Dimuat di Hariang Singgalang, Minggu 10 Desember 2017
Judul : Kisah dari Banggai
Penulis : Devi Dewi Kurniawati, dkk
Ilustrator : Khalida Hanum
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan : Pertama, Juni 2017
Tebal : 100 halaman
ISBN : 978-602-394-693-8
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatu Ulama, Jepara
Indonesia adalah negara kaya. Baik itu tentang kekayaan alam juga
budayanya. Karena Indononesia merupakan negara kepulaan yang terdiri dari
berbagai suku, adat, kesenian dan budaya. Hanya saja kadang kita tidak terlalu
mengenal setiap potensi daerah yang ada, karena masalah tempat yang berjauhan.
Buku ini dengan kemasan yang apik, mencoba
mengenalkan budaya, kesenian dan kegiatan sehari-hari anak-anak yang terjadi di
sebuah daerah pedalaman asal Sulawesi Tengah—yaitu daerah Banggai. Buku ini
sendiri ditulis oleh para guru yang ditempatkan di sana. Mereka menceritakan
pengalaman menarik tentang anak-anak Banggai yang sangat menginspirasi.
Harapan dari para penulis ketika buku ini terbit
adalah, agar anak-anak di seluruh
Indonesia saling mengenal dan memahami
teman-temannya yang berada di Banggai
meski hanya lewat cerita. Karena
dari kisah tersebut, kehadiran buku itu diharapkan juga bisa menjadi jembatan
untuk saling mengenalkan budaya, adat, kesenian, pahlawan dan banyak lagi untuk
semua masyarakat. Dan semoga selain buku ini akan hadir buku-buku lain yang
mencoba mengenalkan kisah kehidupan sehari-hari anak-anak di daerah lain.
Terdiri dari 9 cerita, saya sangat menikmati
kisah-kisah yang dipaparkan. Misalnya saja dari kisah “Para Pencari Badabah”
kisah ini menggambarkan tentang kehidupan di Pulau Tembang, kabupaten
Banggai. Sebuah pulau yang jika kita
ingin mengunjunginya maka kita harus naik anggukatan beberapa kali dari Luwuk,
ibukota Kabupaten Banggai. Di mana
anak-anak di sana memiliki kebiasaan,
setiap pulang sekolah biasanya suka mencari babadoh—sejenis kerang.
Pulau ini sendiri konon memiliki bentuk seperti
mayat terbaring. Namun ada yang mengatakan pulau ini seperti bebek dengan paruh
panjang. Suku yang tinggal di sana bernama suku Bajo. Tempat tinggal mereka
kebanyakan berada di atas laut. Dan pekerjaan mereka dikenal sebagai
penggembara laut (hal 3).
Hanya saja mereka sedih, karena kadang banyak yang
mengambil ikan dengan bom. Padahal cara itu sangat berbahaya dan bisa membuat
ikan cepat habis. Dan karena tidak
memiliki tempat sampah, banyak warga yang terbiasa membuang sampah dan kotoran
di laut.
Kisah ini mengingatkan kita untuk selalu
menjaga lingkungan agar selalu bersih,
dan membuang sampah pada tempatnya. Selain itu kita juga diingatkan untuk tidak
merusak ekosistem laut dengan mengambil ikan memakai bom dan memburu
kima—kerang yang di dalamnya terdapat mutiara. Mengingat binatang ini langka
dan dilindungi (hal 12).
Ada pula kisah berjudul “Desaku Ondo-ondolu”. Dalam
kisah ini kita dikenalkan dengan desa unik bernama Ondo-ondolu yang berada di
kecamatan Batui, Kabupaten Banggai. Tahu
tidak ternyata Banggai memiliki burung khas bernama Maleo. Telur burung ini sangat besar, ukurannya lebih
besar dari telur ayam. Sayangnya burung ini sudah langka. Oleh karena itu kita
harus ikut menjaga melestrikannya agar tidak punah.
Di desa ini anak-anak yang bersekolah tidak hanya
berasal dari satu suku, tapi dari berbagai suku. Selain suku Jawa, Bali, dan
Lombok, ada pula suku Saluan, Bugis dan Sunda. Namun mereka selalu hidup rukun
dan berteman baik, sebagaimana semboyan bhineka tunggal ika (hal 22).
Dari kisah ini dapat kita petik pelajaran untuk
selalu rukun meski berbeda suku dan budaya. Serta kita harus membantu menjaga
binatang yang dilindungi agar tidak punah.
Selain dua kisah tersebut tentu saja masih ada
kisah-kisah lain yang tidak kalah menarik dan menginspirasi. Seperti kisah
berjudul “Kedatangan Guru Baru” yang
mengajarkan anak-anak untuk saling menghargai dalam perbedaan, dan
bertoleransi. Mengingat guru baru mereka itu ternyata beragama Kristen,
sedangkan di SDN 2 Sinorang semua anak
bergama Islam. Namun itu tidak membuat mereka mengucilkan atau memusuhi guru
baru mereka. Mereka tetap menyambut hangat dan mengajak guru baru itu mandi
sore di laut setiap minggu, yang ternyata adalah kebiasaan anak-anak yang
tinggal di Sinorang.
Sebuah buku yang menarik dan patut dibaca. Tidak hanya
bagi anak-anak, tapi juga patut dibaca
masyarakat umum. Karena kisah-kisah yang termaktub di dalamnya selain
menceritakan kepolosan anak-anak dan kebiasaan mereka yang sering dilakukan di
daerahnya, juga secara tidak langsung
menceritakan tentang budaya dan potensi daerah dengan keberagamaan suku dan budaya.
Srobyong, 3 Desember 2017
Aku coba cari bukunya ah.. Anak2ku supaya suka membaca, stiap bulan aku pasti beliin buku2 bacaan baru. Ttg dongeng, ato ttg apa aja. Cerita kedaerahan begini mereka jg suka, malah mnurutku paling bgs begini, jd opengetahuannya ttg kota2 di indonesia jg nambah :)
ReplyDeleteAku sendiri baru tau ttg luwuk dan banggai itu krn ada temenku yg kerja di TOTAL oil, penempatannya di luwuk :). Jadi tau kalo luwuk jg ada sumber alam minyak
Monggo Mbak dicari buku ini buat nambah koleksi anak :)
Delete