Friday 27 January 2017

[Resensi] Menaklukkan Segala Rintangan dengan Sikap Positif

Dimuat di Koran Jakarta, Rabu 18 Januari 2017

Judul               : Kau Tak Pernah Berjalan Sendiri
Penulis             : David Mezzapelle
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, September 2016
Tebal               : xxii + 482 halaman
ISBN               : 978-602-03-2531-6
Peresensi         : Ratnani Latifah, Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.


Dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang mudah. Selalu ada banyak masalah yang acap kali menjadi rintangan, sebagai warna  kehidupan.  Buku ini  mencoba menjelaskan bagaimana cara agar bisa menaklukkan segala  rintangan yang kerap kali dialami oleh sebagian orang.   Sebuah buku yang inspiratif dan sangat memotivasi.

Sebut saja Melody Goodspeed. Pada usia 26  tahun dia mempunyai pekerjaan yang nyaris sempurna. Namun siapa sangka beberapa minggu kemudian dia mengalami sesuatu yang mengubah kehidupannya. Dia  kehilangan penglihatan, karena gumpalan darah yang bersarang di kepalanya.  Di sana-lah titik paling rendah dalam hidup Melody. Dia merasa depresi dan putus asa. Bahkan berkeinginan mati.  

Namun Melody sadar kalau dirinya hanya memiliki dua pilihan—menyerah atau berjuang. Dan dia memilih berjuang.  Melody masuk ke pusat rehabilitasi dan belajar hidup sebagai tunanetra. Di sana dia belajar dari instrukturnya, bahwa hidup belum berakhir hanya karena sebuah perubahan.  Dan hidup  tidak pernah memberikan cobaan lebih berat daripada yang bisa kita tangani (hal 22).  Perlahan Melody pun bisa menerimanya dirinya. Bahkan kemudian dia menjadi seorang guru bagi para tunanetra.

Kisah lainnya adalah  Suzanne Miller yang selalu dihantui kanker. Ketika dia kecil ibunya meninggal karena penyakit kanker. Dan ketika dia menikah ternyata suaminya—Rob didiagnosa mengidap tumor otak besar bahkan hingga dirawat di unit perawatan intensif dan meninggal.  Namun tidak cukup pada dua orang yang paling dia sayangi, ternyata dia pun didiagnosa terjangkit penyakit kanker indung telur. Padalah kala itu dia masih harus memikirkan dua anaknya.   Kenyataan itu tentu saja membuat Suzan runtuh, karena dia pikir telah lolos dari takdir yang mengerikan.  Beruntung dia mendapat banyak dukungan dari teman dan saudaranya dari seluruh penjuru dunia. Di sini Suzan seolah mendapat kekuatan dan optimis untuk menjalani pengobatan. Lalu dengan penuh antusias mengayun langkah menuju hidup baru pascakanker (hal 95).

Tidak kalah inspiratif adalah kisah Kimberlee M. Hooper. Ketika berusia 21 tahun dia mengalami  penyakit yang disebut ensefalitis, peradangan akut pada otak.  Dia mengalami kejang dan koma selama beberapa hari dan terbangun tanpa mengingat masa lalu.  Selama laju hidupnya dia selalu dihantui kalau-kalau ensefalitis itu kambuh dan kembali mengambil semuanya lagi—kenangan tentang suami, putrinya, anak yang dikandung, teman dan koleganya.

Namun dia sadar ketakutan itu tidak akan menyelesaikan masalah.  Dia belajar bahwa  yang bisa dilakukannya hanyalah merangkul setiap hari  dan bersyukur atas apa yang dimiliki saat itu. Menciptakan kenangan dan menghargai setiap detik yang bisa dimiliki dengan orang-orang yang dicintai.  Karena masa lalu bukanlah satu-satunya hal yang merumuskan diri. Tapi tindakan dalam membentuk masa depan-lah yang akan menciptakan masa depan yang menyenangkan (hal 188).

Lalu ada juga kisah Emmanuel Ofsu Yeboah. Dia lahir di Ghana 1977  tanpa tulang kering kanan dan kaki kanan yang menggelantung tanpa kekuatan. Dia dianggap anak yang dikutuk sehingga sang ayah meninggalkannya karena malu. Keluarga lain juga teman tidak ada yang menginginkannya kecuali sang ibu.

Dari sang ibu dia belajar untuk tidak mudah menyerah dengan segala keterbatasannya. Dia ingin membuktikan bahwa orang-orang disabilitas pun bisa melakukan hal besar. Emmanuel memutuskan akan bersepeda sejauh enam ratus kilometer berkeliling Ghana.  Dengan bantuan Challenged Athletes Foundation (CAF), organisasi di California yang mendukung atlet dengan disabilitas dan Raja Osagyefuo dari Ghana, yang menyetujui gagasannya, Emmanuel bisa melakukan rencananya.

Dia memulai perjalanannnya dan berhasil mengayuh hampir sejauh 650 kilometer membelah Ghana hanya dengan satu kaki.  Dia menjadi seorang disabilitas yang sangat menginspirasi. Dia mengajarkan bahwa setiap orang bisa mengatasi rintangan selama memiliki percaya diri (hal 199).

Selain beberapa kisah ini masih banyak lagi kisah inspiratif yang sangat menginspirasi. Mengajarkan pada kita bahwa untuk mencapai kehidupan yang bahagia,  kita harus selalu bersyukur bagaimana pun keadaan yang ada.  Menanamkan sikap positif dengan berani menerima segala cobaan dan menghadapinya dengan kesabaran tidak mudah menyerah.  Selalu ada jalan jika kita mau berusaha dan terus mencoba.


Srobyong, 15 Januari 2017 

Atau bisa dibaca di web Koran Jakarta

No comments:

Post a Comment