Tuesday 31 January 2017

[Resensi] Ketika Dua Genius Menghadapi Kasus Pembunuhan

Dimuat di Kabar Madura, Senin 21 Januari 2017 

Judul               : Kesetiaan Mr. X
Penulis             : Keigo Higashino
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Juli 2016
Halaman          : 320 hlm
ISBN               : 978-602-03-3052-5
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Membaca novel ini, kita akan dihadapkan pada analisis kecerdasan. Yaitu kecerdasan dari  fisikawan dan seorang yang genius matematika, dalam mengungkap sebuah kasus pembunuhan.  Menarik dan membuat pembaca ikut berpikir, menebak-nebak  sampai kapan adu kecerdasan itu akan selesai.

Kisah dimulai dengan penemuan mayat di sungai Edo di sisi Tokyo. Mayat itu ditemukan dalam keadaan yang sangat mengenaskan: telanjang bulat; bahkan sepatu dan kaus kakinya tidak ada. Wajahnya hancur seperti semangka dibelah, serta jemarinya juga dibakar.  Selain bekas cekikan di leher, tidak ditemukan luka yang lain dalam tubuh itu (hal 49).

Setelah melakukan penyelidikan, Kusanagi—detektif yang menangani kasus pembunuhan itu, akhirnya mengetahui bahwa mayat itu bernama Shinji Togashi (hal.55). Terungkapnya identitas si mayat, membuat Yasuko Hanaoka—mantan istri Togashi terseret dalam kasus itu dan dianggap sebagai tersangka. Karena konon katanya, meski mereka sudah bercerai Togashi masih sering menghubungi Yasuko.  Bahkan disinyalir Yasuko adalah orang terakhir yang ditemui Togashi.

Kusanagi pun segera mendatangi Yasuko untuk melakukan penyelidikan. Mengecek alibi ibu satu anak  pada tanggal 10 Maret. Meski tidak nyaman Yasuko menjelaskan dengan detail apa yang dilakukannya, dan memastikan dia sama sekali tidak terlibat dalam kasus pembunuhan itu. Merasa belum puas dengan penjelasan Yasuko, Kusanagi mencoba mencari informasi dari tetangga Yasuko. Namanya Ishigami, seorang guru matematika SMA dan penasihat klub judo. Tapi lagi-lagi Kusanagi tidak mendapatkan informasi apa-apa. Karena ternyata Ishigami tidak terlalu dekat dengan tetangganya. 

Merasa buntu dalam menangani kasus ini, Kusanangi berkunjung ke rumah sahabatnya—Yukawa, seorang fisikawan, yang kerap membantunya menyelesaikan kasus.  Kusanangi menjelaskan hal-hal yang mengganjal selama penyelidikan. Seperti alibi Yasuko yang terlalu sempurna, yang malah mengundang rasa penasaran.

Yukawa berkata “Aku sudah bilang, manusia normal tidak akan sampai berpikir menyiapkan tempat penyimpanan  potongan tiket demi sebuah alibi. Apalagi sampai menyelipkannya  dalam pamflet karena  sudah menduga kalian akan datang. Orang seperti itu pantas disebut lawan berat.” (hal. 78).
Tidak ketinggalan Kusanangi menyinggung Ishigami, yang sontak membuat Yukawa kaget tapi juga senang. Yukawa pun mengunjungi, temannya yang sangat genius matematika. Pertemuan dua teman lama itu, pada akhirnya membuka tabir yang selama ini ditutupi   dengan sangat rapat. Yukawa mengetahuis sesuatu, begitupun dengan Ishigami. Hanya saja entah apa yang akan dilakukan dua genius itu ketika menyadari sesuatu yang tengah mereka hadapi saat ini.

Yukawa berkata, “Menurutku cara memecahkan kasus ini adalah menggunakan soal lain, bukannya  soal meruntuhkan alibi. Perbedaannya jauh lebih besar daripada perbedaan antara soal geometri dan fungsi bilangan. Contohnya soal kamuflase—teknik penyamaran. Cara ini sukses membuat polisi tak berkutik.  Saat orang biasa berusaha menutupi kejahatannya serumit mungkin, maka  orang genius tidak akan melakukan itu. Dia akan memilih metode sederhana, tapi tidak pernah terpikirkan atau  bakal dipilih orang biasa.” (hal.241).   

Dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah, membuat novel ini sangat asyik untuk dinikmati. Pembaca diajak bersabar mengikuti alur cerita,  bagaimana detektif Kusanagi bisa mengungkap kebenaran dengan bantuan Yukawa.  Selain itu pembaca akan dibuat terkejut dengan sebuah kenyataan tentang adanya pembunuhan lain yang tidak terduga. Novel ini selain berisi upaya pemecahan kasus pembunuhan, diselipkan juga kisah cinta cukup menyentuh.

Mengajarkan bahwa sebaik apa pun kejahatan ditutupi, pasti akan terkuak juga.  Dan memang tidak mungkin seseorang selamanya menyimpan kejahatan yang diperbuatnya. Karena sudah pasti hidupnya tidak akan tenang. “Memang berat menyembunyikan kebenaran. Ia tak akan memperoleh kebagaiaan sejati jika terus menyembunyikan kebenaran. Ia tidak akan bisa hidup tenang karena terus dihantui perasaan bersalah seumur hidupnya.” (hal 310).


Srobyong, 11 Oktober 2016

6 comments:

  1. bagus baget nih ceritanya... penasaran ingin baca bukunya keseluruhan...

    www.kananta.com

    ReplyDelete
  2. Saya nggak akan baca bukunya sampe pulang ah..... TKP terlalu dekat wkwkwkkwwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhhehh. Yo wes bacanya di rumah saja kalau begitu hehh :D

      Delete
  3. Lg belajar bikin resensi, numpang belajar disini

    ReplyDelete