Bagi seorang penulis, memiliki nama pena itu
sudah menjadi berita umum—wajar. Apalagi jika penulis itu memang ingin
melindungi privasinya. Hanya ingin mengenalkan karyanya tanpa mengumbar
kehidupan pribadinya. Bukankah setiap orang memang memiliki rahasia—privasi yang
ingin dilindungi? Rahasia yang ingin disimpan sendiri. Tapi apakah pernah
terbesit bahwa nama pena pada akhirnya akan mengubah kehidupan yang semula
baik-baik saja menjadi kacau balau?
Novel ini menceritakan tentang Jeruk Marsala,
seorang penulis novel romance yang sudah memiliki nama besar. Enam novelnya
masuk jajaran best seller dan bahkan ada yang sudah difilm-kan. Namun,
dalam hatinya sebenarnya dia sangat tertarik ingin menulis novel horor. Hanya saja
Penerbit Paragraf, yang biasa menjadi
langganan untuk menerbitkan bukunya, menolak jika Jeruk menulis novel horor. Alasannya,
“Kamu punya branding, J. Romantis, sedih dan melankolis. Jika kamu menulis
horor branding yang sudah kamu bangun akan rusak. Apa pun itu harus ada fokus agar semua orang mudah menghapalnya.” (hal. 28)
Jeruk tidak pasrah, diam-diam dia menulis
novel horor dengan nama alias—nama pena, Rinai. Dan ajaibnya novel itu sangat
diterima baik oleh pembaca. Masuk rak best seller dan sedang diburuh
produser untuk difilmkan, meski karena itu novel Jeruk yang lain harus gagal
difilmkan, karena lebih produser lebih tertarik memburu karya Rinai. Masalah ini
hanya satu orang yang mengetahuinya, Darla—sahabat Jeruk.
Jeruk tentu saja puas, dia membuktikan bahwa
dia memang bisa menulis horor, meski dia memang tidak bisa meneriakkan
kesenangannya itu. Rahasia itu harus dijaga, tidak boleh ada yang tahu.
Tapi di balik kesuksesannya itu, tiba-tiba ada
kejadian yang tidak pernah terduga. Pertama ditemukan seorang bernama Damar
Rujito yang meninggal seperti adegan di novel “Misteri Mayat yang Berdetak” Walaupun
nama dan lokasi kejadian berbeda tapi cara kematian sangat mirip (hal.45) Sebentar
kemudian ditemukan lagi seorang korban bernama Dewi Hanum, cucu pengusaha batik
Kanyeswari tewas ditusuk di daerah Plaza
Senayan dan cara pembunuhannya mirip dengan novel Jeruk (Rinai) yang berjudul “Pisau
Air Mara” (hal. 81-82)
Jeruk sungguh bingung dengan apa yang sebenarnya
terjadi. Apalagi kasus ini pada akhirnya
mengkaitkan kematian-kematian itu dengan novelnya. Seorang polisi bahkan ingin
bertemu dengannya. Lalu muncul juga seseroang
bernama Eru yang menambah kebingungan Jeruk. Karena Eru berkata bahwa semua
orang yang menjadi korban itu masih termasuk keluarga besarnya. Apa yang sebenarnya
terjadi dengan Jeruk ada apa dengan nama Rinai? Apa hubungan antara kematian
itu dengan tulisan Jeruk?
Novel yang sejak kemunculannya sudah membuat penasaran. Ruwi Meita, penulis yang sudah
piawai membuat novel genre horor atau pun thriller ini sukses membuat jantung
berdetak tidak karuan. Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa pembunuhan itu harus
mengikuti pola novel yang ditulis Jeruk? Tapi kemunculan sosok astral yang ada dalam novel
ini, sedikit membari gambar apa yang sebenarnya terjadi.
Saya pikir novel ini pada awalnya ada murni
thriller seperti Misteri Patung Garam. Pembunuhan-pembunuhan yang terjadi
adalah ulah seorang psikopat. Tapi ternyata saya salah. Novel ini ternyata
memiliki sisi gelap dengan adanya makhluk astral yang menjadi poin penting
dalam cerita. Novel ini cukup mencekam dan membuat tegang. Penulis sangat
pandai mengatur alur cerita. Sepertinya saya setuju dengan pendapat penulis, “Hal
yang paling menarik dari novel horor bukan pada saat teror itu muncul, namun
proses saat teror itu akan muncul.” (hal. 66)
Selain memiliki unsur horor-thriller yang
mencekam, novel ini sedikit banyak menyinggung tentang dunia kepenulisan itu
sendiri. Hal ini bisa dilihat dari kutipan-kutipan ini.
“Kesuksesan itu tidak diraih secara instan.” (hal. 21) dan saya rasa ini benar sekali. Di
dunia ini tidak ada sesuatu yang bisa diraih dengan instan, semua butuh usaha.
Dulu jeruk beusaha dari nol. Dia mencari
alamat penerbit dari browsing di intenet. Sedangkan beberapa penulis baru ini
malas mencari. Bahkan saat jeruk memberi
link web panerbit, mereka cabut tanpa mengucapkan terima kasih. (hal. 91)
“Dia selalu kebanjiran e-mail dari penggemarny
atau seseorang yang ingin belajar menulis.
Jeruk suka berbagi pengalaman, tapi kadang mereka tidak menghargainya. Ada yang meminta alamat e-mail editor Jeruk.
Ada yang mengirim cerpen dengan alasan meminta saran dan masukan. Tapi setelah
diulas Jeruk mereka malah marah. Menganggap Jeruk sombong karena sudah memiliki
karya dan sok tahu. Padahal seharusnya penulis itu mau menerima karyanya
dari sudut pandangan orang lain agar karyanya menjadi lebih matang dan dewasa. Saat
seorang penulis hanya menggunakan satu sudut pandang dalam menulis, dia tidak
bisa menilai karyanya dari berbagai arah. (hal. 92)
Novel yang dikemas dengan bahasa yang renyah
ini sungguh asyik untuk dinikmati. Hanya
saja saya agak terganggu dengan ketidakkonsisten antara kata laki-laki, pria dan
cowok.
- Alan mengangguk lalu memarkir mobilnya, pria itu membuka pintu mobil, dan bergegas menghampiri Jeruk. Laki-laki itu tidak pernah lupa untuk membukana pintu mobil untuk Jeruk. (hal. 20)
- Laki-laki itu tersenyum. Ujung bibirnya tertarik ke atas dengan cara yang halus. Jeruk jadi teringat dengan senyuman tokoh-tokoh antagonis pada manga-manga Jepang. cowok di depannya ... (hal. 75)
Tapi lepas dari itu, novel ini tetap asyik
dibaca dan dinikmati. Ini ketiga kalinya membaca tulisan dari Ruwi Meita. Dan idenya
selalu menakjubkan. Jika di Misteri Patung Garam, saya diajak menelusiuri jejak
pembunuhan dengan garam, di Days of
Terror tentang misteri almanak, maka di novel Alias ini, saya diajak
berpetualangan dalam mistri horor-thriller yang mencekam. Keren.
Dan yang bisa saya pelajari dari novel ini
adalah untuk selalu memiliki positif thinking. “Dunia ini sangat indah jika
kamu melihatnya dengan cara yang baik.”(hal. 35) Lalu tentang tidak baik
merawat dendam. “Saat seseorang mengikatkan diri dalam dendam tidak ada yang
namanya selesai. Sebab dendam adalah kemarahan yang tak pernah padam. Kamu melihat
awalnya namun tak bisa melihat akhrinya.” (hal. 177)
Judul : Alias
Penulis : Ruwi Meita
Editor : Mahir Pradana
Penerbit : Rak Buku
Cetakan : Januari, 2016
Hamalan : ii + 236 halaman
ISBN : 978-602-732-301-8
“Hal yang paling menarik dari novel horor bukan pada saat teror itu muncul, namun proses saat teror itu akan muncul.”
ReplyDeleteyang bagian ini bikin jantung bisa lepas kendali mbak.. hhhee
Iya, aku pengen bia nulis horor kayak Mbak Ruwi, keren banget ^^
Deletenama tokohnya unik ya, Jeruk. Saya sampai ga nyangka hehehe
ReplyDeleteIya Mbak, entah kenapa Mbak Ruwi kalau buat nama selalu unik. Jadi beda sama yang lain. ^^
Deletebaca sinopsisnya aja ko saya jadi tegang, udah berasa horor thriller nya
ReplyDeletetp suka dg kalimat2 inspirasinya
Iya, inspiring banget memang. dan suka thrillernya jug
Delete