Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 6 November 2016
Judul : Jodoh Terakhir
Penulis : Netty Virgiantini
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Kedua, April 2016
Halaman : 208 hlm
ISBN : 978-602-03-2716-7
Peresensi : Ratnani Latifah
Setiap tempat sudah pasti memiliki
adat tersendiri. Memiliki cara pandangan
berbeda dalam menilai berbagai masalah yang ada di masyarakat. Salah satunya
adalah tentang pandangan masyarakat pada wanita yang belum berkeluarga di usia
yang sudah matang. Dan saat ini di beberapa
daerah masih ada yang menganggap hal itu adalah aib kelurga. Karena
membiarkan putrinya menjadi perawan tua.
Novel ini mencoba mengulas fenomena
yang kebanyakan terjadi di masyarat pedesaan. Di mana para wanita dituntut
untuk segera menikah di usia muda, agar tidak mempermalukan keluarga dan diri
sendiri. Padahal masalah jodoh siapa
yang tahu kapan ada datang? Mengingat jodoh adalah rahasia Tuhan.
Menceritakan tentang Neyna yang
sudah berusia 40 tahun, tapi masih singgle. Sehari-hari dia bekerja di
kios persewaan buku miliknya. Melihat
kenyataan yang terjadi pada Neyna, sudah pasti membuat kedua orangtuanya
khawatir. Sampai kemudian seorang
laki-laki datang meminang Neyna. Tanpa pikir panjang, orangtua Neyna pun
menyetujui pinangan itu dan memaksa Neyna untuk setuju. “Tidak ada orangtua yang mau mencelakakan
anaknya sendiri. Ibu percaya kamu bakal bahagia hidup bersamanya.” (hal 17)
Di sinilah masalahnya, Neyna merasa
tidak terima. Bagaimana mungkin dia harus menerima pinangan dari orang yang
belum dia kenal? Tapi ancaman bapaknya membuat Nenya bernyali ciut. Karena
bapaknya mengancam jika dia menolak, maka dia harus angkat kaki dari rumah dan
tidak dianggap sebagai anak lagi (hal 21-22). Neyna merasa berdiri di persimpangan jurang
yang dalam.
Sebenarnya ada alasan tersendiri kenapa
sampai saat ini Neyna belum ingin berkeluarga. Pertama dia belum bisa move
on dari mantan pacarnya yang berbeda agama. Kedua dia ingin menikah dengan
laki-laki yang mencintai dirinya dan sebaliknya. Tapi entah kenapa orangtuanya nampak tidak
memedulikan alasannya. Mereka malah
selalu menasihati Neyna untuk segera melepas masa lajang agar tidak lagi
digunjingkan warga.
Tapi nasihat yang paling menyentuh
hati Neyna itu malah berasal dari Nunik—istri Hamdan—tetangga kisonya yang
mengatakan. “Tuhan akan selalu memberikan jodoh yang terbaik untuk kita.
Tinggal kita yang mau menerima dengan ikhlas atau tidak. Sering kali apa yang
baik menurut kita, belum tentu baik di mata Tuhan.” (hal 94).
Belum selesai masalah satu, masalah
lain datang bertubi-tubi membuat Neyna pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, tiba-tiba dia dituduh menggoda suami orang (hal. 99).
Tidak hanya itu mantan pacarnya—Deni
juga mendadak muncul menimbulkan kekacauan. Entah kenapa Deni mulai sering
mengunjungi kios persewaan buku miliknya. Deni pun mulai mengatakan hal-hal
yang aneh.
Puncaknya adalah Deni menawarkan cinta lama yang pernah mereka rajut
dulu. Deni meminta Neyna menikah
dengannya bahkan bersedian menceraikan istrinya (hal 161). Di sisi lain,
akhirnya Neyna tahu siapa yang akan menikahinya. Kenyataan itu cukup membuat Neyna terguncang.
Ada kemarahan dan perasaan tidak terima di hati Neyna. Dia butuh penjelasan.
Diceritakan dengan gaya bahasa yang
ringan, membuat novel ini asyik untuk dinikmati. Menarik dan cukup menghibur.
Apalagi novel ini juga ada unsur komedi yang membuat kita tersenyum sendiri
ketika membaca. Covernya pun terlihat
anggun dengan kombinasi warna, bunga dan high heels. Meski dalam
beberapa bagian masih ditemukan kesalahan tulis. Tapi lepas dari itu, secara keseluruhan novel
ini recomended untuk dibaca.
Selain itu dari novel ini banyak
pelajaran yang bisa dipetik. Di antaranya
adalah ajakan agar cepat move on dari masa lalu. “Jangan terus-terusan memeluk kesedihan di
masa lalu. Sering kali orang yang sudah terlalu lama larut dalam kesedihan jadi
memiliki semacam ketergantungan. Dia jadi senang menikmati kesedihannya dan
justru tidak mau lepas darinya.” (hal 140).
Kita juga harus berani menghadapi
masalah. “Masalah itu ada dan diciptakan Tuhan untuk dihadapi. Diselesaikan.
Bukannya dihindari atau ditinggal lari.” (hal 181).
Srobyong, 30 Oktober 2016
|
Wah.. persoalan yg cukup pelik bagi wanita di pedesaan. hikss
ReplyDeletePadahal bukannya kita nggak ingin menikah, tapi, kasi kesempatan buat kami untuk, bla bla bla...
*alasan tertentu. hihii
*curhat terselubbung :D
Hhheh, ya begitulah. Kadang masih banyak orang yang belum memahami alasan seseorang. eh, ikut curhat, lho hehh :D
Delete