Saturday, 18 June 2016

[Review] The Lady in Red : Sebuah Pengabdian, Cinta dan Ketulusan


Judul               : The Lady in Red
Penulis             : Arleen A
Editor              : Dini Novita Sari
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, April 2016
Halaman          : 360 hlm
ISBN               : 978-602-03-2712-9

Tema cinta memang selalu laris untuk diangkat dan akan terus menjadi tema yang menarik untuk dieksekusi.  Sebagaimana novel ‘The Lady in Red’ yang mencoba menawarkan kisah serupa. Tentang cinta dua anak manusia yang berbeda kasta dengan berbagai macam intrik yang menarik.  Itulah kenunikanya,  meski mengambil tema sama, novel ini  dikemas dengan cara berbeda.  Apalagi dengan latar yang jarang dipakai. Membuat novel ini patut untuk dinikmati.

Kisah ini terbagi dari dua bagian. Pada bagian pertama terjadi 1920-1955. Mengisahkan tentang Betty Liu. Dia tahu dirinya memang berbeda karena terlahir dengan membawa darah Tionghoa. Tapi dia selalu yakin, dirinya adalah orang Amerika. Karena dia terlahir di sana.  Setelah lulus kelas 9 dari Fort Bragg Public School, Betty mendapat beasiswa untuk bersekolah di  SMA  swasta terbaik di Fort Bragg—Rewood High School, berkat seorang gurunya yang menyadari kepandain Betty yang di atas rata-rata.  (hal. 14)

Robert Wotton adalah anak pemilik Wotton Dairy Farm—peternakan  sapi yang memproduksi sapi dan menjualnya susu kedua tersebar di Fort Bragg.  Karena sejak kecil kedua orangtuanya bersekolah di Rewood, maka dia harus mengikuti jejak mereka, meski dia sebenarnya tidak tertarik.  Robert lebih ingin sekolah negeri. Tapi tentu saja gagasannya ditolak mentah-mentah oleh kedua orangtuanya dan hanya bisa pasrah dengan mengikuti keinginan orangtuanya.

Sampai kemudian Robert melihat siswi dengan rambut yang sangat indah  dan selalu memakai pakaian berwarna merah—itulah Betty. Pertemuan yang kemudian membuat mereka akhirnya sering menghabiskan waktu bersama dan saling jatuh cinta.  Selain Robert dan Betty, ada juga Jerry dan Wanda yang menjadi pewaris  Stephens Farm—peternakan terbesar setelah Wotton Dairy Farm. Kisah mereka pada akhirnya akan menjadi benang merah kuat dalam kisah kehidupan keluarga Betty.

Kisah kemudian dilanjutkan pada bagian dua. Dimulai dari 2003-2012. Menceritakan tentang kisah Rhonda.  dia sangat tahu dirinya gemuk. Tapi peduli ada dengan kegemukannya. Kenapa orang-orang harus repot mengomentari?  Lagipula dia juga tidak pernah menyusahkan orang lain dengan kegemukannya.  Hanya tida orang yang tidak pernah mengatainya gemuk; papanya, nenek buyutnya—Betty dan Gregory Drew.  (hal. 105) Gregory Drew, dia adalah teman bagi Ronda, tapi juga sebagai pekerja di  Wotton Dairy Farm. Mengingat sudah sejak dulu, keluarganya turun temurun mengabdi di sana.  

Sejak kecil Rhonda dan Greg tumbuh bersama. Mereka sering menghabiskan waktu berdua. Kadang bertiga dengan Henry, kakak Rhonda yang setiap akhir minggu pulang ke Wotton Farm.  Tapi sejak Rhonda mulai sekolah dan mulai memiliki teman lain, mereka sudah tidak lagi terlalu akrab.  Rhonda sudah tidak mengajak Greg dalam rencana-rencana yang dilakukan. Dan Greg tak lagi tahu gambar apa yang dibuat Rhonda.  (hal. 125)

Kedekatan mereka semakin jauh ketika Rhonda memutuskan melanjutkan sekolah di Boston Arts Academy.  Sebenarnya Greg tidak ingin Rhonda pergi. Dia ingin selalu bersama gadis itu. Tapi dia sadar, dia bukanlah siapa-siapa selain pelayan di peternakan itu.  Belum lagi ketika gadis itu kembali dengan mengenalkan Brandon yang membuat Greg semakin merasa tersisih.  

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana kisah Betty dan Robert? Juga bagaimana kisah Rhonda, Greg dan Brandon? Belum lagi tiba-tiba Henry ditemukan mati.  Selain empat pertanyaan itu masih banyak lagi pertanyaan lain  yang membuat penasaran untuk membaca novel ini.

Novel ini diceritakan dengan gaya bahasa yang menarik dan renyah. Seolah tengah membaca novel terjemahan. Novel  romance ini   asli membuat tertegun dan gemes.

Mengambil alur maju dengan dua bagian cerita. Inilah yang terus menjadi pertanyaan ketika membaca novel ini. Kenapa penulis membagi dua bagian dalam kisahnya, belum lagi ada interlude yang menyinggung tentang kisah ‘Si Topi Merah’.  Tapi perlahan setelah mengikuti semua kisah, pertanyaan itu akhirnya terjawab sudah. Penulis  sangat lihai dalam membuat kepingan puzzle dari kisah yang diuraikan dengan benang merah yang kuat.  Kejutan-kejutan yang tidak terduga dalam pergantian bab, membuat enggan untuk berhenti sebelum menyelesaikan novel ini sampai tuntas.

Tokoh-tokohnya juga terasa hidup dan membuat ikut gemas. Tentang Nana Betty yang tahu segalanya tapi memilih menunggu. Lalu sikap Rhonda yang asli, menyebalkan dan terlihat suka ragu dan plin-plan.  Rhonda masih suka labil. Sikap Greg sendiri yang terlalu hati-hati, dan keberadaan  Barndon yang malah membuat semuanya menjadi semakin rumit.

Dan lebih menariknya lagi adalah tentang pemilihan setting-nya. Peternakan sapi? Setting yang jarang diambil oleh penulis. Dan hebatnya, setting dipaparkan dengan baik dan tidak terasa tempelan. Tapi benar-benar hidup dan serasa ikut hadir dalam Wotton Dairy Farm. Salut dengan Mbak Arleen.
Jujur, saya sangat menikmati ketika membaca novel ini. Karena memang dari gaya bahasa dan aspek-aspek lainnya sangat berbeda dengan kebanyakan novel yang saya baca. Unik dan menarik.  

Dan pesan yang bisa saya simpulkan setelah membaca novel ini adalah, keserakahan dan memelihara dendam hanya akan merugikan sendiri. Dan mengajari tentang arti, cinta dan ketulusan.  Recomended banget untuk dibaca.

~*~

Saya sungguh tidak menyangka, ketika melihat pengumuman ini. Bagaimana tidak ketika mencoba mengintip resensi dari peserta lain, semua bagus-bagus. Jadi sedikit minder dong. Hanya bisa pasrah. Ikut pun juga nekat sih. Tapi ternyata hasilnya di luar dugaan. Alhamdulillah. 


Srobyong, 17 Juni 2016 



4 comments: