Judul : Namaku Subardjo
Penulis : Hapsari
Hanggarani
Penerbit : Metamind, Imprint
of Tiga Serangkai
cetakan : 1, Juli 2015
Halaman : viii+ 240 halaman
ISBN : 978-602-72834-0-4
Hanya karena nama tidak moderen, Subardjo alias Jojo diputus pacarnya. Padahal
wajah jojo tidak jelek-jelek amat. Malah bisa dibilang dia itu cukup tamban dan
royal. Maklum selain sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk
mengurusi skripsi, Jojo yang merupakan persilangan orang Brebes dan Sidoarjo
ini sudah menjadi bos muda. Yah, dia menekuni bisnis telur asin yang sukses
mewarisi usaha dari bapaknya. Tapi tetap saja entah kenapa masalah
percintaannya tidak mulus dan selalu tersandung pada nama.
Nah, karena putus cinta itu. tiba-tiba Jojo malah terdampar pada masalah
caleg. Entah dapat ilham darimana sehingga dia memutuskan mengikuti saran Rudy
anak buahnya untuk nyaleg. Padahal Jojo sama sekali buta dengan masalah
politik.
Tapi karena sudah terlanjur kecebur sekalian saja menenggelamkan diri. Jojo
yang pada mulanya tidak begitu tertarik membaca kini mau membeli koran. Dan
kalau biasanya pasa baca koran lebih suka membaca koran masalah kriminal kini
beralih membaca masalah politik. (hal. 74) Untungnya keluarga besar mendukung
keinginan Jojo yang nyaleg. Meski ibunya sempat ragu. Karena memang bisa ya,
menjadi caleg itu sebagai jaminan masa depan cerah. Tepatnya apakah menjadi
caleg bisa mendatangkan uang? Bisa biki kaya? (hal. 99)
Lalu perjuangan pun dimulai untuk mengambil hati warga agar bisa
mendukungnya. Meski kebanyakan cara yang dipakai berdasarkan saran Rudy itu
tidak bijak. Malah terkesan memanfaatkan kesusahan warga. Ini, kan tidak
dibenarkan dalam agama. “Kita menolong orang kan biar dapat pahala, kenapa
mengharapkan suara? Salah niat, tahu!” (hal. 161) “Rud, apa nggak ada cara lain
untuk menarik simpati orang lain selain memanfaatkan musibah orang lain?” (hal.
197)
Belum lagi banyak hal yang dilihat Jojo ketika kampanye yang sungguh tidak
sesuai dengan kata hatinya. Kenapa harus seperti ini dan seperti itu. “Memangnya
masyarakat kita terlalu matrealistis hingga harus selalu meminta uang dari pada
caleg? Atau si caleg yang kegeeran dikira kalau sudah memberi uang, terus
bakalan dipilih?” (hal.207)
Masalah kampanye memang cukup menguras perhatian Jojo, namun keadaan sang
ibu yang tiba-tiba berteriak histeris dan kemudian tidak sadarkan diri lebih
membuatnya miris. Lalu bagaimana nasib jojo dan ibunya? Kenapa sang ibu malah
pingsan. Langsung baca saja deh buku ini.
Novel yang mengangkat tema unik yang jarang diambil. Merupakan hawa segar
dan patut dibaca. Mengajari bahwa keberhasilan seseorang itu bukan terletak
karena nama, tapi usaha dan kerja keras. Serta bagaimana masalah caleg yang ada
di sekitar kita. Meski ada yang berasa
kurang. Karena awalnya menyinggung nama namun tiba-tiba lebih fokus pada
masalah caleg. Tapi tetap asyik diikuti.
Kalimat ini sepertinya cocok untuk menyinggung masalah politik “Membuka
jaringan politik itu nggak semudah membalikkan tangan.” “... seperti buang
mangga. Boleh saja kulitnya berwana hijau, tapi kalau sudah dikupas ternyata
isinya berwarna kuning atau oranye. Atau apel, luarnya merah tapi dalamnya
berwarna putih. Atau semangka, berkulit hijau ternyata dalamnya merah .... Jadi
dunia politik, sesuatu dan orang-orang di dalamnya nggak selalu sama dengan
penampakan luar mereka. Boleh saja bajunya hijau, tapi sebenarnya hatinya
kuning dan seterusnya ...” (hal. 79-80). Recomenden untuk dibaca.
Srobyong, 4 November 2015.
No comments:
Post a Comment