Monday, 21 August 2017

[Resensi] Kisah Poliandri Drupadi dengan Pandawa

Dimuat di Radar Madura, Minggu 20 Agustus 2017


Judul               : Drupadi
Penulis             : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Januari 2017
Tebal               : vi + 150 halaman
ISBN               : 978-602-03-3687-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Siapa yang tidak mengenal kisah pewayangan Mahabarata? Sebuah kisah monumental yang selalu di kenang di sepanjang zaman. Bahkan hingga kini. Dan membicarakan Mahabarata, pasti kita langsung teringat dengan sosok pandawa yang merupakan tokoh sentral dalam kisah ini. Namun pernahkah  terpikir bahwa di balik kegagahan para satria itu, ada sosok Drupadi yang memiliki peran besar hingga membuat para pandawa memiliki kekuatan dan tekad yang kuat?

Menilik dari betapa kisah pewayangan ini masih selalu digemari, Seno Gumira Ajidarma, salah satu penulis besar di Indonesia ini, menceritakan kembali kisah yang selalu diminati pasar ini. Seno sendiri memang memiliki keterarikan tersendiri dalam kisah wayang. Di mana dia pernah menulis cerita wayang Rama-Sinta, yang dimuat bersambung di Koran Tempo tahun 2001, yang kemudian terbit sebagai Kitab Omong Kosong (2004) dan mendapat Khatulistiwa Award 2005. 

Dikisahkan Drupadi adalah putri Prabu Drupada dari kerajaan Panchala. Dia terlahir dengan kecerdasan dan kecantikan seperti bidadari. Hanya saja untuk masalah hati, entah kenapa dia harus menerima beban berat yang memilukan. Ayahnya membuat sayembara untuk mencari ksatria  yang bisa dinikahkan dengan dirinya. Padahal bagi Drupadi sendiri, dia sudah memiliki sosok yang selalu diharapkannya untuk memperistrinya.

Dan Drupadi semakin merasa sedih, ketika melihat para ksatria yang ikut sayembara adalah para raja yang terkenal jahat dan kejam. Mungkinkah tidak ada raja-raja termasyhur kebaikannya yang tertarik padanya? (hal 8). Hanya saja, Drupadi tahu bahwa kabar yang tersiar, para pandawa telah tewas dalam peristiwa Bale Sigala-gala.

Betapa sedihnya Drupadi jika akhirnya dia jatuh pada kasatria yang jahat. Sampai kemudian ada seorang brahmana muda yang mengikuti sayembara. Di mana Drupadi meyakini wajah brahmana itu mengingaatkan pada sosok yang selama ini dia cintai.  Dia pun langsung setuju menikah dengan brahmana yang sejatinya memang sudah memenangkan sayembara. Meski masih banyak ksatria lain yang tidak terima dengan kemenangan itu.  Sampai sang brahmana itu membuka jubahnya. Maka gemparlah keadaan di sana.

Berbeda dengan Drupadi yang sangat yakin brahmana atau Arjuna memang ditakdirkan untuk dirinya. Hanya saja betapa kagetnya Drupadi ketika Arjuna malah menyerakan dirinya kepada Yudistira, dengan alasan dia tidak bisa menikah terlebih dahulu dari sang kakak (hal 25).  Lebih mengejutkan Bima memberi saran untuk menikahi Drupadi bersama-sama.

Di sinilah pergolakan batin Drupadi terjadi. “Apakah perempuan diandaikan tidak punya kemauan? Tapi Drupadi sadar dia sama sekali tidak memiliki pilihan—karena dia tengah berada di tempat orang yang memiliki hak sepenuhnya atas dirinya. Maka Drupadi pun tidak bisa mengindari takdirnya untuk berpoliandri. Dia menikahi para pandawa (hal 30).

Tentu saja menjadi seorang wanita yang beristri lima, itu tidak mudah. Apalagi pada lubuk hatinya yang paling dalam, hanya ada nama Arjuna yang sangat dicintainya. Betapa Drupadi harus siap dengan segala konsekuensi pilihannya. Tapi yang lebih menyakitkan adalah ketika dijadikan taruhan dari perjudian anatara Yudistira dan Sengkuni. Di mana Yudistira memang terkenal sangat bodoh dalam masalah perjudian. Sehingga Drupadi harus menerima perlakuan buruk dari  Duryadhana, Dursasana dan para Kurawa.

“Suami-suamiku, apakah memang menjadi keutamaan ksatria untuk membiarkan istrinya terhina?” (hal 61).  Maka sejak saat itu Drupadi pun bersumpah dia tidak akan menyanggul rambutnya sampai bisa memandikan rambutnya dengan darah Dursasana.  Dendam itu membawa Drupadi pada jalan tidak terduga. Karena sebagai seorang pelaku poliandri masih bannyak jalan terjal yang menantinya. Tapi pada satu sisi, dendamnya itu juga membawa pengaruh dalam sikap para pandawa.

Membaca novel ini, membuka banyak gerbang tentang kisah yang memikat juga pembelajaran yang berharga, bahwa dendam itu sungguh mengerikan.  “Maka hidup di dunia  ini bukan hanya soal kita menjadi baik atau buruk, tapi soal bagaimana kita bersikap kepada kebaikan dan keburukan itu.” (hal 107).

Di sisi lain kisah Drupadi ini juga mengingatkan tentang kenyataan bahwa sering kali keberadaan wanita itu sering disepelekan dan tidak dihargai. Perempuan harus selalu menurut dan tidak memiliki hak suara untuk memilih. Tapi juga menunjukkan perempuan  adalah sosok yang kuat,  memiliki daya juang dan pengabdian yang tinggi kepada para pasangan.

Srobyong, 2 April 2017

No comments:

Post a Comment