Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 21 Januari 2018
Judul :
Kisah Anak Cahaya
Penulis :
Arsanda
Penerbit :
Bhuana Sastra
Cetakan :
Pertama, Juni 2017
Tebal :
292 halaman
ISBN :
978-602-394-676-1
Peresensi :
Ratnani Latifah, Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara
Mengambil tema yang tidak biasa, novel ini mengajak
kita untuk selalu menghargai keluguan dan kreativitas anak. Bahwa kita
orang-orang dewasa, tidak boleh menyepelekan kemauan anak-anak ketika mereka sudah memiliki harapan dan
mimpi yang ingin dicapai. Kita
semestinya mendukung dan memberi arahan, agar mereka semakin berkembang.
Novel ini sendiri menceritakan tentang perjuangan anak-anak
kecil—Bima, Bara, Ben, Binta, dan lain-lain yang tinggal di pinggiran
Jakarta—tepatnya di Gang Cahaya. Di mana dalam lingkungan mereka ada sebuah
tanah kosong yang sering dijadikan lapangan untuk bermain sepak bola, atau
sekadar berkumpul. Namun suatu hari
mereka mendengar bahwa tanah itu akan dijual oleh Pak Boim, pemilik tanah
tersebut (hal 26).
Kenyataan itu tentu saja membuat anak-anak sangat
sedih. Kalau tanah itu dijual, di mana mereka bisa bermain? Sedang di daerah
tempat tinggal mereka tidak ada tanah kosong lagi yang bisa dimanfaatkan.
Merasa tidak terima dengan keputusan itu, empat sekawan ini kemudian
mengumpulkan teman-teman bermain lainnya untuk menyusun rencana. Mereka akan
berusaha membeli lapangan yang dipatok harga Pak Boim sebesar dua miliar. Mereka akan bekerja apa saja agar harapan itu
bisa terwujud.
Yang menjadi pertanyaannya apakah usaha mereka akan
berhasil? Dan bagaimana cara mereka mencari uang sebesar itu dalam waktu yang
relatif singkat? Belum lagi dalam usaha
mereka tiba-tiba Bara ketahuan melakukan pencopetan. Selain itu tiba-tiba ada banyak sekali respon
tidak terduga tentang usaha yang tengah dilakukan Bara bersama teman-temannya.
Saya salut dengan penulis yang berani mengambil ide
berbeda, yang cukup jarang ditulis penulis lainnya. Kisah Anak Cahaya ini, menunjukkan bahwa
anak-anak memiliki cara pandang tersendiri dalam menyelesaikan masalah. Mereka
meyakini bahwa ketika ada sebuah masalah, tidak ada salahnya mereka berusaha
lebih dulu. Siapa satu keadaan bisa diperbaiki. Kalau pun usaha mereka gagal,
yang penting mereka sudah pernah berjuang (hal 69).
Novel ini secara tidak langsung, menunjukkan pada
kita bahwa anak patut diberi kesempatan untuk mengekspresikan perasaan mereka.
Kita harus percaya bahwa kemampuan mereka.
Di sisi lain kita juga bisa mengambil keteladanan tentang sikap jujur,
berani, setia kawan, tidak mudah menyerah dan kerjasama yang solid yang
ditunjukkan Bara dan kawan-kawan.
Saya pikir novel ini patut dibaca untuk anak-anak
juga bagi orang dewasa. Beberapa kekurangan yang nampak dalam novel ini, tidak
mengurangi esensi cerita dan pesan yang ingin disampaikan penulis.
Srobyong, 9 Desember 2017
kak belajar menulis resensi dari mana?
ReplyDeleteDari mana saja. Baik di grup online menulis juga belajar sendiri--melalui banyakin baca resensi di blog pun di media, buat referensi
ReplyDelete