Monday, 22 May 2017

[Review Buku] Pesona New York, Karir, Keluarga dan Keyakinan


Judul        : Faith and the City
Penulis     : Hanum Salsabile Rais & Rangga Almahendra
Penerbit    : Gramedia
Cetakan     : Pertama, Desember 2015
Halaman    : 227 hlm
ISBN          : 978-602-03-2433-3


“Ini kesempatan menimba ilmu jurnalistik tingkat dewa, Mas. Kesempatan tidak datang dua kali.” (hal. 47).

Kesempatan memang tidak bisa diduga kapan akan datang menghampiri. Dan bagi para pemimpi, kesempatan yang ada di depan mata itu harus digenggam erat, jangan sampai terlepas.  Apalagi kesempatan itu ditawarkan di New York. Negara dengan sejuta pesona, juga sebagai pusat hubungan penting internasional. New York  memiliki pengaruh besar terhadap perdagangam, keuangan, media, seni, budaya, mode, riset, penelitian dan hiburan dunia.

Hanum tidak pernah menyangka ketika dia mendapat tawaran dari Andy Cooper untuk bekerja di  Global New York TV (GNTV).  “Ribuan orang jatuh bangun demi kesempatan  menjadi reporter  junior di GNTV. Melewati hampir 10 fase seleksi, dan akhirnya hanya satu yang akan diambil.” (hal 26).

Ini adalah kesempatan dan Hanum tidak akan melewatkannya. Tanpa berdiskui dengan Rangga, Hanum langsung mengiyakan tawaran itu. Padahal saat itu dia dan Rangga  tengah berada di bandara JFK—John F. Kennedy New York untuk chek-in. Karena rencana awal mereka adalah kembali ke Wina.  Tentu saja kejadian itu membuat Rangga berang. Bagaimana mungkin Hanum memutuskan permasalahannya tanpa meminta persetujuan dirinya? Padahal seorang istri harusnya meminta izin dalam segal hal pada suaminya dulu.

Di GNTV Hanum dipasangkan dengan Sam. Dia disuruh  membuat program TV tentang muslim di Amerika.  Tapi dengan catatan acara itu harus memiliki rating lebih baik dari acara lain. Sekaligus membuat TV lain jeblok. “Insights Muslism. Kau harus mewawancarai kehidupan mereka, apa perkara mereka, bagaimana perasaan mereka dengan banyak fenomena yang memojokkan Islam akhir-akhir ini.” (hal 39).   

Kehidupan Hanum pun mulai teralih pada dunia kerjanya. Dia berangkat pagi, pulang malam. Waktunya hanya didedikasikan untuk menunjukkan pada Cooper,  bahwa dirinya, bukanlah jurnalis kacangan. Dia memiliki kemampuan, bukan hanya keberuntungan.  Berbagai upaya dia lakukan. Semua demi rating dan share (hal 62).  Hanum ditantang oleh nafsunya sendiri, ketika idealismenya mulai tergerus. Pada titik karirnya itu, Hanum bahkan sampai mengabaikan nurani juga Rangga.

Melihat istrinya yang mulai berubah, tentu saja membuatn Rangga khawatir. Dia harus menyadarkan istrinya. Hanya saja, usaha Rangga gagal, Hanum malah semakin masuk ke dalam pusaran pesona New York yang nampak gemerlap dengan iming-iming mimpi yang sejak dulu didambakannya.

Ketika Rangga menergurnya, Hanum selalu mengatakan, kalau itu demi sebuah kesempatan untuk mengubah dunia. “Misi mengubah dunia? Fine! Itu mulia sekali. Tapi kau mengubah dunia dengan cara mengubah hubungan dengan suamimu sendiri. Kamu nggak sadar? Kamu telah dimanfaatkan oleh dunia yang tidak memberimu apa-apa. Bahkan melupakan orang yang sudah memberimu apa-apa ....” (hal 130).   Rangga pun sadar, mereka mulai tidak sejalan.

Novel ini dipaparkan dengan gaya bahasa yang lugas. Ceritanya pun cukup kompleks dengan berbagai konflik yang diuraikan penulis. Tentang masalah keluarga, lalu  sebuah ambisi dalam menaklukkan mimpi di New York demi sebuah kair,  yang ternyata selalu bertentangan nurani. Tidak ketinggalan tentang sebuah keyakinan yang berusaha dikenalkan pada dunia.  Di sini Hanum di tantang untuk memilih jalan mana yang harus direngkuhnya.

Selain itu, novel ini juga mengenalkan tentang cara kerja dunia jurnalistik. Khususnya dalam pertelevisian. Bahwa kadang kala ada sisi gelap yang membuat para jurnalis, mengesampingkan nurani  demi memperoleh rating dan share.  

Hanya saja masih ditemukan beberapa kesalahan dalam kepenulisan dalam novel ini, serta ada sebuah adegan yang agak tidak pantas dilihat dari kacamata Islam. Namun sedikit banyak hal tersebut tidak mengurangi kenikmatan dalam membaca.

Novel ini menarik, ditambah lagi banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini.  Seperti anjuran bagi seorang istri untuk menghormati suaminya. Ketika akan mengambil keputusan sepantasnya harus meminta izin terlebih dahulu pada sang suami. Atau masalah dalam menyikapi diri, ketika terjebak pada ambisi dan nurani.  Dan jangan menjadikan agama sebagai kedok dalam usaha meraih mimpi. Serta perlunya menghargai waktu.

Waktu memiliki cara paling akurat untuk menunjukkan  apa yang paling berharga dalam hidup kita (hal 142).




Srobyong, 30 Oktober 2016 

No comments:

Post a Comment