Dimuat di Radar Sampit 21 Mei 2017
Judul : Bulan Terbelah di Langit Amerika
Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Alhamahendra
Penertbi : Gramedia
Cetakan : Pertama, Desember 2016
Tebal : 348 hal
ISBN :
978-602-03-3676-3
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama,
Jepara.
Tangga 11 September 2001 ada sejarah dunia baru. Di
mana sebuah guncangan hebat yang mengakibatkan hubungan Amerika dan Islam
renggang. Itulah hari yang kerap disebut Black Tuesday atau hari selasa
yang kelam. Karena pada saat itu terjadi sebuah pembajakan pada dua pesawat
oleh orang yang mengaku beragam Islam guna menghancurkan gedung WTC (Wordl
Trade Center) New York. Amerika serikat.
Inilah awal mula yang kemudian
membuat warga Amerika semakin menilai Islam sebagai agama harus diberantas,
karena memiliki misi jahat dengan malakukan aksi teror. Islam kemudian disebut sebagai agama teroris
dan masyarakat menjadi sangat antipati dengan hal-hal yang berbau Islam.
Seperti tidak menyukai pembangunan masjid juga tidak senang dengan orang-orang
yang berhijab.
Fenomena Islampobia ini adalah
buncah kegamangan Barat terhadap doktrin agama apa pun. Tragedi itu membuat
trauma 1.000 tahun yang belum tuntas
sirna, seperti digerojok tambahan 1.000 tahun lagi. Entahlah siapa dalang di
balik peristiwa memilukan itu (hal 47-48).
Kisah itu menjadi benang merah dalam perjalanaan hidup Hanum dan Rangga
yang saat itu harus tinggal di Amerika.
Hanum yang bekerja sebagai wartawan di Wina mendapatkan tugas untuk
meliput peringatan 1 windu tragedi 11
September di mana Gerturd memberi tema “Apakah dunia lebih baik tanpa Islam?” dan Rangga kebetulan melakukan riset untuk
tugas S3nya.
Sayangnya liputan yang Hanum lakukan
tidak berjalan dengan lancar. Dalam usahanya itu entah kenapa selalu saja ada
aral merintang yang menjegal. Pertama-tama dengan perbedaan pendapat dengan
Rangga yang membuat mereka sempat cekcok. Lalu Hanum terjebak pada kerusuhan
yang dilakukan demonstran, sehingga Hanum mengalami sedikit cedera dan hp-nya
hancur (hal 104).
Namun dari kejadian itu malah mengantarkan Hanum
bertemu dengan Azima Hussein—yang ternyata termasuk keluarga dari korban
targedi 11 September. Di sinilah Hanum akhrinya mengetahuis sisi lain kehidupan
Azima yang sungguh mengharukan. Di sisi lain Rangga yang tengah melakukan
risetnya, akhirnya berhasil bertemu dengan Phillipus Brown, seorang jutawan
Amerika yang memiliki sikap loyal dan selalu gemar bersedekah. Mereka tidak tahu bahwa dua orang itu adalah
pemeganag kunci utama dari tragedi 11 September.
Membaca novel ini kita akan diajak
mengenal Islam lebih dekat. Bahwa apa yang sebenarnya terjadi dalam tragedi itu
bukan sepenuhnya kesalahan Islam. Islam adalah agama yang dirahmati. Agama yang
cintai damai dan memiliki empati yang tinggi.
“Tidak seharusnya kita membenci
seseorang hanya karena berbaju sama dengan para teroris, lalu
membentur-benturkannya setiap saat dengan Amerika. Islam bukanlah seperti para
teroris yang memanipulasi pikiran dan hati kita.” (hal 280).
Buku ini sangat menarik dan
inspiratif. Dipaparkan dengan lugas dan renyah menjadi tambahan poin dari novel
ini. Pantas saja tulisan Hanum dan Rangga ini bisa menggantarkan mereka sebagai
penulis buku fiksi terfavorit di tahun 2014. Dan setiap kali mereka menulis
buku, kisah itu akan diangkat ke layar lebar. Mereka mengajak kita kembal
berpikir dan merenungkan bahwa Islam agama yang dirahmati dan bukan agama
teroris. Para teroris itu adalah oknum tidak bertanggungjawab.
Saya suka penutupan terakhir dari
jawaban tentang jika Islam tidak ada di dunia.
“Jika masih ada yang berpikir dunia ini lebih baik tanpa kehadiran Islam
di dalamnyaa, maka merekalah teroris yang sesungguhnya.” (hal 306).
Tidak ketinggalan dalam novel ini
juga menyisipkan pesan singkat untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan dan
jangan mudah menyerah dalam memperjuangkan apa yang ingin diperjuangkan. Di sisi lain ada juga selipan pesan tentang
bagaimana membangun hubungan yang baik antara suami dan istri. Yaitu selalu
menjaga komunikasi dan saling pengertian.
Srobyong, 24 April 2017
No comments:
Post a Comment