“Semua penulis akan meninggal, dan karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakanmu di akhirat nanti.” ~Ali bin Abi Thalib~
Sebenarnya
saya tidak tahu bagaimana saya bisa terbentur pada dunia literasi. Saat itu saya hanyalah seorang anak ingusan. Mungkin
kecintaan saya pada membaca, telah menggugah sisi lain saya untuk membangun
imajinasi sendiri. Yah, diam-diam saya suka membuat cerita sendiri. Menuangkannya
pada kertas berserak di kamar. Saya ingat saat itu saya baru kelas satu
Madrasah tsanawiyah. Tulisan itu saya simpan rapi, hanya saya saja yang membaca
tulisan itu. Baru setelah teman-teman saya tahu kalau saya suka menulis, mereka
ingin meminjam dan membacanya dan ternyata mereka suka. Jadilah sejak itu saya
menjadi penulis kelas. Baik itu kumpulan cerpen atau juga novel.
Mereka
menjadi pembaca juga sekaligus mengkritisi. Tapi tentu ala kadar anak ingusan
yang setahu dan semaunya. Wong, saya juga nulis juga sesuka hati. Bahkan jika
saya intip lagi tulisan itu malah membuat saya tertawa. Tulisan masih
berantakan tak sesuai EyD. Tapi saja
juga kaget, kok bisa saya menulis cerita seperti itu? Hehh
Tapi
bermula dari hobi itu serta dorongan dari teman-teman, saya terus memupuk
semangat saya untuk menulis. Bahkan dengan pede mengirim karya tulisan ke
sebuah majalah remaja. Walau hasilnya ditolak. Sedih, sih. Tapi itu tidak mematikan semangat saya
menulis. Mungkin akan ada jalan lain bagi saya. Saya terus menulis hingga di
Madrasah Aliyah. Bahkan ketika kelulusan sekolah saat para siswa disuruh
mengisi biodata album kelas, dengan pede saya menulis cita-cita saya menjadi
penulis. Memangnya menjadi penulis gampang? Pertanyaannya itu terus memenuhi
kepala.
Dan
pada kenyataannya, setelah lulus sekolah saya malah melupakan cita-cita itu.
Saya terlalu sibuk dengan pengajian yang saya ikuti, ditambah pekerjaan juga kuliah. Jadilah pelan tapi pasti, saya
sudah mulai jarang menulis. Hanya sepatah kata puisi yang kadang masih mengisi
diary. Saya tak lagi mencoba mencari jalan dalam mewujudkan mimpi itu.
Sampai
pada suatu ketika, di saat saya tengah sibuk mempersiapkan skripsi. Yah, saat
itu kebetulan saya juga mendapat mata kuliah bagaimana menulis karya tulis
ilmiah. Dan dosen saya Pak Maswan meminta semua mahasiswanya masing-masing
membuat buku saku dengan tema bebas. Pak Maswan juga menantang para mahasiswa
untuk bisa tembus dalam media. Seketika darah saya mendidih, keinginan menulis
yang dulu sempat mati, mendengar tantangan itu membuat saya ingin kembali
menulis. Saya sangat semangat dengan tantangan itu. Tapi tentu saja saya tidak
memperlihatkan ketertarikan saya. Saya menyimpannya sendiri. Merintis perlahan
keinginan saya dalam menulis.
Jadi
sekitar bulan Maret 2014 saya benar-benar terdampar pada dunia literasi. Lewat
jejaring sosial FB saya memulai semuanya. Saya tidak menyangka Fb yang dulu
hanya sebagai main-main saja menjadi jalan saya membuka mimpi lagi. Bermula
dari ikut lomba-lomba—baik dari ikut lomba yang diadakan penerbit indie hingga
mayor. Saya belajar otodidak dari satu
grup kepenulisan satu ke grup kepenulisan yang lain.
Di
sini keinginan saya untuk menulis agar bisa tembus media dan menerbitkan karya
solo—menerbitkan buku semakin menggebu. Apalagi nerbitin novel dan buku
non-fiksi. Dan alhamdulillah Allah
setahap demi setahap membantu saya menggapai harapan itu. September 2015
pertama kalinya naskah saya akhirnya tembus media meski masih lokal—lewat
sebuah cerpen dan resensi. Ada juga
beberapa antologi yang sudah saya kantongi. Pernah berbagi ilmu ketika menjadi salah satu penulis artikel di web online.
Karya di media 2015-2016
Antologi; Novel Kolab, Puisi dan Non-fiksi
Hal ini tentu saja semakin memicu semangat saya untuk terus menulis. Dan semakin memupuk mimpi suatu saat berkesempatan menerbitkan buku sendiri—karya solo. Meski saya tahu untuk menerbitkan karya sendiri memang sangat susah. Perlu usaha keras dan kesabaran yang teramat.
Tapi karena saya memang sudah terlanjur mencintai dunia literasi. Saya senang menulis baik itu fiksi juga non fiksi. Alasan ingin saya ingin terus menulis dan kemudian bisa menerbitkan buku adalah
- Karena bagi saya menulis itu seperti ladang bagi saya untuk berbagi ilmu pengetahuan dan bisa menginspiarasi bagi pembaca. Setidaknya bisa memberi manfaat.
Keingian saya
ini terinspirasi dari perkataan salah satu sahabat, Ali bin Abi Thalib “Semua
penulis akan meninggal, dan karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka
tulislah yang akan membahagiakanmu di akhirat nanti.”
- Dan saya yakin, menjadi penulis dan menerbitkan karya itu sesuatu tugas yang mulia. Mengingat banyak dari para ulama Islam yang juga menjadi penulis. Sebut saja Imam Al-Ghazali. Beliau adalah salah satu penulis Islam yang sangat saya kagumi. Buku-buku karya Imam Al-Ghazali sungguh menginspirasi. Kalau beliau tidak menuliskan masalah fiqih ataupun ilmu tasawufnya, bagiaman kita semua belajar.
Maka saya memegang prinsip Imam Ghazali “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan
anak ulama besar, maka jadilah penulis.”
- Menulis bisa merupakan terapy.
Dan untuk menggapai mimpi saya, menjadi benar-benar seorang
penulis yang memiliki karya sendiri, maka saya perlu bergabung pada sebuah
wadah yang tepat. Wadah yang bisa membimbing saya untuk menjadi harapan saya.
Dan saya pikir bergabung di grup menulis
online SmartWriter itu pilihan yang tepat, karena dari sana, saya yakin akan mendapat banyak ilmu. Mengingat
di sana ada dua guru yang memang sudah tidak diragukan lagi dalam karya-karya
yang sudah ditelurkan. Sebut saja Mbak Leyla Hana seorang ibu rumah tangga yang sudah memiliki
banyak karya baik fiksi atau non-fiksi.
Penulis ini memiliki sejuta prestasi dalam dunia literasi.
- Foto dan Karya Mbak Leyla Hana
Lalu ada juga Mbak Riawani Elyta penulis ini juga sangat multitalenta, banyak karya yang sudah
diterbitkan dan memiliki segudang prestasi dalam dunia menulis. Sudah banyak novel
yang sudah diterbitkan. Selain novel juga
naskah nonfiksi dan kabarnya akan bertambah lagi. Dan baru-baru ini ada
antologinya yang baru terbit.
- Foto dan Karya Mbak Riawani Elyta
Jadi siapa
yang tidak mau mendapat pengarahan dan ilmu dari mereka yang memang sudah
kompeten? Yah, karena itu-lah saya haru masuk di kelas ini.
Dan sebagai penutup, satu lagi quote yang membuat saya terus
berjuang dalam literasi. Semoga juga buat semua orang. J
“Tinggalkan jejakmu pada dunia dengan torehan
kata: tinta, lisan dan pedang.” ~Nadhya Shafwah~
Ayo semangat Mba Ratna. Semoga beruntung yah
ReplyDeleteSemangat juga buat Mbak Anggarani ^_^
DeleteMenulislah, walau satu kalimat.
ReplyDeleteMemang saya juga sama, sebelumnya masih bingung kok bisa sampai nyasar ke dunia tulis menulis, lalu setelah dijalani, ternyata asik juga...
Tulisan kita akan abadi walau kita telah tiada di muka bumi ini...
Iya benar sekali. ^_^ Terima kasih sudah mampir di postingan ini ^_^
DeleteAku suka skali dg quote ini mbk
ReplyDelete“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.
Iya insipired banget Rohma ^_^
Deleteseneng ya, ketika karya kita muncul di media dan dicetak lewat buku :)
ReplyDeleteIya, Mbak berasa gimana gitu esensinya. :) Jadi semangat buat menulis lagi kalau habis dimuat
Delete