Thursday, 21 December 2017

[Resensi] Tentang Kepergian dan Kesetiaan

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 17 Desember 2017 

Judul               : Seribu Senja Tanpamu
Penulis             : Kamiludin Azis
Penerbit           : Bhuana Sastra
Cetakan           : Pertama, Agustus 2017
Tebal               : 264 halama
ISBN               : 978-602-394-862-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara

“Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan, semua takkan mampu mengubahku.” (hal 13).

Setiap orang sudah pasti akan mati. Karena memang begitulah takdir yang digariskan Tuhan. Kita sama sekali tidak akan tahu kapan ajal itu menjemput, hingga saat waktu telah tiba nanti. Sebagaimana yang dialami Gredy. Dia tidak pernah menduga bahwa Terra—istri yang sangat dia cinta itu ternyata telah dipanggil terlebih dahulu akibat kanker  yang menggerogotinya.

Mengambil tema cinta dan keluarga, novel ini mencoba  menceritakan sisi lain tentang lelaki yang telah ditinggalkan istrinya, karena maut. Di mana penulis memaparkan tentang bagaimana kesedihan lelaki yang ditinggal belahan jiwanya, juga tantangan baru ketika harus mengurusi putri sematawayangnya tanpa adanya campur tangan sang istri.

Gredy tidak menyangka kalau Terra akan pergi secepat itu. Namun begitu dia merasa tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Karena di sisinya masih ada Kinan, putrinya yang masih butuh kasih sayang dan perhatian.
“Ya, Terra pulang meninggalkan rasa sakitnya. Di keabadiannya kini, takkan pernah lagi ia rasakan penderitaan. Ia akan hidup bagahagia karena saat yang ia tunggu telah tiba. Saat semua penyakitnya diangkat, dan saat melihat aku menangisi kepergiannya karena cinta yang begitu dalam. Mungkin aku merasa terluka, tapi aku pun akan bahagia jika Terra pergi dengan kedamaian.” (hal 29-39).   Begitulah cara Gredy memompa semangat untuk dirinya sendiri.

Waktu pun terus berjalan.  Dan dia sangat menyadari ada sesuatu yang terasa sepi dan masih menghimpit ruang hatinya. Tapi setiap dia mengingat Kinan, Gredy selalu menepisnya dan berusaha tegar. Selain itu sejak kepergianTerra, Gredy akhirnya menyadari bahwa wanita itu sangat tangguh dan luar biasa. Mereka bisa melakukan berbagai kesibukan yang luar biasa padat tanpa mengeluh dan terus berulang setiap hari.  Berbeda dengan dia, yang baru pertama kali mencoba mengurusi masalah rumah tangga, sudah sangat kelelahan.

Beruntung Gredy memiliki teman dan suadara yang sangat baik dan peduli padanya. Mereka dengan suka rela membantu Gredy untuk mengurus Kinan sewaktu-waktu jika dia memiliki kesibukan kantor yang tidak bisa ditinggalkan.  Awalnya Gredy sangat bersyukur dengan kebaikan itu.

Namun lambat laut, Gredy menyadari ada sesuatu yang tidak pernah dia duga tentang di balik kebaikan beberapa temannya. Seperti Alina, atasan Gredy yang sejak dulu terkenal galak dan kaku, tiba-tiba baik dan sangat memerhatikan Gredy. Lalu ada Neila—sahabat Terra juga dirinya sejak zaman SMA yang ternyata diam-diam sudah menaruh hati padanya, serta Malika, keponakan Terra yang sangat menyayangi Kinan.  Pada akhirnya Gredy harus membuat keputusan.  Memilih salah satu di antara mereka atau tidak sama sekali. Mungkin di antara mereka ada yang bisa menjadi ibu yang baik bagi Kinan.

Saya merasa sedikit banyak novel ini mencoba membahas tentang dogma laki-laki yang sering dianggap mudah berpaling pada wanita lain, jika telah ditinggal sang istri. Mereka dengan mudah akan menikah lagi dan membangun khasanah pernikahan baru. Berbeda jika yang ditinggal itu wanita, yang lebih memilih tetap bertahan dengan kesendirian dan bertahan hidup sambil membesarkan anak yang dimiliki. Padahal jika mau menilik lebih dalam, masalah kesetian dan cinta itu tergantung pada masing-masing individu. Bukan hanya karena jenis kelamin saja.

Salut dengan penulis yang sejak awal konsisten dalam mengeksekusi kisah ini.  Dengan kelenturan turu bahasa yang dipakai, penulis membuat kita terbuai dalam arus cerita yang dia ciptakan. Menggelitik, membuat penasaran dan  ikut menebak-nebak tentang siapa wanita yang akhirnya bisa menggantikan posisi Terra. Meski terkejut dan tidak menyangkan, saya sangat puas dengan ending cerita. Setidaknya kita bisa memahami bahwa setiap orang memiliki jalur pemikiran yang berbeda.

Dari novel ini saya belajar untuk tidak gegabah dalam mengambil langkah. Selain itu, saya belajar untuk menjadi pribadi yang selalu kuat dalam berbagai posisi.  Kejadian yang menyedihkan tidak harus kita tangisi setiap hari, tapi kita jadi pelajaran untuk terus menempa diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Srobyong, 10 Desember 2017

No comments:

Post a Comment