada bagian yang tidak runtut, bahkan terkesan loncat-loncat, sehingga membuat saya cukup kaget dengan pergantian lokasi atau cerita yang tiba-tiba. Namun lepas dari kekurangannya buku ini tetap rekomendasi untuk dibaca.

Melalui kisah ini, kita dapat meneladi sikap hidup Bung Hatta yang sangat menginsprisai. Kita diajak menjadi pribadi yang tidak mudah putus asa, juga gemar membaca. Kita juga diajak untuk bersatu dan berjuang bersama untuk mencapai satu tujuan.

 “Karena itu, setiap perpecahan, dalam bentuk apa pun, sangat ditentang. Hanya melalui persatuan putra-putra Indonesia kita dapat mencapai tujuan.” (213).

Srobyong, 8 Maret 2018 

No comments:

Post a Comment