Tuesday, 22 May 2018

[Resensi] Petualangan Memburu Puspa Karsa

Dimuat di Tribun Jateng, Minggu 6 Mei 2018 


Judul               : Aroma Karsa
Penulis             : Dee Lestari
Penerbit           : Bentang Pustaka
Cetakan           : Pertama, Maret 2018
Tebal               : xiv + 710 halaman
ISBN               : 978-602-291-463-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara

Siapa yang tidak tertarik ketika mendapat informasi tentang kehebatan sebuah bunga misterius—puspa karsa—yang konon  tiap pemunculannya  bisa mengubah tata Nusantara?  Semua bermula ketika Janirah meninggalkan sebuah peti yang berisi lontar kuno. Di mana lontar itu menunjukkan fakta menarik tentang puspa karsa, yang awalnya Raras pikir hanya ada dalam dongeng, ternyata bunga itu benar-benar ada dan berada di suatu tempat yang tersembunyi.

Menariknya lagi bunga ini memiliki kegunaaan yang luar biasa. “Prosi pertama akan mengubah nasibmu. Porsi kedua akan mengubah nasib keturunanmu. Porsi ketiga akan mengubah dunia sebagaimana keinginanmu.” (hal 9).  Hal itulah yang mendorong Raras ingin membuktikan kebenaran cerita Janirah. Dia ingin memburu dan menemukan Puspa Karsa.

Maka Raras pun membuat sebuah ekspedisi yang didanai Kemara—pabrik milik Janirah yang diakuisisi olehnya. Dan dengan  tangan dinginnya itu dia berhasil membuat Kemara—pabrik yang didirikan Jarinah yang sempat diambang pailit, akibat dikelola oleh Romo—ayah Raras kembali bangkit dan semakin sukses. Ekspedisi tersebut diketuai Profesor Sudjatmiko. Sayangnya pada ekspedisi ini dia harus menelan kegagalan.  Meski begitu, Raras bukanlah orang yang mudah menyerah. Dia kembali menyusun rencana baru agar bisa  menemukan puspa karsa. Apalagi dalam ekspedisi pertama, dia menemukan sebuah jalan yang mungkin bisa dia gunakan untuk menemukan puspa karsa.

Dan perjalanannya dalam upaya menemukan puspa karsa semakin lengkap ketika dia  tanpa sengaja mengenal Jati Wesi. Pria sederhana yang tinggal di TPA Bantar Gebang. Dia tidak menyangka kalau Jati memiliki indra penciuman yang sangat tajam, melebihi kemampuan putrinya—Tanaya Suma.  Bahkan karena kemampuannya itu Jati dijuluki si Hidung Tikus.

Kehidupan Jati yang awalnya penuh perjuangan, karena harus bekerja dari satu tempat ke tempat yang lain, pun berubah total ketika dia dibawa Raras ke kediamannya dan bahkan disekolahkan ke Paris. Meski dia harus membayar kemudahan itu dengan kebencian dari Tanaya Suma, yang merasa tersaing karena keahliannya dalam meracik parfum juga penciumannya yang tajam.

Namun semakin lama tinggal dengan keluarga Raras,  Jati mulai menemukan misteri tentang siapa dirinya sendiri dan masa lalu yang tidak pernah dia ketahui.  Dan semua terungkap ketika dia ikut andil dalam ekspedisi perburuan puspa karsa. Ekspedisi yang sejak awal banyak ditentang, karena memang menyimpan bahaya—mengingat dalam ekspedisi ini, para anggotanya tidak hanya berhubungan dengan manusia tapi  harus menghadapi makhluk dari lingkung lain yang tidak terlihat dan berbeda.

Namun karena keegoisan Raras, tidak ada  siapa pun yang bisa membantah.  Dan di sana-lah Jati menemkukan sebuah kenyataan yang cukup mengejutkan dan tidak pernah dia sangka sebelumnya.
Dee Lestari hadir dengan kisah yang unik—karena berani mengambil tema aroma, yang saya pikir jarang diangkat penulis. Belum lagi novel semi fantasi ini  dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah dan gurih. Sehingga kisah ini sukses membuat saya  terpana dan terhibur. Menegangkan dan membuat penasaran, sejak awal saya  membacanya. Rasanya saya tidak ingin berhenti sebelum mencapai finish

Dipadukan dengan masalah cinta, yang menjadi bumbu menarik dalam sebuah kisah, novel ini semakin menarik untuk diikuti. Saya suka dengan kejutan-kejutan yang ditawarkan Dee dalam mengungkap kelebat misteri yang sejak awal dia bangun.  Mengejutkan dan tidak terduga.  

Kisah ini seperti membuka kenyataan tentang sikap manusia yang selalu rakus dan ingin menguasai hal-hal yang menguntungkan. Manusia kerap egois, tidak memedulikan makhluk lain, asal dirinya bisa sukses.  Dari kisah ini juga saya belajar untuk  menjadi pribadi yang lebih menghargai pendapat orang lain.  Selain itu dari kisah ini kita diingatkan tentang bahaya sikap tamak dan egois—yang pada akhirnya akan membawa kerugian pada diri sendiri.

Srobyong, 21 April 2018

No comments:

Post a Comment