Sunday 15 January 2017

[Resensi] Mereguk Inspirasi dari Kehidupan Hamka

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 8 Januari 2017

Judul               : Hamka
Penulis             : Haidar Musyafa
Penerbit           : Penerbit Imania
Cetakan           : Pertama, Oktober 2016
Halaman          :  464 hlm
ISBN               : 978-602-7926-28-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama. Jepara.


Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil  Buya Hamka, merupakan satu di antara putra Indonesia yang memiliki segudang prestasi.  Baik itu dilihat dari perannya sebagai ulama, pejuang, sastrawan, wartawan, politisi, juga kiprahnya dalam membangun peradaban bangsa Indonesia (hal 7).

Buku ini menyajikan sejarah kehidupan, pemikiran dan perjuangan Hamka secara lengkap. Memberi motivasi, inspirasi dan spirit juang tinggi.  Sejak kecil, Hamka sudah menunjukkan sikap ulet dalam belajar dan pantang menyerah dalam usaha mewujudkan harapannya.

Dia senang belajar ilmu agama dan tidak keberatan belajar  tentang ilmu umum. Berbagai  buku telah dia baca. Dia berpendapat, “Ilmu agama itu memang sangat penting. Namun belajar ilmu umum juga diperlukan agar bisa  menambah wawasan.” (hal 50).

Demi memuaskan dahaganya akan ilmu pengetahuan, pada usia 16 tahun, Hamka  pergi ke Tanah Jawa, untuk mengasi ilmu dari para tokoh Sarekat Islam. Di antaranya dia belajar pada HOS. Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto,  Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H Fachruddin. Setelah itu, melanjutkan mendalami ilmu agama di Tanah Suci Makkah pada Februari 1972. Sepulangnya dari Makkah, dia langsung ditunjuk sebagai  Ketua Cabang Muhamadiyah di Padangpajang.

Di sinilah perjuangan Hamka dimulai. Dia berjuang dengn ikhlas. Selain aktif dalam mengembangkan organisasi Islam dan dakwah, Hamka juga terjun dalam dunia pendidikan. Dia ikut mengajar di Tabligh School.  Dalam praktik mengajarnya, Hamka tidak ingin mengajar anak didiknya dengan metode yang keras dan kaku. Pendidikan itu harus disampaikan dengan lembut dan kasih sayang.

Dan untuk  mengembangkan perjuangannya dalam dakwah, dia menerbitkan majalah bulanan yang diberi nama Kemauan Zaman. Dengan alasan, semoga dengan adanya media tulisan, dia bisa memberikan pencerahan dan wawasan keislaman kepada banyak orang melalui tulisan (hal 326).

Tidak hanya menulis dalam majalah saja, Hamka juga  mulai menerbitkan karya-karyanya dalam wujud buku cetak. Hampir semua karyanya  selalu disambut hangat oleh masyarakat. Baik itu buku agama, tasawuf, cerpen dan roman.  Sayangnya ketika buku-buku agama karya Hamka sedang laris manisnya, polisi Governemen Hindia Belanda melarang buku itu diedarkan lagi.  Belanda takut materi tulisan Hamka itu akan mempengaruhi pola pikir para pribumi dan sehingga nantinya berani menentang Belanda.

Meski sedih, Hamka tetap menulis. Berharap semoga karya-karya lainnya  bisa menggugah kesadaran masyarakat untuk menegakkan panji Islam setinggi-tingginya. Juga mengobarkan semangat perjuangan melawan penjajah.

Selain berjuang di Sumatera Barat, Hamka juga mendedikasikan dirinya untuk berjuang di Makassar. Hamka tidak tahan melihat Pemerintah Belanda yang selalu melakukan tindakan semena-mena pada kaum  pribumi. Untuk itu dia bertekad untuk membebaskan tanah airnya dari cengkrama penjajah. Langkah awalnya adalah dengan mengamalkan ilmu yang dimiliki untuk mencerdaskan kaum pribumi. Mengingat pendidikan merupakan sarana dari membebaskan rakyat dari kebodohan.

Penulis buku berpendapat, meski banyak yang menganggap Hamka  sebagai muslim yang kaku dan kolot. Nyatanya, Hamka adalah sosok yang santun, memiliki hati lembut, dan teduh dalam dakwahnya. Dia seorang ulama perangkul  bukan pemukul.  Pengaruh dan keilmuannya  berhasil menyentuh semua golongan. Baik religius maupun nasionalis, masyarakat dalam negeri  maupun luar negeri.

Hamka pernah  berkata, “Jika hidup ini hanya diisi dengan berburuk sangka atas perbuatan yang akan dilakukan orang pada kita, tentu hal itu akan membuat kita gamang melangkah. Padahal Allah akan memberi pahala dan dosa sesuai dengan apa yang kita niatkan (hal 384).

Buku ini sangat inspiratif dan sarat makna. Mengingatkan untuk menjadi pribadi yang selalu ikhlas, tabah, tidak pendendam dan tidak mudah menyerah dalam berjuang.  Serta mengajak untuk mencintai tanah air dan buku yang merupakan jendela ilmu.

Srobyong, 30 November 2016 


No comments:

Post a Comment