Monday, 7 August 2017

[Resensi] Belajar Cara Menghadapi Masalah dari Novel

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 6 Agustus 2017 


Judul               :  Some  Kind of Wonderful
Penulis             : Winna Efendi
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Januari 2017
Tebal               : 360 halaman
ISBN               : 978-602-03-3555-1
Persensi           : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara.

“Kekuatan bukan dinilai dari seberapa sedikit air mata yang diteteskan, atau dari seberapa banyak kau pernah merasa goyah. Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyuman mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan.” (hal 303).

Mengambil tema persahabatan berbalut cinta dan kehilangan, membuat novel ini terasa dekat dalam kehidupan sehari-hari.  Karena sadar atau tidak sadar, dalam persahabatan antara pria dan wanita sering terselip rasa kasih yang tumbuh menjadi cinta. Hanya saja rasa itu tidak selalu kisah itu berakhirr bahagia. Ada kalanya gayung bersambut, ada kalanya cinta  yang dimiliki hanya bertebuk sebelah tangan hingga berakhir retaknya persahabataan.

Ada Liam Kendrick yang memilih pergi ke Sydney dengan alasan untuk mewujudkan mimpinya sebagai seorang koki. Padahal di balik kepergiannya, Liam  haanyalah sosok yang butuh tempat berlari, agar tidak bertemu lagi dengan Wendy. Cinta pertamanya yang bertepuk sebelah tangan. Wendy adalah  sahabat Liam sejak kecil juga gadis yang sudah mencuri hatinya. 

Dan kenyataan yang membuat Liam lebih sakit lagi adalah, kenyataan tentang siapa laki-laki yang akhirnya dipilihan Wendy untuk dinikahi. Willem—adik laki-laki Liam meski berbeda ibu.  Tapi bisa apa Liam selain memberi restu? Bukankah tidak mungkin dia menghalangi dua orang itu menjuju altar suci? Itu-lah alasan yang akhirnya membuat Liam memilih meninggalkan bangku kuliah dan tinggal di Sydney. Membuka lemabaran baru meski sejatinya, bayang-bayang kenangan masa lalu, masih menghantuinya.

“Karena aku ingin memutuskaan hubungan dengan hal-hal yang sudah kutinggalkan dan memendamnya dalam-dalam sebagai kenangan. A clean finish, a brand new start. Aku tahu aku tidak akan pernah bisa bergerak maju kalau terlalu terpaku pada masa lalu.” (hal 17).

Ada pula Rory Handitama yang sedang mencoba menata kehidupannya kembali, seetelah sebuah insiden meluluhlantakkan kehidupannya yang bahagia. Dua orang yang sangat dia sangat disayanginya pergi dengan cepat dengan cara yang tidak terduga. Namun sayang hal itu tidak mudah. Rory masih belum bisa move on dengan kenyataan itu. Bayang-bayang keberadaan orang-orang yang disayanginya itu masih memenuhi ruang otak dan pikirannya. Hal inilah yang membuat Rory memilih tertutup dan menolak berdekatan dengan laki-laki lain. Dia tidak bisa.

“The thing about sameness is that it is comforting as much as it is excruciating.” (hal  23).
Sampai sebuah kejadian mempertemukan keduanya, membawa kisah lain yang tidak mereka duga. Liam yang entah kenapa  merasa tertarik dengan Rory yang jelas-jelas bukan tipe-nya jika ingin menjalin hubungan. Liam hanya menyadari ada sorot yang sama di mata Rory dengan dirinya—kehilangan. Hal itu-lah yang menuntun Liam untuk berusaha mengenal Rory.

Sedang bagi Rory, kemunculan Liam adalah bencana. Dia tidak tahu, kenapa koki terkenal itu tiba-tiba hadir begitu saja menyusup dalam kehidupannya.  Membuat perjalanan hidupnya berbeda  hanya dalam hitungan hari. Bersama Liam dia bisa tersenyum dan melupakan sejenak rasa sakit yang dirasakannya dan itulah yang dia takuti. Rory terlalu takut melangkah, hingga melupakan Jay—mantan suaminya dan Ruben—putranya.

Selain pergulatan batin perasaan Liam dan Rory yang masih bingung akan dibawa ke mana hubungan aneh di antara keduanya, ada juga Noah—sahabat Rory juga Jay, yang ternyata diam-diam suka dengan Rory. Dan Wendy tiba-tiba datang dengan kenyataan yang tidak pernah Liam duga. “What-ifs ruin you. Mereka nggak membuat segala sesuatuanya jadi lebih baik.” (hal 201).

Sebuah novel yang menarik. Memilih menceritakan kisah dengan pov pertama, dari masing-masing tokoh membuat kita bisa memahami bagaimana emosi masing-masing tokoh. Eksekusi cerita juga dipaparkan dengan apik. Hanya saja memang ada beberapa bagian yang terasa membosankan, karena sedikit bertele-tele. Namun lepas dari kekurangannya, novel ini patut dinikmati bagi pecinta novel romance.

Dari novel ini kita bisa memetik pelajaran bahwa kita tidak seharusnya lari dari masalah dengan menyiksa diri. Namun seyogyanya kita harus menghadapi setiap masalah dengan berani. Dengan begitu kita bisa berdamai dengan diri sendiri dan bisa melepas masa lalu untuk menyongsong masa depan yang tengah menanti.

Srobyong, 28 Juli 2017 

No comments:

Post a Comment