Tuesday, 1 May 2018

[Traveling] Berburu Wisata Akar Seribu

[Dokumen pribadi]


            Ketika mendengar tentang wisata “Akar Seribu” saya langsung penasaran dengan bagaimana lokasi wisata tersebut. Seberapa menarikkah tempat itu? Kenapa sampai disebut akar seribu? Bagaimana sejarahnya? Sayangnya berkali-kali punya keinginan ke sana, tapi dalam realita, saya selalu gagal datang, entah dengan alasan apa. Hingga akhirnya  saya bisa menjejak kaki di sana.

            Tentu saja dengan awal nekat. Karena jujur karena belum pernah datang, saya sama sekali tidak tahu rute jalannya secara nyata ke sana. Saya hanya mengandalkan google map yang beberapa kali  saya baca dan kemudian mengandalkan insting, mengikuti tanda panah di jalan.

            Dan ternyata lokasinya tidak sesulit yang saya bayangkan.  Lokasi Akar Seribu sendiri berada di Plajan, Pakis Aji, Jepara. Meski jujur, jalan menunju ke sana memang cukup menantang. Karena jalannya sedikit curam. Tapi jalan sudah cukup mulus, kok. Karena katanya dulu di sana jalannya belum sebagus saat ini. (komentar teman-teman yang sudah pernah datang).  Tapi kalau musim hujan pasti  licin.

 Saya sendiri mulai perjalan dari  Mlonggo sekitar pukul delapan, saya berangkat dengan memilih jalur lewat Krasak, Bangsri.  Jadi dari Krasak, saya lurus, melewati SMP 2 Bangsri masih lanjut terus, kemudian melewati SMK Sadamiyah masih terus lurus, hingga sampai di  desa Kepok. Tidak lama dari Kepok, saya sampai di desa Plajan.  Di sana ada jalan melingkar jika luru akan menunju Gong Perdamain Dunia, sedang jika belok kiri akan menuju Akar Seribu, di mana jaranya kurang lebih 200 M.

Memasuki rute ke Akar Seribu, suasana dingin mulai terasa, mengingat, Plajan memang daerah dataran tinggi.  Tapi semua rasa dari lelah dan dingin yang sempat terasa dalam perjalanan, langsung luruh ketika akhirnya sampai di lokasi dengan tepat.

“Yeah ... akhirnya sampai juga.” Rasanya ingin berteriak keras, namun saya tahan dalam hati.

Dan rasanya puas bahwa akhirnya bisa melunasi rasa penasaran yang sejak dulu menggunung di hati. Ceileh bahasanya, xixii.

Jadi saya pun langsung masuk, yang ternyata di sana satu orang harus membayar sebesar Rp 5.000,-. Tidak  perlu waktu lama, saya pun langsung eksplore lokasi akar sebiru dengan semangat.

Dimulai dari  jembatan pelangi yang mana, setiap orang yang ingin menikmati view bentang alam yang indah dan asri, juga mengabadikan gambar.  Ketika ingin menikmati momen itu, kita bisa membayar sebanyak Rp 2000,-. Ternyata jika ramai di sana kita hanya dibatasi waktu selama lima menit dan hanya bisa menampung lima orang. Mungkin takut jika terlalu banyak orang jembatan akan roboh, karena jembatan itu dibuat dari bambu.

[Dokumen pribadi] 

Oh iya, alasan kenapa tempat ini diberi nama akar seribu, ternyata berhubungan dengan adanya pohon karet yang memiliki banyak akar—bahkan melebihi seribu, Di mana pohon itu sudah ditanam sejak tahun 1931 oleh Mbah Sumani (alhm). Alasan penanama pohon ini ternyata untuk mencegah terjadinya longsor, penghijauan dan untuk menjaga sumber mata air.


[Dokumen pribadi]


Selain bisa bersuka ria dengan jembata pelangi atau melihat keperkasaan pohon karet yang sudah berusia puluhan tahun itu, di sana ada juga disediakan wahana yang bisa dinikmati anak-anak. Seperti permainan mobil-mobilan, melihat berbagai binatang; di antaranya Rusa, Buaya,  dan Burung Jalak.

Tidak puas itu, jika mau mencari lokasi asyik buat foto, ada tangga yang diberinama “Tangga Pelaminan” karena di tangga tersebut di beri bunga-bungan melingkar yang cantik. Kemudian tidak kalah menarik ada pula gardu pandang yang mana dari sana kita bisa menikmati view bentang alam Desa Plajan dari atas.

[Dokumen pribadi]

Sebetulnya saya sangat ingin menikmati keindahan alam lewat gardu pandang ini. Tapi ketika sampai dan melihat ketinggian salah satu gardu pandang yang ada, mendadak nyali saya ciut. Entah kenapa saya merasa  takut dan ngeri, melihat lokasi gardu pandang, pohon dan tanah yang menopang gardu pandang tersebut. 


[Dokumen pribadi. foto dari bawah]

 Tapi tidak tahu jika di gardu pandang yang tersedia kursi dan meja—saat itu saya kebetulan belum melihat yang bagian itu, karena jalan kebetulan di blok karena ada pelatihan polisi di Akar Seribu.  (Eh, nggak tahu deng, entah di blok atau tidak, tapi rasanya kurang nyaman, jika lewat jalan yang dibuat latihan polisi. Hhhe. Jadi jalan memutar, di sana hanya melihat dua gardu pandang, belum lihat secara lengkap).

[Sumber : google]

Tidak ketinggalan di Akar Seribu ini, kita juga bisa berziara ke petilasan  Ki Kerto Guno dan Ki Kerto Seno. Kemudian ada juga Tebing Kepodang, Gowok Macan dan Tebing Beringin.  


Puas menikmati keindahan alam dan berbagai hal di Akar Seribu, akhirnya saya memilih  hengkang dan melajutnya perjalanan ke Gong Perdamaian Dunia. Yah. Sekalian wong sudah di Plajan. Meski sebelumnya sudah pernah mampir (baca di sini),  tapi kayanya tetap seru.

Dan benar saja, sampai di sana, ternyata sedikit banyak ada perubahan yang terjadi. Salah satunya ditambah rumah pohon, dan tatana taman yang lebih rapi dan menarik.  akhirnya setelah puas, dan hari sudah mulai siang, saya pun memutuskan untuk segera pulang. Oh iya, kalau mau ke Gong Perdamaian, sekarang per orang harus keluar biaya sebesar Rp 5000,-.

[Dokumen pribadi]

Srobyong, 1 Mei 2018.
           
          

4 comments:

  1. Waaah... keratif ya... bisa dijadikan tempat wisata gitu... dan spotnya bagus buat hunting foto.foto...

    ReplyDelete
  2. tempat wisata kayak rumah pohon gitu ya..
    back to future.. suka bgt pemandangan alamnya. apalagi sore.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ada gardu pandangnya, ada juga wahana lainnya. Jadi bisa milih yang sesuai selere. Memang melihat pemandangan alam itu selalu memikat dan menarik. Nngak ada bosannya.

      Delete