Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 11 Agustus 2017
Judul : Ia Tengah Menanti Kereta Uap Tuhan yang Akan
Membawanya ke Bulan
Penulis : Ajeng Maharani
Penerbit : Basabasi
Cetakan : Pertama, Mei 2017
Tebal : 161 halaman
ISBN :
978-602-391-352-7
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama,
Jepara.
Mengambil fokus pada perempuan,
anak-anak dan perilaku seks menyimpang, kumpulan cerpen yang terdiri dari 17 cerita yang mengemas tentang
luka, kesedihan, rasa putus asa dan tragedi-tragedi yang kerap terjadi dalam
diri dan kehidupan manusia. Di sini dengan lihai penulis—yang merupakan runner
up UNSA Ambasador 2016 ini mengeksekusi cerita, sehingga kisah-kisah yang
ditawarkan terasa menarik dan memikat.
Misalnya saja dalam kisah berjudul
“Dongeng tentang Ibu dan Seekor Laba-laba di Kamar Mandi” kisah ini sudah dibangun menarik dan memikat
melalui judul cerita. Kemudian penulis menambahi dengan pembuka alenia yang
tidak kalah menggelitik. Di mana dikisahkan Damar merasa bahwa laba-laba adalah
jelamaan ibunya. Dia merasa laba-laba
itu selalu memandanginya dengan lekat, seolah ingin memberikan sebuah pesan
tersirat, atau juga ingin mengungkapkan tentang sebuah kerinduan.
Apalagi di hari sebelum ibunya
menghilang, Damar sering melihat ibunya lebih banyak mengurung diri di kamar
ketika bapaknya belum pulang kerja (hal 9). Bagaimana mungkin Damar bisa
berprasangka kalau ibunya adalah seekor laba-laba? Di sinilah uniknya. Penulis
dengan gaya bahasa yang renyah dengan alur maju mundur, menceritakannya setiap
jalinan kisah menarik.
Kisah lainnya, “Ia Tengah Menanti
Kereta Uap Tuhan yang Akan Membawanya ke Bulan” cerpen ini dibuka dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan membuat pembaca mengernyitkan dahi
juga menumbuhkan rasa tertarik. “Apa benar Ibu ada di bulan, Ayah?” “Kapan
Tuhan akan mengirimkan
kereta uapnya untukku?” (hal 17-19). Di sini penulis mengisahkan tentang seorang
gadis yang ingin menemui ibunya. Dia
sangat rindu. Namun entah kenapa setiap kali, dia ingin menemui ibunya, sang
ayah selalu berkata, bahwa dirinya belum mendapat panggilan untuk datang. Dia harus
sabar menunggu datangnya kereta uap yang akan menjemputnya agar kelak bisa
bertemu sang ibu.
Penantian itu pun terus dia kenang
sampai, dia menjadi perempuan dewasa. Dia tak pernah bosan. Meski berkali-kali
Rom, kekasihnya menasihatinya agar melupakan dongeng itu, dia tidak mau. Karena baginya dongeng itu benar.
Apalagi ketika akhirnya dia melihat kereta uap yang selama ini tengah
dinantikannya. Namun tentu saja kisah tidak hanya berhenti di sana, karena
sebuah kebenaran akhirnya terkuak membuat pembaca terpana.
Tidak kalah menarik adalah cerpen
berjudul “Dongeng Seekor Kunang-kunang” yang mana cerpen ini membahas tentang
kesedihan, cinta dan juga pengkhianatan. Tapi di sisi lain ada juga sebuah
dongeng yang menyatakan bahwa kunang-kunang bisa membawa pergi seseorang. Di sinilah, dengan sentuhan
yang unik, penulis mengeksekusi ceritanya dengan manis. Dan di dalam pesan ini pun ada sebuah pesan
tersirat yang manis. “Sebagai seorang lelaki,
jangan pernah kau menyakiti wanita. Wanita adalah ibumu, Nak. Mereka saudarimu,
juga anak gadismu. Ingatlah tentang itu.” (hal 100-101).
Dan patut
diperhatikan juga, “Maysa Rindu Menyusu Pada Batu” yang memaparkan tentang
kesedihan anak kecil, ketika ibunya tidak pernah menganggap keberadaannya.
Maysa kerap dimarahi, bahkan dikatakan
sebagai anak batu (hal 121).
Selain beberapa
cerpen yang sudah dipaparkan, tentu saja masih banyak cerpen yang menarik dan
memikat. Di antaranya, Sesudah Mbah Darto Bunuh Diri, Hikayat Perempuan yang
Sekarat, dan banyak lagi. Hampir
sebagian besar, pada buku ini kita akan dihadapkan bagaimana seorang perempuan
dan anak-anak menghadapi kesedihan dan luka yang pernah diterohken
keluarganya—baik ibu atau ayah.
Kisah-kisah dalam buku kumpulan
cerpen ini diceritakan dengan sangat memikat. Karena penulis dengan ide-ide
yang gila dan tidak terduga, mengantarkan pada sebuah labirin—menyibak isi
kepala perempuan dan anak-anak yang jarang diangkat oleh penulis lain. Apalagi
diksi yang dipakai penulis juga menarik.
Keunggulan lainnya adalah dalam
pemiliki judul, yang meski terkesan cukup panjang, namun di sanalah daya tarik
cerpen yang ditulisnya. Dari pemilihan judul, penulis menambah keunggulannya
dengan menampilkan paragraf pembuka yang memikat. Hanya saja untuk beberapa bagian, ending
cerita cukup mudah ditebak. Namun begitu hal itu tidak mengurangi kenikmatan
dalam membaca buku ini. Belum lagi dari
kisah-kisah ini banyak renungan inspiratif yang bisa dipetik untuk
pembelajaran.
Srobyong, 9 Juli 2017
No comments:
Post a Comment