Friday 11 March 2016

[Cerpen] Wanita yang Terjebak dalam Kegelapan



Seperti inilah rasanya dicampakkan. Kau berdiri di pojokan jalan, diabaikan seperti kulit pisang yang dibuang sembarang. Orang-orang berlalu –lalang di sekitarmu tanpa menyadari kau betul-betul ada. Tanpa tahu kau sungguh-sungguh nyata. Tak ada yang benar-benar peduli pada apapun penderitaannmu. Atau tumpahan airmatamu. Kau sudah berupaya memantaskan diri. Mendinginkan kepalamu. Melapangkan hatimu. Menarik ujung-ujung bibirmu. Tapi tak ada satu pun yang terjadi padamu. Kecuali, kau kebasahan di dalam hujan.
Dulu aku pikir aku takkan pernah dicampakkan.
Ya. Dulu.
Tetapi segala sesuatu selalu berbeda dari waktu ke waktu. Dan kali ini, hal yang tak pernah kubayangkan akan terjadi, akhirnya terjadi.
Aku menatap langit. Ini hujan atau air mata? Bukankah tadi langitnya biru? Aku ingin tahu mengapa kini begitu gulita.
 ~*~
Sembilan puluh hari yang lalu, harimu masih cerah. Merasakan kenikmatan hidup bergelimang harta dan cinta. Yah, begitulah adanya. Wajah cantikmu  selalu dirindukan. Setiap hari kau mengosoknya hingga selalu bersinar. Memakai baju mahal yang melekat pada tubuh indahmu . Tak ketinggalan berbagai macam aksesoris yang melingkar di leher jenjangmu juga tangannmu yang semulus permata.  Membuatmu semakin menawan.  Siapa yang tidak mengenal dengan dirimu? Wanita tercantik di kota ini. Yang selalu dipuja dan dalam usia muda sudah menjadi wanita sukses membuat banyak wanita lain iri juga mengagumimu. Yah, wajarlah itu terjadi. Kau terlahir dari keluarga kaya dan memang sangat pintar.
~*~ 
          “Em ..., kau cantik sekali, Sayang.” Pria berkacamata itu menatapmu lekat. Dari atas hingga bawah. Menelanjangi setiap jengkal tubuh indahmu. Dan kemudian terpaku pada bibir ranummu. Kau sendiri hanya tersenyum. Merekah. Juga menatap pria di depanmu dengan pandangan menggoda. Mengalungkan tanganmu  pada leher pria di depanmu. Membuat pria itu tak lagi mampu mengendalikan diri, segera pria itu melumat ranum bibirmu dengan bibirnya.  Memujamu dengan cinta. Dan malam pun menjadi saksi  gelung mesra kalian.  Sepasang suami istri yang baru berikrar janji.
            Semua orang tahu. Dia adalah  suamimu. Dari sekian banyak pria yang mengejarmu dan yang coba ayahmu sodorkan, kau memilih pria berkacamata itu. Pria yang menurutmu sempurna. Karena pria itu memang memiliki tubuh tinggi proporsional dengan wajah menawan, hidung mancung dan tatapan mata elang. Sejak dulu memang begitulah seleramu. Selalu tertarik dengan pria-pria yang menawan. Lalu tanpa menunggu lama kau memohon pada ayahmu untuk segera dinikahkan dengan pria itu. Kau bersikeras ingin membangun bahtera rumah tangga dengan pria itu. Tidak dengan yang lainnya. Pria itu pun juga menunjukkan gelagat sama. Berusaha memperjuangkan cinta untukmu. Pram mencoba mengambil hati ayahmu.
            “Ayah, aku sangat mencintai dia. Aku hanya ingin menikah dengan Pram. Bukan yang lainnya.”  Kau membujuk ayahmu, ketika kau tahu ayahmu ingin menjodohkanmu dengan salah satu anak dari  relasi yang dikenal.
            Ayahmu menghela napas. Sikapmu memang sangat keras kepala. Apa yang kau inginkan maka haruslah kau dapatkan. Ayahmu tahu itu. Jadi meski sejatinya ayahmu tidak terlalu setuju dengan pilihanmu, ayahmu memilih pasrah. Membiarkan kau menikah dengan Pram—pria yang entah bagaimana bisa membuatmu luluh dalam sekejap waktu.
            Masih teringat jelas dalam ingatan. Kau bertemu Pram tanpa sengaja di sebuah toko buku. Lalu entah bagiamana ceritanya Pram mengajakmu berkenalan dan terjadilah kisah cinta diantara kau dan Pram. Pria yang menurut ayahmu entah darimana asal usulnya—tidak jelas. Tapi pada kenyataannya Pram juga berhasil mengambil hati ayahmu. Itu sangat hebat. 
            Pernikahan anatara kau dan Pram pun kemudian digelar. Dengan pesta yang spektakuler. Tentu saja.  Hari itu adalah hari terindah dalam hidupmu.
 ~*~
            Pada awal pernikahan kau dan Pram nampak bahagia. Tidak ada tanda-tanda akan ada sebuah tragedi besar. Ayahmu pun sudah ikhlas menerima Pram menjadi menantunya. Pram sudah berhasil mengambil simpati ayahmu. Dan lagi, ayahmu sudah tidak dapat melakukan apapun untuk memisahkan kau dan Pram. Melihat kau sangat mencintai Pram. Dan begitupun Pram. Seolah kau dan Pram itu tidak bisa dipisahkan.  Hati siapa yang tidak luluh?
            Karena itu, ayahmu mulai mendidik Pram untuk menjadi pria berkelas yang bisa dibanggakan. Kau pun menyetujui usul ayahmu. Melihat Pram menggantikan posisimu. Mengurusi perusahaan ayahmu. Kau mengatakan ingin fokus menjadi ibu rumah tangga. Ibu dari anak-anakmu dan Pram tentu saja.
            “Kau yakin akan melepas pekerjaanmu?” Pram menatapmu meminta kepastian di hari kelima belas kau dan Pram menjadi suami istri. Pram duduk di tepi ranjang. Dan kau menyisir rambut panjangmu.
            “Em.” Kamu berbalik  dan menatap suamimu lalu mengangguk pasti. Kau sudah tidak ingin menjadi pusat perhatian lagi. Sejak kau mengenal Pram, kau hanya fokus pada pria itu. Tidak pernah lagi bergonta-ganti pacar seperti dulu. Kau yakin Pram adalah belahan jiwamu. Jadi kenapa harus takut menyerahkan milikmu?
            “Aku sangat senang jika kamu yang meneruskan perusahaan ayah. Aku yakin kau pasti bisa.” Kau dan Pram saling tatap. Tatapan penuh kasih.  Pram lalu memelukmu erat. Membenamkan tubuh sintalmu dalam dekapannya. Dan kau sangat menikmati saat-saat seperti itu. Hatimu  terasa tenang.
           “Terima kasih sudah mempercayaiku, Ran.” Pram melepaskan pelukan, Pram memegang bahumu. Menatapmu dengan tatapan yang membuncah.
“Aku sangat mencintaimu.” Lalu Pram mengecupmu di dahi dan perlahan lalu ke bibir. “Aku juga.” Kamu membelas apa yang dilakukan Pram. Dan kemudian kau dan Pram pun tenggelam dalam cinta yang membuncah.  Kebersamaan dengan Pram adalah fase terindah yang kau harap akan terus berjalan dan tak pernah luruh.
Namun harapanmu tinggal-lah harapan. Malam itu ternyata malam terakhir sebelum akhirnya kejadian yang tidak pernah kau duga datang.  Pram yang dulunya selalu memujamu, menghujanimu dengan cinta perlahan berubah.  Kau pun menjadi gelisah. Lalu dengan sembunyi-sembunyi  mulai menyelidiki apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Pram.
Dan kau sangat syok dengan kenyataan yang akhirnya kau temukan. Yah, hari ke delapan puluh lima kau dan Pram menjadi pasangan ..., tanpa sengaja kamu mendengarkan semuanya. Di balik munculnya Pram dalam kehidupanmu.  Juga melihat hal yang tak pernah kau bayangkan.
Marah dan kecewa itulah yang kau rasakan kala itu. Gegas kamu pulang dan mencari ayahmu.  Kini kau menyadari bahwa kecurigaan ayahmu dulu benar. Pram adalah penipu. Kau diliputi rasa bersalah. Tapi sampai di rumah kau tak menemuka ayahmu.  Yang ada hanyalah sebuah panggilan singkat yang kemudian membuatmu gemetar.
Kegelisahanmu pun semakin bertambah. Malam itu menjadi malam terpanjang yang kau miliki. Terjebak dalam perasaan yang tak menentu. Kau terus menggigit bibir dan gegas menuju rumah sakit. Kabar yang kau terima itu sungguh menyakitkan. Kau menangis ..., meraung. Menyesali semua yang telah terjadi. Tapi semua sudah terlambat.
Itulah akhir dari kisah indahmu. Kehidupan yang dulunya sangat berpihak padamu perlahan menghilang. Dan semua itu karena pria yang kau cintai. Pria itu ternyata tidak tulus. Hanya memanfaatkanmu untuk kepentingannya sendiri. Menjadikanmu jembatan kesuksesan.
Itulah jawaban kenapa kau di sini. Terjebak dalam kegelapan. Tak ada seorangpun yang memedulikanmu. Tak melihat wujud nyatamu yang menangis dalam rintik hujan. Meski kau sudah berusaha tampil cantik dan menawan, mencoba berlapang dada. Membagi cinta yang sama sekali tak kau inginkan. Tapi tak seorang pun peduli. Pun dengan Pram. Lagipula suamimu itu  sudah memilih wanita lain. Cinta yang sejak dulu disembunyikan dengan rapi. Tak hanya itu Pram pun mengambil segalanya yang kau miliki. Menggenggamnya dengan kepuasan.
Dan satu lagi kenyataan yang harus kau tahu. Pram juga membuatmu tak lagi bernapas setelah membekapmu di hari ke sembilan puluh kau dan Pram menjadi pasangan. Dan kau pun akhirnya meregang nyawa dengan tangan priamu. Kau telah mati. Dibunuh suamimu demi keserakahan yang tak terkendali.

Srobyong, 11 Maret 2016 




Diikutkan dalam tantangan menulis cerpen di Grup Titik Temu

4 comments:

  1. Aku suka cerpennya ini mbk. Alurnya bagus banget. Meski konteks ceritanya udah sperti tema2 kbnyakan. Tapi pengemasan ceritanya memukau dan dalem banget. Smoga lolos ya mbk. Hhhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, makasih Rohma atas doanya. Juga makasih sudah berkenan mampir ke sini ^^

      Delete
  2. Kupikir dia jadi orang gila, makanya dicuekin. Eh, taunya malah jadi hantu, hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kepikiran pertama pengen membuat tokohnya mati. ^^ Terima kasih sudah mampir ya

      Delete