Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu 11 Februari 2018
Judul :
Road to Jannah
Penulis :
Robi Afrizan Saputra
Penerbit :
Genta Hidayah
Cetakan :
Pertama, April 2017
Tebal :
x +254 halaman
ISBN :
978-602-6359-27-8
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara
Jika kita diberi pertanyaan apakah ingin masuk surga
atau neraka, maka sudah pasti jawaban yang akan kita utarakan adalah surga.
Semua orang, baik anak-anak, rejama, bahkan orangtua pastinya ingin masuk
surga. Tidak ada yang tidak. Karena konon surga adalah tempat indah yang
menghadirkan banyak nikmat bagi penghuninya kelak. Hanya saja, apakah pantas
kita mengharap surga jika masih banyak dosa yang sering kita lakukan? Kita belum memantaskan
diri dan masih malas-malasan dalam melakukan ibadah dan kebaikan?
Memilih hidup di surga setelah mati adalah pilihan
tepat dan harus penuh tanggung jawab. Pilihan
untuk hidup di surga adalah pilihan yang harus diusahakan dengan
semaksimal mungkin. Jangan sampai kita ingin hidup di surga, tetapi tidak ada
usaha untuk meraihnya. Jika masih malas-malasan dalam beribadah, tentu mendamba
hidup di surga setelah kematian masih jauh sekali. Adapun orang yang ahli
ibadah saja, masih perlu usaha yang maksimal untuk bisa mendapatakn surga,
apalagi bagi kita yang biasa-biasa saja. Tentu kuantitas dan kualitas ibadah
kita harus ditingkatakan sekarang juga (hal 11).
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui
amalan-amalan yang bisa menjadi jembatan pembuka surga. Mengingat surga memang
bukan tempat biasa yang bisa dimasuki sembarang orang. Surga adalah tempat
istimewa yang disiapkan untuk orang-orang pilihan Tuhan. Buku ini hadir dengan
kemasan menarik, membahas tentang surga—baik dari segi kenikmatan yang akan
kita temuia juga amalan-amalan yang akan mengangarkan kita ke surga.
Jika kita ingin menjadi penghuni surga amalan
pertama yang harus kita lakukan adalah ‘Taubatan Nasuha’—yaitu taubat yang
sebenar-benarnya dengan tidak mengerjakan lagi dosa-dosa tersebut. Karena sebagai hamba kita tidak pernah lepas dari
kekhilafan, kesalahan dan dosa-dosa. Namun, bukan berarti kita terus-menerus
berada dalam lembah nista itu. Kita harus selalu bertekad agar lebih baik lagi.
Memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukan (hal 172).
Selanjutnya kita harus memperbaiki shalat yang kita lakukan. Mengingat shalat adalah
tiang agama dan amalan yang akan dihisab pertama kali. Barangsiapa mendirikan
shalat, sesungguhnya ia telah mendirikan agama. Barangsiapa meruntuhkan (tidak
menunaikan) shalat, maka ia telah meruntuhkan agama (hal 175). Yang dalam mengerjakan shalat kita harus
khusyuk—yaitu memusatkan hati dan pikiran kepada Allah. Tidak ada
pikiran-pikiran lain selain memikirkan Allah. Tidak terpengaruh dan dipengaruhi
oleh apa pun. Manusia harus benar-benar memustakan hati, perasaan dan
pikirannya kepada Allah., agar puncak
kekhusyukan itu dapat digapai dengan sempurna.
Agar kita bisa mencapai kekhusyuk-an ada beberapa
hal yang perlu kita lakukan. Yaitu menyiapkan hati dan diri sepenuhnya untuk
shalat, memiliki niat yang kuat, tuma’ninah, memahami lafal shalat yang
diucapkan, fokus melihat tempat sujud, berdoa agar dijauhkan dari godaan setan
dan jangan shalat dalam keadaan mengantuk, dan menahan kentut.
Kemudian kita harus memuliakan orangtua. Kita harus memuliakan dan berbakti
kepada mereka. Mengingat rida Allah itu bergantung dengan rida orangtua kita.
Amalan lain yang perlu kita lakukan adalah rajin menjalankan puasa, baik puasa
wajib atau puasa sunnah. Perli kita ketahui, “Sesunguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut Ar-Rayyan.
Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat.”
(hal 185).
Selain itu amalan berpuasa adalah amalan yang
spesial di sisi Allah. Karena jika amalan shalat langsung untuk manusia yang mengerjakannya,
amalan puasa langsung untuk Allah Sang Pencipta.Allah juga mencintai
orang-orang yang menyambung tali
silaturahmi—sebuah upaya untuk menjaga hubungan pertemanan atau
persahabatan. Upaya ini merupakan hal baik yang harus diteladani. Jangan sampai
kita menyambung tali silaturahmi, karena itu berarti kita telah memutuskan
rantai kebaikan sebuah persahabatan.
Selain itu masih banyak amalan lain yang harus kita
terapkan. Seperti menyantuni anak yatim,
menepati janji dan jujur, memakmurkan masjid, bersyukur kepada Allah dan
banyak lagi. Buku ini patut dibaca bagi orang-orang perindu surga. Memakai gaya
bahasa yang gurih dan renyah, membuat buku ini sangat menarik untuk dibaca.
Beberapa kekurangan yang ada tidak mengurasi esensi buku ini.
Srobyong, 12 November 2017
No comments:
Post a Comment