Thursday, 1 June 2017

[Resensi] Kisah Inspiratif Penyintas Kanker Meraih Kesembuhan

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 7 Mei 2017 


Judul               : Catatan Hati Pejuang Kanker
Penulis             : Priska Siagian
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Agustus 2016
Tebal               : xxxvii + 148 hlm
ISBN               : 978-602-03-2875-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Kanker adalah penyakit mematikan yang dilawan semua orang. Berdasarkan riset, setiap tahunnya ada 8,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena kanker. Oleh sebab itu, jika divonis menderita kanker, hampir semua orang indentik menganggap kesempatan hidup di dunia akan segera berakhir. Hal ini-lah yang kemudian membuat sebagian para penderita kanker merasa takut dan putus asa.

Buku ini mencoba memaparkan agar tidak takut dengan penyakit kanker.  Ketika kanker menggerogoti, seyogyanya harus diatasi dengan kepala dingin. Yakni yakin, bahwa kanker itu bisa disembuhkan. Ada kisah Halida. Dia  menderita kanker payudara stadium 3B.   Namun dia sama sekali tidak merasa takut dan khawatir ketika dokter memberinya vonis tentang penyakitnya. Dia menanggapinya dengan tenang. Dia percaya, kesempatan hidup orang yang sehat dan orang yang sakit itu sama.  Umur itu urusan Tuhan dan semua menunggu antrean untuk dipanggil. Selama belum dapat giliran, tentu harus berusaha (hal 3).

Hal inilah yang membuat Halida memiliki semangat juang tinggi dalam melakukan berbagai pengobatan. Di tahun 2011 Halida memutuskan  terbang ke Guangzhou untuk berobat di  FUDA Cancer Hospital. Di sana dia mendapat perawatan yang lebih ramah. Dia tidak perlu dikemoterapi sistematik—kemoterapi yang diambil melalui pil atau suntikan jaruh ke pembuluh darah dan otot. Karena cara itu bisa membuat obat merusak setiap sel sehat di seluruh tubuhnya.

Di FUDA dia dirawat menggunakan kemoterapi lokal—langsung mengalirkan obat kemoterapi ke pembuluh darah kanker sehingga tidak ada “makanan” lain yang didapat sel kanker (hal 5-6). Halida melakukan enam kali  kemoterapi, satu kali cryosurgery, dan operasi pengangkatan payudara. Semua dia lalui dengan penuh semangat juga sabar. Sampai kemudian dia melakukan PET TC—pemeriksaan  untuk melihat sel-sel kanker berhasil dikalahkan atau tidak. Dan ternyata dia dinyatakan telah bersih 100 persen dari sel-sel kanker. 

Kisah lainnya berasal dari Litasari Kawita. Pertama mendapati dirinya mengidap kanker pankreas, Lita sangat kaget. Dia terus bertanya sudah stadium berapa, apakah sudah menyebar dan harus melakukan operasi. Dia sangat paham karena dulunya sang ibu juga terjangkit kanker.  Dia pun langsung teringat dengan kematian yang seolah mengetuk pintu dengan keras (hal 17).

Dalam keadaan itu Lita sempat mengalami kebuntuan dalam usaha pengobatannya. Tumor pankreasnya Ca 19-9 juga melompat tajam. Awalnya hanya sekitar 200-an, dan meski sudah melakukan kemoterapi delapan kali, tapi hasilnya malah berada di atas 1000. Baru pada pertengahan Mei 2013, Lita mengetahui tentang rumah sakit FUDA dan melakukan pengobatan di sana dengan melakukan cryosurgery—teknologi invasif minimal, penggunaan suhu ekstrim untuk mematikan jaringan yang sakit—di sini berarti sel-sel kanker.

Di sini dia mengetahui kalau kanker pankreasnya sudah memasuki stadium 4 dan telah menyebar ke hati (hal 24). Namun Lita tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk pengobatannya, hingga kemudian tumor marker-nya turun 30 persen. Hal itu membuatnya semakin berusaha keras, dia tidak takut melawan kanker.

Tidak kalah menarik kisah Shelly Mahara. Dia masuk berusia 18 tahun tapi sudah terjangkit kanker ovarium stadium 4.  Dokter memvonis batas usianya tinggal tiga bulan. Tapi Shelly tidak percaya begitu saja.  Dia meyakini jalan hidupnya masih panjang. Di sini dia berjuang keras untuk mengalahkan penyakit itu.  Dia harus menjalani dua metode kemoterapi sekaligus. Yaitu kemoterapi lokal dan kemoterapi konvensional. Perjuangan Shelly pun terbayar, sejak memulai pengobatan Maret 2006 lima bulan kemudian dia dinyatakan bebas kanker (hal 78).

Selain tiga kisah ini masih ada  enam kisah inspiratif lainnya. Bagaimana perjuangan para penyintas kanker dalam usaha meraih kesembuhan. Mereka mengajarkan sakit itu bukan untuk ditangisi dan terpuruk dalam kesedihan. Tapi harus dilawan dengan usaha berobat tidak lupa ditambah berdoa kepada Tuhan. Karena bagaimana pun masalah kematian hanya Tuhan-lah yang tahu.  Sebuah buku yang sangat inspiratif.

Srobyong, 1 April 2017 

2 comments: