Wednesday, 3 February 2016

[Review] Alias; Misteri di Balik Nama Pena


Bagi seorang penulis, memiliki nama pena itu sudah menjadi berita umum—wajar.   Apalagi jika penulis itu memang ingin melindungi privasinya. Hanya ingin mengenalkan karyanya tanpa mengumbar kehidupan pribadinya. Bukankah setiap orang memang memiliki rahasia—privasi yang ingin dilindungi? Rahasia yang ingin disimpan sendiri. Tapi apakah pernah terbesit bahwa nama pena pada akhirnya akan mengubah kehidupan yang semula baik-baik saja menjadi kacau balau?

Novel ini menceritakan tentang Jeruk Marsala, seorang penulis novel romance yang sudah memiliki nama besar. Enam novelnya masuk jajaran best seller dan bahkan ada yang sudah difilm-kan. Namun, dalam hatinya sebenarnya dia sangat tertarik ingin menulis novel horor. Hanya saja Penerbit Paragraf,  yang biasa menjadi langganan untuk menerbitkan bukunya, menolak jika Jeruk menulis novel horor. Alasannya, “Kamu punya branding, J. Romantis, sedih dan melankolis. Jika kamu menulis horor branding yang sudah kamu bangun akan rusak. Apa pun itu harus ada fokus agar semua orang mudah menghapalnya.” (hal. 28)

Jeruk tidak pasrah, diam-diam dia menulis novel horor dengan nama alias—nama pena, Rinai. Dan ajaibnya novel itu sangat diterima baik oleh pembaca. Masuk rak best seller dan sedang diburuh produser untuk difilmkan, meski karena itu novel Jeruk yang lain harus gagal difilmkan, karena lebih produser lebih tertarik memburu karya Rinai. Masalah ini hanya satu orang yang mengetahuinya, Darla—sahabat Jeruk.

Jeruk tentu saja puas, dia membuktikan bahwa dia memang bisa menulis horor, meski dia memang tidak bisa meneriakkan kesenangannya itu. Rahasia itu harus dijaga, tidak boleh ada yang tahu.
Tapi di balik kesuksesannya itu, tiba-tiba ada kejadian yang tidak pernah terduga. Pertama ditemukan seorang bernama Damar Rujito yang meninggal seperti adegan di novel “Misteri Mayat yang Berdetak” Walaupun nama dan lokasi kejadian berbeda tapi cara kematian sangat mirip (hal.45) Sebentar kemudian ditemukan lagi seorang korban bernama Dewi Hanum, cucu pengusaha batik Kanyeswari tewas ditusuk di daerah  Plaza Senayan dan cara pembunuhannya mirip dengan novel Jeruk (Rinai) yang berjudul “Pisau Air Mara” (hal. 81-82)

Jeruk sungguh bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.  Apalagi kasus ini pada akhirnya mengkaitkan kematian-kematian itu dengan novelnya. Seorang polisi bahkan ingin bertemu dengannya.  Lalu muncul juga seseroang bernama Eru yang menambah kebingungan Jeruk. Karena Eru berkata bahwa semua orang yang menjadi korban itu masih termasuk keluarga besarnya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Jeruk ada apa dengan nama Rinai? Apa hubungan antara kematian itu dengan tulisan Jeruk?

Novel yang sejak kemunculannya sudah membuat  penasaran. Ruwi Meita, penulis yang sudah piawai membuat novel genre horor atau pun thriller ini sukses membuat jantung berdetak tidak karuan. Penasaran dengan apa yang sebenarnya  terjadi. Kenapa pembunuhan itu harus mengikuti pola novel yang ditulis Jeruk? Tapi  kemunculan sosok astral yang ada dalam novel ini, sedikit membari gambar apa yang sebenarnya terjadi.

Saya pikir novel ini pada awalnya ada murni thriller seperti Misteri Patung Garam. Pembunuhan-pembunuhan yang terjadi adalah ulah seorang psikopat. Tapi ternyata saya salah. Novel ini ternyata memiliki sisi gelap dengan adanya makhluk astral yang menjadi poin penting dalam cerita. Novel ini cukup mencekam dan membuat tegang. Penulis sangat pandai mengatur alur cerita. Sepertinya saya setuju dengan pendapat penulis, “Hal yang paling menarik dari novel horor bukan pada saat teror itu muncul, namun proses saat teror itu akan muncul.” (hal. 66)

Selain memiliki unsur horor-thriller yang mencekam, novel ini sedikit banyak menyinggung tentang dunia kepenulisan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari kutipan-kutipan ini.  

“Kesuksesan itu tidak diraih  secara instan.” (hal. 21) dan saya rasa ini benar sekali. Di dunia ini tidak ada sesuatu yang bisa diraih dengan instan, semua butuh usaha.

Dulu jeruk beusaha dari nol. Dia mencari alamat penerbit dari browsing di intenet. Sedangkan beberapa penulis baru ini malas mencari. Bahkan  saat jeruk memberi link web panerbit, mereka cabut tanpa mengucapkan terima kasih. (hal. 91)

“Dia selalu kebanjiran e-mail dari penggemarny atau seseorang yang ingin belajar menulis.  Jeruk suka berbagi pengalaman, tapi kadang mereka tidak menghargainya.  Ada yang meminta alamat e-mail editor Jeruk. Ada yang mengirim cerpen dengan alasan meminta saran dan masukan. Tapi setelah diulas Jeruk mereka malah marah. Menganggap Jeruk sombong karena sudah memiliki karya dan sok tahu. Padahal   seharusnya penulis itu mau menerima karyanya dari sudut pandangan orang lain agar karyanya menjadi lebih matang dan dewasa. Saat seorang penulis hanya menggunakan satu sudut pandang dalam menulis, dia tidak bisa menilai karyanya dari berbagai arah. (hal. 92)

Novel yang dikemas dengan bahasa yang renyah ini sungguh asyik untuk dinikmati.  Hanya saja saya agak terganggu dengan ketidakkonsisten antara kata laki-laki, pria dan cowok. 

  • Alan mengangguk lalu memarkir mobilnya, pria itu membuka pintu mobil, dan bergegas menghampiri Jeruk. Laki-laki itu tidak pernah lupa untuk membukana pintu mobil untuk Jeruk. (hal. 20) 
  • Laki-laki itu tersenyum. Ujung bibirnya tertarik ke atas dengan cara yang halus. Jeruk jadi teringat dengan senyuman tokoh-tokoh antagonis pada manga-manga Jepang. cowok di depannya ... (hal. 75)


Tapi lepas dari itu, novel ini tetap asyik dibaca dan dinikmati. Ini ketiga kalinya membaca tulisan dari Ruwi Meita. Dan idenya selalu menakjubkan. Jika di Misteri Patung Garam, saya diajak menelusiuri jejak pembunuhan dengan garam,  di Days of Terror tentang misteri almanak, maka di novel Alias ini, saya diajak berpetualangan dalam mistri horor-thriller yang mencekam. Keren.

Dan yang bisa saya pelajari dari novel ini adalah untuk selalu memiliki positif thinking. “Dunia ini sangat indah jika kamu melihatnya dengan cara yang baik.”(hal. 35) Lalu tentang tidak baik merawat dendam. “Saat seseorang mengikatkan diri dalam dendam tidak ada yang namanya selesai. Sebab dendam adalah kemarahan yang tak pernah padam. Kamu melihat awalnya namun tak bisa melihat akhrinya.” (hal. 177)

Judul               : Alias
Penulis             : Ruwi Meita
Editor              : Mahir Pradana
Penerbit           : Rak Buku
Cetakan           : Januari, 2016
Hamalan          : ii + 236 halaman
ISBN               : 978-602-732-301-8

6 comments:

  1. “Hal yang paling menarik dari novel horor bukan pada saat teror itu muncul, namun proses saat teror itu akan muncul.”

    yang bagian ini bikin jantung bisa lepas kendali mbak.. hhhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, aku pengen bia nulis horor kayak Mbak Ruwi, keren banget ^^

      Delete
  2. nama tokohnya unik ya, Jeruk. Saya sampai ga nyangka hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, entah kenapa Mbak Ruwi kalau buat nama selalu unik. Jadi beda sama yang lain. ^^

      Delete
  3. baca sinopsisnya aja ko saya jadi tegang, udah berasa horor thriller nya
    tp suka dg kalimat2 inspirasinya

    ReplyDelete