Judul : Seribu Kepak Sayap Patahmu
Penulis : Elfi Ratna Sari
Penyunting : Anggrek Lestari
Tata Letak : Kudo
Penerbit : LovRinz Publishing
Halaman : vi + 279 hlm
Cetakan : Pertama, Juli 2016
Buku ini merupakan pemenang lomba
dari mega event yang diadakan LovRinz Publishing 2015 dalam kategori novel
non-fiksi. Mengisahkan tentang
perjalanan hidup seorang gadis asal pati. Tentang keluarga, mimpi dan keikhlasan. Diceritakan
dengan gaya bahasa yang renyah membuat asyik untuk dibaca.
Terlahir sebagai anak terakhir
membuat Elfi memiliki sifat agak manja. Apa
yang diharapkan selalu ingin dikabulkan.
Untungnya sang ibu dan sang bapak selalu berusaha memenuhi keinginan di
kecil itu. Meski harus berbanting tulang asal gadis itu tersenyum riang mereka
sudah bahagia. Ditambah lagi dia memiliki kakak yang sering dipanggil Mas
Di—Juadi yang juga selalu menyayanginya.
Hanya saja kebahagiaan kecil harus terengut ketika Elfi berusia tujuh tahun, dia
harus menelan kegetiran hidup. Bapaknya meninggal karena terkena penyakit
leukimia. (hal. 90) Pada masa itu, perekonomian keluarga yang memang sejak dulu
sulit, namun perlahan naik akhirnya kembali terseok karena kepergian sang
tulang punggung. Beruntung Elfi memiliki seorang ibu yang kuat, memiliki seripu
kepak sayap yang selalu berusaha membahagiakan kedua anak mereka dengan segenap
kemampuannya. Namun tetap saja hidup sebagai janda itu agak sulit.
Sampai pada suatu waktu seseorang
datang menjadi ayah kedua bagi Elfi. Meski dia sempat marah dan tidak setuju,
tergerusnya waktu Elfi menyadari bahwa dia tidak bisa menilai orang lain hanya
dari luarnya. Bapak barunya itu sangat baik dan menyayanginya. Dia pun
mulai membuka diri. Di masa itu Elfi
sudah lulus Aliyah, sebenarnya dia ingin melanjutkan kuliah, hanya saja
ternyata sang ibu tidak meridhai keinginannya. Katanya seorang perempun itu
tidak perlu sekolah tinggi-tinggi nanti akan ribet, belum lagi ketika di
pertengahan kuliah ada seseorang yang melamar Elfi. Apa yang harus dilakukan? Belum
lagi bagaimana jika Juadi iri melihat Elfi bisa kuliah dan kakaknya tidak?
Begitula pemikrian ibu Elfi. (hal. 257) Merasa
tidak ada harapan, akhirnya Elfi mencoba ikhlas melepaskan mimpi. Hanya untuk
mimpi itu, karena selain berharap bisa melanjutkan kuliah Elfi masih memiliki
mimpi lainnya. Apakah mimpi satu itu bisa diwujudkan Elfi?
Selain pertanyaan itu sejatinya
masih banyak teka-teki lain yang membuat penasaran dalam buku ini. Ada kisah cinta monyet Elfi, tentang fitnah
kejam yang pernah menimpa, pengalamanya dalam dunia pekerjaan dan berbagai
kisah lain yang menjadi bumbu menarik dalam buku ini.
Membaca buku ini saya merasa
menyibak pengalaman hidup sendiri. Misalnya saja ketika melihat pergolakan
batin Elfi ketika harus bekerja di Jepara menghadapi bos dengan sifat yang akan
keras. Tapi memang begitulah dunia kerja, mungkin satu banding seribu ada
atasan yang baik dan menghargai bawahannya. Istilahnya nguwongke uwong.
Tidak ada gading yang tidak retak.
Dalam buku ini masih ditemukan beberapa typo, lalu beberapa bagian yang terasa kurang karena
serasa tidak tuntas dan berakhir gantung—seperti dalam kisah pencurian di Koperasi
dan masalah pencurian. Lepas dari itu
kisah ini mengajarkan untuk selalu sabar dan ikhlas dalam menghadapi berbagai
masalah. Serta mengajarkan untuk berbakti pada orangtua—khususnya seorang ibu. Karena
bagaimana pun surga berada di telapak kaki ibu.
Beberapa quote menarik dalam dalam
novel ini adalah
“Anak gadid tak pantas keluar rumah
malam-malam.” (hal. 3)
“Mereka yang mencontek tentu akan malas
belajar, menggantungkan diri pada teman yang pintar. Sedangkan menconteki, sama
saja mendukung generasi malas belajar. Sayangnya, teman yang pelit berbagi
jawaban kemungkinan akan dijauhi.” (hal. 127)
“Kekuatan Allah lebih besar daripada
kekuatan setan.” (hal. 209)
“Jangan pernah memakan yang bukan
hakmu.” (hal. 229)
“Bukankah Tuhan menciptakan
kesedihan agar aku bersyukur saat kebahagiaan datang? Dan Dia
menciptakan bahagia agar aku tak putus asa saat kesedihan tiba. Aku percaya, Allah menciptakan keduanya secara beriringan.” (hal. 250)
Srobyong, 3 September 2016
No comments:
Post a Comment