Judul
: Garnish
Penulis : Mashdar Zainal
Penerbit : de TEENS
Cetakan : Pertama, April 2016
Halaman : 220 hlm
ISBN : 978-602-391-126-4
Peresensi : Ratnani Latifah. *
Bisa mewujudkan mimpi adalah harapan
semua orang. Namun bagaimana jika mimpi itu ditentang oleh orangtua sendiri? Padahal
kebahagiaan yang paling diinginkan anak adalah mimpi yang dingin dicapai itu
akan didukung oleh orangtuanya.
Novel ini mengisahkan tentang Buni
yang ingin menjadi koki dan Anin yang
selalu ingin menjadi pelukis. Mereka sangat ingin mewujudkan mimpi itu.
Sayangnya, impian itu malah tidak
mendapat dukungan dari keluarga yang notabene adalah orang terdekat
mereka yang seharusnya memahami keinginan anak.
Bagi Buni dapur adalah sebuah tempat di mana cinta dan
kedamaian bermula. Setiap kali menginjakkan kaki di dapur, Buni seperti
menemukan sebuah dunia di mana hidup dan mati dipertaruhkan. (hal. 5) Sayangnya
apa yang disukai Buni mendapat tantangan dari keduaorangtuanya—khususnya sang
ibu. Bagi ibunya, seorang laki-laki tidak seharusnya berurusan dengan
dapur. Dan Buni dituntut untuk mengikuti
jejak ayahnya agar bisa menjadi ekonom yang baik.
Buni selalu dituntut ibunya untuk
melamar pekerjaan setelah menjadi sarjana ekonomi. Dan tentu saja Buni
melakukan, tapi tak satupun lamaran itu tembus. Hal yang kemudian membuat
ibunya kembali memarahi Buni. Apalagi melihat putranya ternyata masih lebih menyukai segala hal yang berhubungan
dengan dapur.
Anin—dia seorang penghayal. Dia
memiliki harapan untuk menjadi pelukis. Hanya saja ayahnya tidak suka jika anak
perempuannya bermain cat-cat yang kemudian membuat dirinya dan rumah menjadi
kotor. Dan yang lebih tidak disukai Anin
pada ayahnya yang seorang pejabat adalah, dia merasa diperlakukans seperti
boneka yang tidak bisa bebas bergerak.
Anin dan Buni kemudian bertemu pada suatu
waktu yang tidak terduga. Anin kabur dari rumah dengan badan penuh cat air
aneka warna pada dirinya-seperti lukisan abstrak. Sedang Buni kabur dari rumah
setelah melumuri dirinya dengan suas dan kecap hingga mirip pasta basi. Kepergian
mereka sebagai wujud rasa protes dengan sikap orangtua masing-masing. Namun
dalam pelarian mereka, Bli Sutha—kenalan Anin—agar kembali ke rumah dan menyelesakan
masalah baik-baik. “Bagaimanapun, kabur dari rumah tidak akan menyelesaikan
masalah. Kalian hanya butuh bicara dari hati ke hati.” (hal. 46)
Jika Anin berhasil meluluhkan hati
sang ayah, maka tidak dengan Buni.
Ibunya semakin mencela dan menghakiminya.
Bahkan melarang Buni memakai dapur milik ibunya. Itulah alasan kenapa
akhinya Buni memilih meninggalkan rumah lagi. Dia bertekad membuktikan pada
ibunya, bahwa memasak bukanlah suatu pekerjaan yang tercela bagi laki-laki.
Bermula dari ide Anin, akhirnya
dibuka-lah ‘Garnish’—sebuah kafe dan galeri.
Di sana mereka akan menjual
makanan, minuman dan
keindahan-keindahan dari lukisan yang dipajang. Dan jika ada yang mau
membeli lukisan tersebut juga boleh.
Buni sebagai chef-nya dan Anin pelukis.
Mereka bekerja dengan tekun, sabar
dan ulet. Sehingga usaha kecil mereka semakin lama semakin berjalan dengan baik.
Banyak pembeli datang karena tertarik dengan kenunikan kafe tersebut. Namun ibu
Buni belum juga muncul menghargai kerja keras Buni. Dia menjadi sangat sedih.
Dan kesedihannya semain bertambah ketika dia mendapat kabar ibunya terjangkit stroke.(hal.
173) Berselang kemudian Anin mengalami kecelakan yang kemungkinan membuat
dirinya tak lagi bisa melukis.
Membaca novel ini, kita akan belajar
bahwa dalam meraih impian itu diperlukan kemauan yang kuat, kesabaran dan
keuletan serta tanggung jawab. Selain itu penulis juga memaparkan bagaimana
menjalin hubungan yang baik antara anak dan orangtua. Bahwa dalam keluarga sangat diperlukan adanya
komunikasi yang baik antara anak dan orangtua. Serta mau saling menghormati
pilihan yang dimiliki.
Sebuah novel yang dipaparkan dengan
gaya bahasa yang renyah dan menyenangkan. Juga pemilihan ending yang tidak
terduga. Selain membahas tentang perjuangan untuk meraih mimpi, kisah ini juga
dilengkapi dengan perasaan suka dan sayang dari masing-masing tokoh yang diramu
dengan api. Jadi ketika membaca pasti
tidak akan bosan. Beberapa kesalahan tulis tidak mengurangi keasyikan dalam
membaca.
Srobyong, 5 Juni 2016
*Penyuka buku dan pecinta linterasi. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
No comments:
Post a Comment