Dimuat di Radar Madura, Minggu 20 Agustus 2017
Judul : Drupadi
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, Januari 2017
Tebal : vi + 150 halaman
ISBN : 978-602-03-3687-9
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.
Siapa yang tidak mengenal kisah
pewayangan Mahabarata? Sebuah kisah monumental yang selalu di kenang di
sepanjang zaman. Bahkan hingga kini. Dan membicarakan Mahabarata, pasti kita
langsung teringat dengan sosok pandawa yang merupakan tokoh sentral dalam kisah
ini. Namun pernahkah terpikir bahwa di
balik kegagahan para satria itu, ada sosok Drupadi yang memiliki peran besar
hingga membuat para pandawa memiliki kekuatan dan tekad yang kuat?
Menilik dari betapa kisah pewayangan
ini masih selalu digemari, Seno Gumira Ajidarma, salah satu penulis besar di
Indonesia ini, menceritakan kembali kisah yang selalu diminati pasar ini. Seno
sendiri memang memiliki keterarikan tersendiri dalam kisah wayang. Di mana dia
pernah menulis cerita wayang Rama-Sinta, yang dimuat bersambung di Koran Tempo
tahun 2001, yang kemudian terbit sebagai Kitab Omong Kosong (2004) dan mendapat
Khatulistiwa Award 2005.
Dikisahkan Drupadi adalah putri
Prabu Drupada dari kerajaan Panchala. Dia terlahir dengan kecerdasan dan
kecantikan seperti bidadari. Hanya saja untuk masalah hati, entah kenapa dia
harus menerima beban berat yang memilukan. Ayahnya membuat sayembara untuk mencari
ksatria yang bisa dinikahkan dengan
dirinya. Padahal bagi Drupadi sendiri, dia sudah memiliki sosok yang selalu
diharapkannya untuk memperistrinya.
Dan Drupadi semakin merasa sedih,
ketika melihat para ksatria yang ikut sayembara adalah para raja yang terkenal
jahat dan kejam. Mungkinkah tidak ada raja-raja termasyhur kebaikannya yang
tertarik padanya? (hal 8). Hanya saja, Drupadi tahu bahwa kabar yang tersiar,
para pandawa telah tewas dalam peristiwa Bale Sigala-gala.
Betapa sedihnya Drupadi jika
akhirnya dia jatuh pada kasatria yang jahat. Sampai kemudian ada seorang
brahmana muda yang mengikuti sayembara. Di mana Drupadi meyakini wajah brahmana
itu mengingaatkan pada sosok yang selama ini dia cintai. Dia pun langsung setuju menikah dengan brahmana
yang sejatinya memang sudah memenangkan sayembara. Meski masih banyak ksatria
lain yang tidak terima dengan kemenangan itu.
Sampai sang brahmana itu membuka jubahnya. Maka gemparlah keadaan di
sana.
Berbeda dengan Drupadi yang sangat
yakin brahmana atau Arjuna memang ditakdirkan untuk dirinya. Hanya saja betapa
kagetnya Drupadi ketika Arjuna malah menyerakan dirinya kepada Yudistira,
dengan alasan dia tidak bisa menikah terlebih dahulu dari sang kakak (hal 25). Lebih mengejutkan Bima memberi saran untuk
menikahi Drupadi bersama-sama.
Di sinilah pergolakan batin Drupadi
terjadi. “Apakah perempuan diandaikan tidak punya kemauan? Tapi Drupadi sadar
dia sama sekali tidak memiliki pilihan—karena dia tengah berada di tempat orang
yang memiliki hak sepenuhnya atas dirinya. Maka Drupadi pun tidak bisa
mengindari takdirnya untuk berpoliandri. Dia menikahi para pandawa (hal 30).
Tentu saja menjadi seorang wanita
yang beristri lima, itu tidak mudah. Apalagi pada lubuk hatinya yang paling
dalam, hanya ada nama Arjuna yang sangat dicintainya. Betapa Drupadi harus siap
dengan segala konsekuensi pilihannya. Tapi yang lebih menyakitkan adalah ketika
dijadikan taruhan dari perjudian anatara Yudistira dan Sengkuni. Di mana
Yudistira memang terkenal sangat bodoh dalam masalah perjudian. Sehingga
Drupadi harus menerima perlakuan buruk dari
Duryadhana, Dursasana dan para Kurawa.
“Suami-suamiku, apakah memang
menjadi keutamaan ksatria untuk membiarkan istrinya terhina?” (hal 61). Maka sejak saat
itu Drupadi pun bersumpah dia tidak akan menyanggul rambutnya sampai bisa memandikan
rambutnya dengan darah Dursasana. Dendam
itu membawa Drupadi pada jalan tidak terduga. Karena sebagai seorang pelaku
poliandri masih bannyak jalan terjal yang menantinya. Tapi pada satu sisi, dendamnya
itu juga membawa pengaruh dalam sikap para pandawa.
Membaca novel ini, membuka banyak
gerbang tentang kisah yang memikat juga pembelajaran yang berharga, bahwa
dendam itu sungguh mengerikan. “Maka
hidup di dunia ini bukan hanya soal kita
menjadi baik atau buruk, tapi soal bagaimana kita bersikap kepada kebaikan dan
keburukan itu.” (hal 107).
Di sisi lain kisah Drupadi ini juga
mengingatkan tentang kenyataan bahwa sering kali keberadaan wanita itu sering
disepelekan dan tidak dihargai. Perempuan harus selalu menurut dan tidak
memiliki hak suara untuk memilih. Tapi juga menunjukkan perempuan adalah sosok yang kuat, memiliki daya juang dan pengabdian yang tinggi
kepada para pasangan.
Srobyong, 2 April 2017
No comments:
Post a Comment