Dimuat di Jateng Pos, Minggu 8 Januari 2017
Judul : Hamka
Penulis : Haidar Musyafa
Penerbit : Penerbit Imania
Cetakan : Pertama, Oktober 2016
Halaman : 464 hlm
ISBN :
978-602-7926-28-8
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama.
Jepara.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau
yang biasa dipanggil Buya Hamka,
merupakan satu di antara putra Indonesia yang memiliki segudang prestasi. Baik itu dilihat dari perannya sebagai ulama,
pejuang, sastrawan, wartawan, politisi, juga kiprahnya dalam membangun
peradaban bangsa Indonesia (hal 7).
Buku ini menyajikan sejarah
kehidupan, pemikiran dan perjuangan Hamka secara lengkap. Memberi motivasi,
inspirasi dan spirit juang tinggi. Sejak
kecil, Hamka sudah menunjukkan sikap ulet dalam belajar dan pantang menyerah dalam
usaha mewujudkan harapannya.
Dia senang belajar ilmu agama dan tidak
keberatan belajar tentang ilmu umum.
Berbagai buku telah dia baca. Dia
berpendapat, “Ilmu agama itu memang sangat penting. Namun belajar ilmu umum
juga diperlukan agar bisa menambah
wawasan.” (hal 50).
Demi memuaskan dahaganya akan ilmu
pengetahuan, pada usia 16 tahun, Hamka pergi ke Tanah Jawa, untuk mengasi ilmu dari
para tokoh Sarekat Islam. Di antaranya dia belajar pada HOS. Tjokroaminoto,
Raden Mas Soerjopranoto, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, dan K.H Fachruddin. Setelah itu, melanjutkan mendalami ilmu agama
di Tanah Suci Makkah pada Februari 1972. Sepulangnya dari Makkah, dia langsung ditunjuk
sebagai Ketua Cabang Muhamadiyah di
Padangpajang.
Di sinilah perjuangan Hamka dimulai.
Dia berjuang dengn ikhlas. Selain aktif dalam mengembangkan organisasi Islam
dan dakwah, Hamka juga terjun dalam dunia pendidikan. Dia ikut mengajar di Tabligh
School. Dalam praktik mengajarnya,
Hamka tidak ingin mengajar anak didiknya dengan metode yang keras dan kaku. Pendidikan
itu harus disampaikan dengan lembut dan kasih sayang.
Dan untuk mengembangkan perjuangannya dalam dakwah, dia
menerbitkan majalah bulanan yang diberi nama Kemauan Zaman. Dengan
alasan, semoga dengan adanya media tulisan, dia bisa memberikan pencerahan dan
wawasan keislaman kepada banyak orang melalui tulisan (hal 326).
Tidak hanya menulis dalam majalah
saja, Hamka juga mulai menerbitkan karya-karyanya
dalam wujud buku cetak. Hampir semua karyanya selalu disambut hangat oleh masyarakat. Baik
itu buku agama, tasawuf, cerpen dan roman. Sayangnya ketika buku-buku agama karya Hamka
sedang laris manisnya, polisi Governemen Hindia Belanda melarang buku itu
diedarkan lagi. Belanda takut materi
tulisan Hamka itu akan mempengaruhi pola pikir para pribumi dan sehingga
nantinya berani menentang Belanda.
Meski sedih, Hamka tetap menulis.
Berharap semoga karya-karya lainnya bisa
menggugah kesadaran masyarakat untuk menegakkan panji Islam setinggi-tingginya.
Juga mengobarkan semangat perjuangan melawan penjajah.
Selain berjuang di Sumatera Barat,
Hamka juga mendedikasikan dirinya untuk berjuang di Makassar. Hamka tidak tahan
melihat Pemerintah Belanda yang selalu melakukan tindakan semena-mena pada
kaum pribumi. Untuk itu dia bertekad
untuk membebaskan tanah airnya dari cengkrama penjajah. Langkah awalnya adalah
dengan mengamalkan ilmu yang dimiliki untuk mencerdaskan kaum pribumi.
Mengingat pendidikan merupakan sarana dari membebaskan rakyat dari kebodohan.
Penulis buku berpendapat, meski
banyak yang menganggap Hamka sebagai
muslim yang kaku dan kolot. Nyatanya, Hamka adalah sosok yang santun, memiliki
hati lembut, dan teduh dalam dakwahnya. Dia seorang ulama perangkul bukan pemukul. Pengaruh dan keilmuannya berhasil menyentuh semua golongan. Baik
religius maupun nasionalis, masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.
Hamka pernah berkata, “Jika hidup ini hanya diisi dengan
berburuk sangka atas perbuatan yang akan dilakukan orang pada kita, tentu hal
itu akan membuat kita gamang melangkah. Padahal Allah akan memberi pahala dan
dosa sesuai dengan apa yang kita niatkan (hal 384).
Buku ini sangat inspiratif dan sarat
makna. Mengingatkan untuk menjadi pribadi yang selalu ikhlas, tabah, tidak
pendendam dan tidak mudah menyerah dalam berjuang. Serta mengajak untuk mencintai tanah air dan
buku yang merupakan jendela ilmu.
Srobyong, 30 November 2016
No comments:
Post a Comment