Monday, 15 February 2016

Berbagi Kisah dan Ilmu Lewat Buku



“Semua penulis akan meninggal, dan karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakanmu di akhirat nanti.”  ~Ali bin Abi Thalib~


Sebenarnya saya tidak tahu bagaimana saya bisa terbentur pada dunia literasi.  Saat  itu saya hanyalah seorang anak ingusan. Mungkin kecintaan saya pada membaca, telah  menggugah sisi lain saya untuk membangun imajinasi sendiri. Yah, diam-diam saya suka membuat cerita sendiri. Menuangkannya pada kertas berserak di kamar. Saya ingat saat itu saya baru kelas satu Madrasah tsanawiyah. Tulisan itu saya simpan rapi, hanya saya saja yang membaca tulisan itu. Baru setelah teman-teman saya tahu kalau saya suka menulis, mereka ingin meminjam dan membacanya dan ternyata mereka suka. Jadilah sejak itu saya menjadi penulis kelas. Baik itu kumpulan cerpen atau juga novel.
Mereka menjadi pembaca juga sekaligus mengkritisi. Tapi tentu ala kadar anak ingusan yang setahu dan semaunya. Wong, saya juga nulis juga sesuka hati. Bahkan jika saya intip lagi tulisan itu malah membuat saya tertawa. Tulisan masih berantakan tak sesuai EyD.  Tapi saja juga kaget, kok bisa saya menulis cerita seperti itu? Hehh
Tapi bermula dari hobi itu serta dorongan dari teman-teman, saya terus memupuk semangat saya untuk menulis. Bahkan dengan pede mengirim karya tulisan ke sebuah majalah remaja. Walau hasilnya ditolak. Sedih, sih.  Tapi itu tidak mematikan semangat saya menulis. Mungkin akan ada jalan lain bagi saya. Saya terus menulis hingga di Madrasah Aliyah. Bahkan ketika kelulusan sekolah saat para siswa disuruh mengisi biodata album kelas, dengan pede saya menulis cita-cita saya menjadi penulis. Memangnya menjadi penulis gampang? Pertanyaannya itu terus memenuhi kepala.
Dan pada kenyataannya, setelah lulus sekolah saya malah melupakan cita-cita itu. Saya terlalu sibuk dengan pengajian yang saya ikuti, ditambah pekerjaan  juga kuliah. Jadilah pelan tapi pasti, saya sudah mulai jarang menulis. Hanya sepatah kata puisi yang kadang masih mengisi diary. Saya tak lagi mencoba mencari jalan dalam mewujudkan mimpi itu.
Sampai pada suatu ketika, di saat saya tengah sibuk mempersiapkan skripsi. Yah, saat itu kebetulan saya juga mendapat mata kuliah bagaimana menulis karya tulis ilmiah. Dan dosen saya Pak Maswan meminta semua mahasiswanya masing-masing membuat buku saku dengan tema bebas. Pak Maswan juga menantang para mahasiswa untuk bisa tembus dalam media. Seketika darah saya mendidih, keinginan menulis yang dulu sempat mati, mendengar tantangan itu membuat saya ingin kembali menulis. Saya sangat semangat dengan tantangan itu. Tapi tentu saja saya tidak memperlihatkan ketertarikan saya. Saya menyimpannya sendiri. Merintis perlahan keinginan saya dalam menulis.
Jadi sekitar bulan Maret 2014 saya benar-benar terdampar pada dunia literasi. Lewat jejaring sosial FB saya memulai semuanya. Saya tidak menyangka Fb yang dulu hanya sebagai main-main saja menjadi jalan saya membuka mimpi lagi. Bermula dari ikut lomba-lomba—baik dari ikut lomba yang diadakan penerbit indie hingga mayor.   Saya belajar otodidak dari satu grup kepenulisan satu ke grup kepenulisan yang lain. 
Di sini keinginan saya untuk menulis  agar bisa tembus media dan menerbitkan karya solo—menerbitkan buku semakin menggebu. Apalagi nerbitin novel dan buku non-fiksi. Dan alhamdulillah  Allah setahap demi setahap membantu saya menggapai harapan itu. September 2015 pertama kalinya naskah saya akhirnya tembus media meski masih lokal—lewat sebuah cerpen dan resensi.  Ada juga beberapa antologi yang sudah saya kantongi. Pernah berbagi ilmu ketika menjadi salah satu penulis artikel di web online.


Karya di media 2015-2016

Antologi; Novel Kolab, Puisi dan Non-fiksi

 Hal ini tentu saja semakin memicu semangat saya untuk terus menulis. Dan semakin memupuk mimpi suatu saat berkesempatan menerbitkan buku sendiri—karya solo. Meski saya tahu untuk menerbitkan karya sendiri memang sangat susah. Perlu usaha keras dan kesabaran yang teramat.
Tapi karena saya memang sudah terlanjur mencintai dunia literasi. Saya senang menulis  baik itu fiksi juga non fiksi. Alasan ingin saya ingin terus menulis dan kemudian bisa menerbitkan buku adalah 
  • Karena bagi saya menulis itu seperti ladang bagi saya untuk berbagi ilmu pengetahuan dan bisa menginspiarasi bagi pembaca. Setidaknya bisa memberi manfaat. 
Keingian saya ini terinspirasi dari perkataan salah satu sahabat, Ali bin Abi Thalib “Semua penulis akan meninggal, dan karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakanmu di akhirat nanti.”
  • Dan saya yakin, menjadi penulis dan menerbitkan karya itu sesuatu tugas yang mulia. Mengingat banyak dari para ulama Islam yang juga menjadi penulis. Sebut saja Imam Al-Ghazali. Beliau adalah salah satu penulis Islam yang sangat saya kagumi. Buku-buku karya Imam Al-Ghazali sungguh menginspirasi. Kalau beliau tidak menuliskan masalah fiqih ataupun ilmu tasawufnya, bagiaman kita semua belajar.
Maka saya memegang prinsip Imam Ghazali Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.”


  • Menulis bisa merupakan terapy. 

Dan untuk menggapai mimpi saya, menjadi benar-benar seorang penulis yang memiliki karya sendiri, maka saya perlu bergabung pada sebuah wadah yang tepat. Wadah yang bisa membimbing saya untuk menjadi harapan saya. Dan saya pikir bergabung di grup  menulis online SmartWriter  itu pilihan yang tepat, karena dari sana, saya yakin akan mendapat banyak ilmu. Mengingat di sana ada dua guru yang memang sudah tidak diragukan lagi dalam karya-karya yang sudah ditelurkan. Sebut saja Mbak Leyla Hana  seorang ibu rumah tangga yang sudah memiliki banyak karya  baik fiksi atau non-fiksi. Penulis ini memiliki sejuta prestasi dalam dunia literasi.


  •  Foto dan Karya Mbak Leyla Hana


Lalu ada juga Mbak Riawani Elyta  penulis ini juga sangat multitalenta, banyak karya yang sudah diterbitkan dan memiliki segudang prestasi dalam dunia menulis. Sudah banyak novel yang sudah diterbitkan. Selain novel  juga naskah nonfiksi dan kabarnya akan bertambah lagi. Dan baru-baru ini ada antologinya yang baru terbit. 


  • Foto dan Karya Mbak Riawani Elyta



 Jadi siapa yang tidak mau mendapat pengarahan dan ilmu dari mereka yang memang sudah kompeten? Yah, karena itu-lah saya haru masuk di kelas ini.

 Dan sebagai penutup, satu lagi quote yang membuat saya terus berjuang dalam literasi. Semoga juga buat semua orang. J
 “Tinggalkan jejakmu pada dunia dengan torehan kata: tinta, lisan dan pedang.” ~Nadhya Shafwah~

Tulisan ini diikutkan dalam 1st Giveaway Smart Writer

8 comments:

  1. Ayo semangat Mba Ratna. Semoga beruntung yah

    ReplyDelete
  2. Menulislah, walau satu kalimat.
    Memang saya juga sama, sebelumnya masih bingung kok bisa sampai nyasar ke dunia tulis menulis, lalu setelah dijalani, ternyata asik juga...

    Tulisan kita akan abadi walau kita telah tiada di muka bumi ini...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya benar sekali. ^_^ Terima kasih sudah mampir di postingan ini ^_^

      Delete
  3. Aku suka skali dg quote ini mbk

    “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.

    ReplyDelete
  4. seneng ya, ketika karya kita muncul di media dan dicetak lewat buku :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak berasa gimana gitu esensinya. :) Jadi semangat buat menulis lagi kalau habis dimuat

      Delete