Dimuat di Koran Jakarta, Selasa 2 Mei 2017
Judul : Suluk Gunung Jati
Penulis : E. Rokajat Asura
Penerbit : Imania
Cetakan : Pertama, September 2016
Tebal : 327 halaman
ISBN : 978-602-7926-26-4
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumna Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.
Syaikh Syarif Hidayatullah atau yang
dikenal sebagai Sunan Gunung Jati merupakan salah satu dari walisongo yang berjuang di tanah Jawa—khususnya
di daerah Cirebon, Jawa Barat. Dia lahir 1448 Masehi. Ayahnya bernama Syarif
Abdullah—merupakan seorang dari Kesultanan Mamluk Mesir dan disinyalir masih
keturunan dari Nabi Muhammad saw. Sedang ibunya adalah Nyimas Rarasantang yang
merupakan keturunan dari Raja
Pajajaran—Prabu Siliwangi.
Sejak kecil Syarif sudah menonjol
dalam pengetahuan agama, kecerdasan dan luasnya wawasan. Dan dia juga memiliki akhlak yang baik. Dia belajar
ilmu agama di Makkah, Baghdad, Gujarat dan Palestina (hal 63). Selain itu dia juga belajar pada Sunan Ample
di Pesantren Ample Denta dan di Pesantren Amparanjati berguru kepada Syaikh
Datuk Kahfi atau yang lebih dikenal dengan sebuta Syaikh Nurjati.
Sebenarnya sebelum memutuskan
menyiarkan agama Islam di pulau Jawa, Syaikh Syarif Hidayatullah ini telah
ditunjuk sebagai penerus ayahnya di Mesir. Namun jiwa pembelajar dan keinginan
kuat untuk menyampaikan ajaran agama sejauh yang bisa dijangkau, membuatnya
menyerahkan jabatan itu kepada adiknya—Syarif Nurullah. Sedangkan dirinya
sendiri memulai perjalanan untuk menuju pulau Jawa sekaligus tempat kelahiran
ibundanya (hal 136-137).
Maka di tahun 1470 Syarif
Hidayatullah memulai perjalanannya. Dalam perjuangannya ini tantangan terbesar
yang harus Sunan Gunung Jati tanggung adalah kenyataan kalau eyangnya sendiri
belum memeluk Islam.
Sebagaimana diketahui, munculnya
Islam belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Khususnya bagi orang-orang pedalaman dan
kerajaan-kerjaan yang masih memegang teguh budaya Hindu-Budha. Oleh karena itu
saat akan memulai dakwahnya dengan kerendahan hati, Sunan Gunung Jati menemui
eyangnya—Prabu Siliwangi untuk meminta izin.
“Kau boleh menyebarkan ajaran baru
di sini, tetapi jangan dengan paksaan. Jangan sampai karena beda bahasa dalam
sesembahan, darah tumpah ke bumi. Bumi dan langit tak akan merestui kepada siapa
saja yang datang untuk saling menghinakan.” (hal 179).
Pesan itu-lah yang Sunan Gunung Jati
pegang dengan erat. Dalam menyebarkan agama Islam, dia memilih metode lemah
lembut dan kekeluargaan. Kearifan budi dan akhlak itu-lah yang pada akhirnya
membuat banyak masyarakat mulai mengikuti ajaran Sunan Gunung Jati. Apalagi sejak Sunan Gunung Jati diamanahi
untuk melanjutkan kepemimpinan di Pesantren Amparanjati, setelah Syaikh Nurjati
meninggal.
Hanya saja berjalannya hari, Sunan
Gunung Jati menyadari dalam memperjuangkan Islam, ternyata tidak hanya bisa
memakai cara lemah lembut. Karena banyak orang-orang dari kerajaan Hindu-Budha yang mulai merasa
terganggung dengan Islam yang mulai berkembang pesat. Baik itu dari pihak Majapahit juga kerajan di
Pajajaran. Apalagi sejak Sunan Gunung Jati membangun hubungan baik dengan
kesultanan Demak. Mereka berusaha
menjatuhkan pengaruh Islam dengan berbagai cara.
Maka perang pun tidak bisa
dihindari. Tahun 1489 terjadi perang terbuka melawan Majapahit (hal 236). Perkembangan Islam juga memiliki dampak tidak
menyenangkan di hati Prabu Siliwangi. Padahal dia dulu sudah mengingatkan Sunan
Gunung Jati agar sampai tidak terjadi pertumpahan darah dalam penyebaran
Islam. Kesedihan pun juga dirasakan oleh
Sunan Gunung Jati. Dia tidak menyangka harus terjebak untuk berhadapan dengan
kakeknya sendiri. Tapi kebenaran harus tetap ditegakkan (hal 281).
Salah satu ajaran yang disampaikan Sunan Gunung Jati adalah “Aku
titip tajug—masjid kecil dan fakir miskin, jika salat harus khusyuk dan tawadhu
seperti anak panah yang menancap kuat, jika puasa harus kuat seperti tali
busur, ibadah harus istiqamah dan takutlah hanya kepada Allah.” Selain itu Sunan Gunung Jati selalu
mengingatkan untuk menjaga hati dari rasa iri, dengki, buruk sangka, sombong dan selalu semangat
dalam berjuang.
Buku ini memaparkan perjuangan
seorang ulama dalam menyiarkan agama
Islam di tanah Jawa—khusunya Jawa Barat. Inspiratif dan memotivasi.
Srobyong, 28 April 2017
mantap
ReplyDeleteTerima kasih ^_^
DeleteMaaf mbak kalo mau dapet epaper korjak dimana ya?
ReplyDeleteBisa dari langganan Scoop Mas.
DeleteMonggo Mbak.
ReplyDelete