Tuesday 20 February 2018

[Resensi] Amalan-Amalan Pembuka Jalan Surga

Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu 11 Februari 2018


Judul               : Road to Jannah
Penulis             : Robi Afrizan Saputra
Penerbit           : Genta Hidayah
Cetakan           : Pertama, April 2017
Tebal               : x +254 halaman
ISBN               : 978-602-6359-27-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara

Jika kita diberi pertanyaan apakah ingin masuk surga atau neraka, maka sudah pasti jawaban yang akan kita utarakan adalah surga. Semua orang, baik anak-anak, rejama, bahkan orangtua pastinya ingin masuk surga. Tidak ada yang tidak. Karena konon surga adalah tempat indah yang menghadirkan banyak nikmat bagi penghuninya kelak. Hanya saja, apakah pantas kita mengharap surga jika masih banyak dosa yang  sering kita lakukan? Kita belum memantaskan diri dan masih malas-malasan dalam melakukan ibadah dan kebaikan?

Memilih hidup di surga setelah mati adalah pilihan tepat dan harus penuh tanggung jawab. Pilihan  untuk hidup di surga adalah pilihan yang harus diusahakan dengan semaksimal mungkin. Jangan sampai kita ingin hidup di surga, tetapi tidak ada usaha untuk meraihnya. Jika masih malas-malasan dalam beribadah, tentu mendamba hidup di surga setelah kematian masih jauh sekali. Adapun orang yang ahli ibadah saja, masih perlu usaha yang maksimal untuk bisa mendapatakn surga, apalagi bagi kita yang biasa-biasa saja. Tentu kuantitas dan kualitas ibadah kita harus ditingkatakan sekarang juga (hal 11).

Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui amalan-amalan yang bisa menjadi jembatan pembuka surga. Mengingat surga memang bukan tempat biasa yang bisa dimasuki sembarang orang. Surga adalah tempat istimewa yang disiapkan untuk orang-orang pilihan Tuhan. Buku ini hadir dengan kemasan menarik, membahas tentang surga—baik dari segi kenikmatan yang akan kita temuia juga amalan-amalan yang akan mengangarkan kita ke surga. 

Jika kita ingin menjadi penghuni surga amalan pertama yang harus kita lakukan adalah ‘Taubatan Nasuha’—yaitu taubat yang sebenar-benarnya dengan tidak mengerjakan lagi dosa-dosa tersebut. Karena  sebagai hamba kita tidak pernah lepas dari kekhilafan, kesalahan dan dosa-dosa. Namun, bukan berarti kita terus-menerus berada dalam lembah nista itu. Kita harus selalu bertekad agar lebih baik lagi. Memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukan (hal 172).

Selanjutnya kita harus memperbaiki shalat  yang kita lakukan. Mengingat shalat adalah tiang agama dan amalan yang akan dihisab pertama kali. Barangsiapa mendirikan shalat, sesungguhnya ia telah mendirikan agama. Barangsiapa meruntuhkan (tidak menunaikan) shalat, maka ia telah meruntuhkan agama (hal 175).  Yang dalam mengerjakan shalat kita harus khusyuk—yaitu memusatkan hati dan pikiran kepada Allah. Tidak ada pikiran-pikiran lain selain memikirkan Allah. Tidak terpengaruh dan dipengaruhi oleh apa pun. Manusia harus benar-benar memustakan hati, perasaan dan pikirannya kepada Allah., agar  puncak kekhusyukan itu dapat digapai dengan sempurna.

Agar kita bisa mencapai kekhusyuk-an ada beberapa hal yang perlu kita lakukan. Yaitu menyiapkan hati dan diri sepenuhnya untuk shalat, memiliki niat yang kuat, tuma’ninah, memahami lafal shalat yang diucapkan, fokus melihat tempat sujud, berdoa agar dijauhkan dari godaan setan dan jangan shalat dalam keadaan mengantuk, dan menahan kentut.

Kemudian kita harus memuliakan  orangtua. Kita harus memuliakan dan berbakti kepada mereka. Mengingat rida Allah itu bergantung dengan rida orangtua kita. Amalan lain yang perlu kita lakukan adalah rajin menjalankan puasa, baik puasa wajib atau puasa sunnah. Perli kita ketahui, “Sesunguhnya di surga  ada suatu pintu yang disebut Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat.” (hal 185).

Selain itu amalan berpuasa adalah amalan yang spesial di sisi Allah. Karena jika amalan shalat langsung untuk manusia yang mengerjakannya, amalan puasa langsung untuk Allah Sang Pencipta.Allah juga mencintai orang-orang yang menyambung tali  silaturahmi—sebuah upaya untuk menjaga hubungan pertemanan atau persahabatan. Upaya ini merupakan hal baik yang harus diteladani. Jangan sampai kita menyambung tali silaturahmi, karena itu berarti kita telah memutuskan rantai kebaikan sebuah persahabatan.

Selain itu masih banyak amalan lain yang harus kita terapkan. Seperti menyantuni anak yatim,  menepati janji dan jujur, memakmurkan masjid, bersyukur kepada Allah dan banyak lagi. Buku ini patut dibaca bagi orang-orang perindu surga. Memakai gaya bahasa yang gurih dan renyah, membuat buku ini sangat menarik untuk dibaca. Beberapa kekurangan yang ada tidak mengurasi esensi buku ini.

Srobyong, 12 November 2017 

No comments:

Post a Comment