Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Sabtu 13 Mei 2017
Judul : Teman Hidup
Penulis : Andaru Intan
Penerbit : Diva Press
Cetakan : Pertama, Februari 2017
Tebal : 376 hlm
ISBN : 978-602-391-382-4
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.
Keluarga adalah madrasah pertama
bagi anak-anak. Apa yang diajarkan orangtua akan melekat dalam pikiran anak.
Oleh karena itu, dalam mendidik anak, seyogyanya orangtua harus tahu apa yang
baik diajarkan apa yang tidak baik diajarkan. Membaca novel ini, selain diajak
menyelami kisah perjalanan yang unik dan mendebarkan, ada juga selipan masalah
keluarga yang cukup kompleks. Dan memang masalah itu juga menjadi benang merah
yang kuat dalam jalinan kisah yang dipaparkan penulis.
Terlahir dalam keluarga berada,
membuat Kinan dan adiknya bisa menikmati fasilitas hidup yang enak dan serba
kecupukan. Hanya saja hal itu tidak diimbangi dengan luasnya kasih sayang dari
orangtua mereka. Di mana sejak kecil, mereka terlalu dikekang dalam melakukan
berbagai hal. Bahkan jika mereka melakukan kesalahan, baik ayah atau ibunya
tidak segan-segan untuk menghukum—mengunci mereka di kamar mandi. Atau jika
melakukan kesalahan, mereka ditekan dan disalahkan, bukan diterangkan apa yang
sebaiknya dilakukan. Dampaknya adalah
anak menjadi sosok penakut dan menarik
diri dari pergaulan karena takut melakukan kesalahan.
Hal ini sebagaimana yang dialami
Kinan. Pengalaman pahit karena pernah melakukan kesalahan di masa lalu, membuat
Kinan menarik diri dari pergaulan. Dia menggenggam erat perkataan ibunya. “Anak
nakal itu suka bepergian. Anak yang manis itu duduk diam di rumah. Nasib anak
nakal selalu celaka.” (hal 56). Alasan itu yang kemudian membuat dia merasa
apa yang dilakukannya akan berdampak buruk bagi orang lain. Oleh karena dia
lebih memilih mengurung diri di rumah besarnya, kecuali dalam urusan mendesak.
Hanya segelintir teman yang dia miliki.
Sampai kemudian dia bernadzar akan
melakukan perjalanan—mengelilingi Indonesia bagian barat yang nantinya akan
berbalik lagi ke arah timur, jika kedua orangtuanya tidak jadi bercerai. Di
sinilah pertualang Kinan si anak rumahan, pergi meninggalkan rumah tanpa
memiliki pengalaman apapa pun.
Dalam perjalanan itu-lah akhirnya
Kinan bertemu Jati. Pertemuan yang kemudian merubah persepsi Kinan tentang kehidupan,
dan juga membawa dampak kehidupan baru yang tidak pernah terduga. Dia mendapatkan teman juga pengalaman
berharga. Sebuah perjalanan yang mengingatkan pesan dari neneknya, “Jangan
pernah takut bepergian hanya karena kau pernah jatuh saat berjalan” (hal 57).
Sebuah novel yang menarik. Dari
novel ini kita diajarkan untuk tidak terpaku pada masa lalu. Jangan takut
mencoba. Berjuanglah terus, meski jatuh berkali-kali. Jangan cepat menyerah dan putus asa. Selalu
ada jalan bagi orang-orang yang mau berusaha.
Beberapa kesalahannya tidak mengurangi kenikmatan kisahnya.
Srobyong, 22 April 2017
Mbak, kalo kirim resensi ke KR harus ada fotokopi kaver segala itu maksudnya gimana? Kirim via email ato pos? Makasih
ReplyDeleteDikirim via email Mbak. Maksudnya adalah melampirkan foto cover buku Mbak. Bisa didownload di google. Misal cover buku Teman Hidup ini. Jadi saat mengirim naskah, selain melampirkan nskah resensi, kita lampirkan juga cover buku.
ReplyDeleteOkeee
Delete